tag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post8271329271447535674..comments2024-03-27T02:21:52.862-07:00Comments on ETIKA SEBAGAI CARA MANUSIA MELANGSUNGKAN KEHIDUPAN: JAMAN SEKARANG?Agustinus Sigit Widisanahttp://www.blogger.com/profile/11670051543335148181noreply@blogger.comBlogger86125tag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-43222823934920693152024-02-01T16:51:41.358-08:002024-02-01T16:51:41.358-08:00Menurut saya sendiri, moralitas / etika bukanlah s...Menurut saya sendiri, moralitas / etika bukanlah suatu masalah cita rasa. Moralitas dan etika perlu dimiliki oleh tiap orang di dunia ini, bagaimana seperti yang ditulis di kutipan di atas, bagaimana dalam mengambil keputusan, seharusnya kita sebagai seorang manusia, seharusnya dapat mengambil keputusan yagn benar walaupun terkadang di masalah-masalah tertentu, kita perlu mengorbankan sesuatu. Untuk contoh, ketika kita mendapat godaan untuk menyontek karena tidak memahami suatu pelajaran di sekolah yang akan di uji, kita mempunyai pemilihan untuk tidak melakukannya dan dan melakukannya, sebagai seorang manusia seharusnya kita mengambil pilihan untuk tidak melakukannnya karena nilai kejujuran sangatlah penting di dunia pada saat ini. Dari contoh tersebut saja, kita seharusnya sudah tau bahwa mengambil keputusan yang benar lebih baik daripada mengambil keputusan yang menguntungkan kita<br /><br />Nicolaus Adhitya/XI-2/28/CC25Nicolaus Adhitya Tumburhttps://www.blogger.com/profile/10406308873220623424noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-70305799764353029672024-01-25T19:53:27.175-08:002024-01-25T19:53:27.175-08:00Menurut saya, etika memang merupakan hal yang sang...Menurut saya, etika memang merupakan hal yang sangat penting dan menjadi dasar bagi banyak hal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti contoh dalam pilihan hidup, membuat keputusan, dan banyak hal lainnya. Namun etika sering disalahartikan dan dibengkok-kan melalui kehidupan sehari-hari mereka, lingkungan sekitar mereka, dan kondisi sekitar mereka hidup. Ini lah yang menjadi dasar pembeda antara manusia beretika dan manusia bermoral. Dan tidak semua orang yang bermoral bisa beretika. <br /><br />Jean Fide Tjahjamuljo XI-2/16/CC25Jean Fide Tjahjamuljohttps://www.blogger.com/profile/08504712621030617825noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-35211193046342889612024-01-24T23:26:58.890-08:002024-01-24T23:26:58.890-08:00Menurut Saya etika adalah cara bertindak sesuai de...Menurut Saya etika adalah cara bertindak sesuai dengan hati nurani. Etika pada jaman ini menurut saya masih kurang baik, terutama untuk anak- anak remaja. Etika bukan untuk terlihat baik, tetapi apakah kita benar- benar melakukannya dengan tulus.Jaman sekarang etika masih kurang karena orang- orang banyak tidak merasa penting dan hanya mementingkan orang yang dikenalnya dan juga diri sendiri. <br /><br />Kebiasaan itu adalah seperti tidak bicara dengan sopan, tidak mendengarkan orang berbicara, dan masih banyak lagi. Etika kami yang diberi Tuhan harus digunakabn dengan baik agar semua orang bisa nyaman dengan kita.Nixon Cendanahttps://www.blogger.com/profile/09671001345581982052noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-61165829494230350722024-01-23T23:35:27.394-08:002024-01-23T23:35:27.394-08:00Artikel “Jaman Sekarang” membahas tentang sebagian...Artikel “Jaman Sekarang” membahas tentang sebagian orang yang menganggap moralitas hanya masalah subjektif dan tergantung pada pandangan masing-masing orang. Mereka mengukur moralitas dengan perasaan mereka sendiri mengenai diri mereka, bukan dengan tolok ukur yang berbeda dari diri mereka sendiri. Pandangan ini dapat menimbulkan masalah dalam mengambil keputusan moral yang sulit, karena individu tersebut hanya mempertimbangkan perasaan mereka sendiri, bukan mempertimbangkan nilai-nilai moral yang lebih luas. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan pandangan moral yang lebih objektif dalam mengambil keputusan moral yang sulit.<br /><br />Marvel Graziano K.<br />XI-4/25Marvel Graziano K.https://www.blogger.com/profile/01404004138638692401noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-82248376492792945202024-01-23T22:49:55.671-08:002024-01-23T22:49:55.671-08:00Menurut Saya etika merupakan sikap atau cara berti...Menurut Saya etika merupakan sikap atau cara bertindak seseorang sesuai dengan hati nurani. Etika pada jaman sekarang sangst kurang muncul dikalangan anak-anak hingga remaja masih minim akan etika. Etika ini bukan hanya beriskap baik dan sopan, tapi harus tau bagaimana kita memilih untuk bertindak. Pada Jaman sekarang etika masih dirasa tidak berguna atau tidak peduli karena mereka hanya memikirkan diri sendiri saja. <br /><br />Kebiasaan-kebiasaan yang masih terjadi adalah tidak menghargai orang berbicara, berisik saat guru menerangkan dan masih banyak lagi. Tuhan memberikan Etika kepada kita agar kita bisa hidup dengan nyaman dan saling membantu. Etika ini sangat membuat seseorang bahagia dengan orang lain<br /><br />Gregorius Richy Dwijasetya XI-3/25Gregorius Richy Dwijasetyahttps://www.blogger.com/profile/07431814348616411825noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-24224850656452997712008-09-21T06:56:00.000-07:002008-09-21T06:56:00.000-07:00menurut saya, cita rasa seseorang untuk menentukan...menurut saya, cita rasa seseorang untuk menentukan baik tidaknya atas apa yang ia lakukan tergantung pada suara hati orang tersebut. Jika ia selalu merasakan dan mendengar suara hatinya, ia selalu merasa apa yang ia lakukan benar. Suara hati bisa saja salah karena bisikan iblis. Oleh karena itu, kita harus rajin-rajin berdoa agar kuasa Tuhan menjauhkan kita dari godaan-godaan iblis yang menyesatkan dan memperburuk moralitas atas apa yang kita lakukan.<BR/><BR/>Marvin<BR/>XIC/26Ry0_W4t4n4b3https://www.blogger.com/profile/01604395052549940798noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-88206188396099643292008-09-21T06:00:00.000-07:002008-09-21T06:00:00.000-07:00Banyak sekali orang yang mengambil keputusan berda...Banyak sekali orang yang mengambil keputusan berdasarkan <I>sreg</I> atau tidak untuknya. Orang-orang seperti itu lah yang menurut saya adalah orang <B>berpikiran sempit (narrow-minded)</B>. Hanya memikirkan untuk kepentingan dirinya semata. Seseorang dalam mengambil keputusan semestinya dengan melihat dampak dari keputusan yang akan diputuskannya. Apakah menguntungkan untuk orang lain atau justru malah merugikan orang banyak?<BR/><BR/>Endii K<BR/>XIA-07endiihttps://www.blogger.com/profile/05238178855807107779noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-42101093060765222452008-09-20T22:59:00.000-07:002008-09-20T22:59:00.000-07:00saya kurang setuju dengan pendapat yang mengatakan...saya kurang setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa moralitas dapat diukur melalui perasaannya sendiri. baik atau buruknya sesuatu/tindakan kita <B>tidak dapat diukur</B> melalui perasaan atau hati nurani kita.<BR/><BR/>memang benar bahwa hati nurani kita merupakan tempat Tuhan menyuarakan apa yang baik dan buruk bagi kita..tapi terkadang hati nurani kita juga sudah tercemar oleh dosa kita sendiri.. dan perlu dilihat juga bahwa di dalam alkitab juga dikatakan "Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang njis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis" (Titus 1:15)<BR/>maka dari itu suara hati pun tidak bisa dijadikan standar yang pasti. satu-satunya standar yang dapat dijadikan acuan adalah alkitab , tidak ada yang lain.<BR/><BR/>demikian pendapat saya...terima kasih<BR/><BR/><BR/>_Franky XIc/19_f r a n k yhttps://www.blogger.com/profile/10920927525228645854noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-69106698236882240152008-09-12T02:09:00.000-07:002008-09-12T02:09:00.000-07:00Memang, manusia kebanyakan menilai baik dan buruk ...Memang, manusia kebanyakan menilai baik dan buruk hanya dengan perasaannya. Hal ini bisa disebabkan oleh karena pengaruh masyarakat di sekitar mereka, orang-orang yang dekat dengan mereka, kebiasaan-kebiasaan mereka. <BR/><BR/>Selain daripada hal tersebut, mayoritas orang juga sering mengandalkan perasaan dalam suatu penilaian. Mereka menilai baik buruknya tindakan seseorang dari siapa orang tersebut bukan dari apa yang dilakukan mereka.Unknownhttps://www.blogger.com/profile/15256350061080241930noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-91009061166301000912008-08-26T07:06:00.000-07:002008-08-26T07:06:00.000-07:00willy XIB-40menurut saya orang memandang moralitas...willy XIB-40<BR/><BR/>menurut saya orang memandang moralitas sebagai kepentingannya atau hak yang patut ia dapatkan, dan moralitas ini berhubungan dengan tindakan kita.<BR/><BR/>Misalnya seorang anak yang moralitasnya tinggi , ia tidak mau dijatuhkan atau dicemoohkan , maka ia berbuat hal hal yang tidak benar , misalnya merokok atau menjadi anggota geng , memang dengan begitu ia tidak akan dilecehkan ! tetapi pada akhirnya hal yang buruk ia anggap menjadi hal yang baik !<BR/><BR/>menurut saya hal hal seperti itu tidak bisa kita biarkan mumpung anak anak kita masih kecil , semenjak kecil anak-anak harus diberikan suluhan atau bimbingan supaya berbuat hal hal yang baik semenjak kecil , dengan begitu dia akan mengerti hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk.<BR/><BR/>tetapi moralitas juga kita perlukan sebagai cita rasa kita yang disebut dengan Hak Azazi Manusia , jadi kita mempunyai berbagai hak misalnya yaitu hak untuk berbicara , hak tersebut kita gunakan untuk bicara yang baik dan enak untuk kita sendiri <BR/><BR/>jadi kesimpulannya kita harus bersyukur karena diberikan berbagai kemampuan oleh Tuhan yang menjadi hak kita , dan hendakna digunakan dengan baik bukan asal sreg atau tidak sregwilly sandihttps://www.blogger.com/profile/00040293277554914627noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-50349354390169477922008-08-20T08:16:00.000-07:002008-08-20T08:16:00.000-07:00Ferdian XI B/21Menurut saya moralitas itu memang t...Ferdian XI B/21<BR/>Menurut saya moralitas itu memang terkadang sesuai cara pandang masing-masing orang. Masalahnya adalah hukum yang ada dan moral itu sendiri dibuat oleh manusia. Sebagai contohnya bila anak kecil hidup di kalangan pencontek maka ia akan menganggap menyontek adalah hal biasa, walaupun mungkin pada awalny dia merasa sedikit bersalah karena hati nuraninya. Namun seiring dengan berlalunya waktu, hati nuraninya tidak lagi bekerja dengan baik dan akhirnya hal itu menjadi kebiasaan. Hal ini berarti anak itu memandang moral dari sudut pandang dirinya sendiri. Namun kalau sudah besar dan ada yang memperingatkannya bahwa hal itu adalah hal yang tidak baik, maka ada kemungkinan dia akan mengubah pandangannya mengenai moral yang berlaku, jadi tidak pasti berubah. Intinya adalah moralitas ini tergantung pada bagaimana orang itu dididik dan dibesarkan. Jadi pertanyaannya adalah 'betulkah ini?' namun jawabannya tidak selalu sama dengan orang lain.<BR/>"Jaman Sekarang?" Judul itu menurut saya kurang tepat karena hal ini sudah terjadi sejak berabad-abad yang lalu, hanya saja mungkin karena kita tidak hidup di jaman itu maka kita hanya merasakan jaman ini saja. Bukti bahwa hal ini pernah terjadi pada jaman dulu, misalnya pada abad kegelapan bagi para ilmuwan, di mana pada saat itu gereja berkuasa. Siapapun yang melawan teori yang dipercaya oleh gereja dianggap membangkang dan akan <B>dihukum mati.</B> Itu berarti hak manusia mengemukakan pendapatnya dikekang dan pada jaman dulu hukuman mati adalah hal biasa untuk para pembangkang dan kriminal. Moral pada jaman dulu memperbolehkan hal itu terjadi. Jaman sekarang? tentu tidak. Hal ini berarti moral pun ikut berkembang seiring berjalannya waktu, namun tetap harus diingat bahwa moral itu sendiri tetap dibuat oleh manusia.Echohttps://www.blogger.com/profile/00227165224755630248noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-48649046803306504152008-08-20T05:02:00.000-07:002008-08-20T05:02:00.000-07:00Sangatlah salah apabila kita selalu mempertimbangk...Sangatlah salah apabila kita selalu mempertimbangkan berdasarkan perasaan kita saja, melainkan kita harus menilai suatu masalah berdasarkan moralitas (etika) bukan berdasarkan perasaan kita saja. Sebab, apa yang kita rasakan benar belum tentu benar di mata masyarakat. Maka kita harus mengikuti moralitas (etika) yang berlaku di masyarakat, sehingga kita akan dihormati oleh orang karena kita melaksanakan etika yang sesuai dengan kodratnya.<BR/><BR/>Yohanes Wirawan Putranto<BR/>XIC/40Yohanes Wirawan Putrantohttps://www.blogger.com/profile/17672510862500332756noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-33765282956779660992008-08-20T02:09:00.000-07:002008-08-20T02:09:00.000-07:00Dimas Prawita XI F / 13saat ini, orang-orang terma...Dimas Prawita XI F / 13<BR/><BR/>saat ini, orang-orang termasuk diri kita sendiri kurang memahami apa itu arti moralitas. akibatnya, tindakan yang kita ambil bukanlah berdasarkan moral, akan tetapi berdasarkan perasaan kita.<BR/><BR/>hati nurani kita akan berkata tidak untuk hal yang tidak baik. sebaliknya, hati nurani kita akan mendukung hal yang baik. dalam kondisi sulit, dan kita harus mengambil keputusan, di sinilah suara hati kita bekerja. di saat seperti ini, kita biasanya menggunakan perasaan kita. mana yang menurut kita enak, itulah yang kita pilih. pilihan itu belum tentu benar. ini yang membuat orang satu sama lain bermasalah.<BR/><BR/>sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hanya memikirkan diri kita sendiri. egoisme harus dihilangkan. sudah saatnya membuka diri bagi sesama. meskipun orang yang kita kenal itu berbuat baik atau tidak, tentu kita bisa menyaringnya. menilai tindakan seseorang bukan melalui pribadi saja, karena kalau begtu, akan merugikan orang lain. artinya, bnyak pengaruh yang mempengaruhi tindakan dan penilaian kita terhadap sesuatu. maka dari itu moralitas tidak bisa dipandang sebelah mata. tetapi ini menjadi hal yang pentingDimas Prawitahttps://www.blogger.com/profile/03941469870329744332noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-32407023609017368102008-08-19T10:49:00.000-07:002008-08-19T10:49:00.000-07:00Menurut saya pendapat Pater Christopher Gleeson, S...Menurut saya pendapat Pater Christopher Gleeson, S.J. adalah sesuatu yang sesungguhnya sering terjadi di sekitar kita. Umumnya kita tidak berpikir dengan matang terlebih dahulu sebelum mengerjakan sesuatu. Kita lebih menggunakan perasaan, bukan pikiran kita dalam mengerjakan sesuatu. Meskipun begitu, menggunakan persaan dalam keadaan kedaan tertentu sangatlah diperlukan. <BR/><BR/>Sebagai contoh, apabila kita menemukan seorang korban kecelakaan yang harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan padahal kita tidak mengenalnya, maka akankah kita menolongnya? Bila dalam keadaan ini kita berpikir logis tentu kita tidak akan menolongnya karena menolong korban tersebut tidak memberikan keuntungan apapun untuk kita, bahkan kita harus mengorbankan waktu serta biaya untuk membawanya ke rumah sakit. Tapi secara nurani, sebagai sesama umat manusia sudah sepatutnya kita saling menolong bila dalam kesulitan.<BR/>Jadi kesimpulan menurut saya untuk menjawab ‘betulkah ini?’ atau ‘apakah saya merasa sreg dengan tindakan ini’ adalah suatu hal yang relatif. Dalam beberapa kejadian tertentu kita harus mengambil keputusan sesuai norma hukum yang ada, tapi tidak terlepas pula kita harus bisa menjadi orang yang fleksibel di masyarakat, di mana perasaan/hati nurani dibutuhkan.<BR/><BR/>aruna harsa<BR/>XI-B/10aRUhttps://www.blogger.com/profile/12305855048177114394noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-69929775475204328042008-08-19T07:55:00.000-07:002008-08-19T07:55:00.000-07:00Adrian Liberman / XI B / 2menurut pendapat saya mo...Adrian Liberman / XI B / 2<BR/><BR/>menurut pendapat saya moralitas selain merupakan suatu perasaan pada manusia, moral juga merupakan suatu keharusan yang harus diterapkan pada kehidupan kita, di mana pun kita berada, kapan pun, selalu ada moralitas yang diterapkan. tetapi memang harus diakui, moralitas secara umum mungkin sama, tapi beberapa di antara nya hanya berlaku di kawasan tertentu, yang disebut sebagai adat. tetapi apapun itu, moralitas tetap harus diterapkan, bukan berdasarkan <I>apa kita merasa sreg dengan itu</I> melainkan <I>apakah yang kita lakukan itu sesuai dengan etika dan baik bagi orang lain</I>.<BR/>terlepas dari betul atau tidak, beberapa moralitas yang berlaku di masyarakat mungkin tidak baik bagi suatu orang tertentu, oleh karena itu, menurut saya, perasaan dan suara hati kita sendiri harus bekerja pada apapun yang kita lakukan, agar sesuai dengan etika, tanpa mengharapkan balasan apapun.Adrian Libermanhttps://www.blogger.com/profile/14898906584161817897noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-38136915085739905732008-08-19T07:39:00.000-07:002008-08-19T07:39:00.000-07:00Kevin Kurnia / XI B / 28Orang-orang memang biasany...Kevin Kurnia / XI B / 28<BR/><BR/>Orang-orang memang biasanya melakukan hal tersebut, yaitu menilai hanya dengan perasaan semata tidak menggunakan pemikiran lebih jauh. Pemikiran berdasarkan logika, sedangkan perasaan berdasarka hati nurani. Hati nurani adalah suara Tuhan sendiri . Hal itu terjadi apabila suara hati atau hati nurani tidak sesat, sehingga kita dapat mendengarkan suara Tuhan yang akan menilai tindakan yang dilakukan. Kadang kala suara hati dapat sesat apabila orang tersebut tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, juga ketika hal itu sudah menjadi kebiasaan.<BR/><BR/>Misalnya ketika seseorang berbohong. Di satu sisi tindakan itu dapat kita bilang 'boleh' apabila manfaat yang diperoleh baik, tapi di sisi lain jika kita berbohong untuk kepentingan lain, tindakan itu dianggap tidak boleh.<BR/>Kadang kalau sudah menjadi kebiasaan, berbohong pun serasa berbicara biasa saja.<BR/><BR/>Jadi etika bagi <B>sebagian</B> orang hanyalah masalah cita rasa adalah benar adanya dan sering kali dijadikan sebagai pedoman.kaka--a.k.a.--rickyhttps://www.blogger.com/profile/15866937283095156887noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-70189903679153017122008-08-19T06:33:00.000-07:002008-08-19T06:33:00.000-07:00Stephan Celebesario Sonny XI-B 33Menurut saya, mor...Stephan Celebesario Sonny XI-B 33<BR/><BR/>Menurut saya, moralitas bisa saja diukur hanya dengan cita rasa. Hal ini terjadi karena perlakuan yang berbeda-beda terhadap suatu hal di suatu wilayah atau bagian tertentu. Misalnya, memakai baju yang minim di Amerika merupakan suatu hal biasa, sedangkan bila di Indonesia bisa mengundang kecaman berbagai pihak. Namun ada kalanya moralitas juga harus diukur dengan suara hati tiap manusia. Oleh karena itu, tolok ukur moralitas harus seimbang antara dengan menggunakan perasaan dan suara hati agar tidak terjadi sebuah ketidakseimbangan di dalam kehidupan kita yang juga saling berinteraksi dengan sesama.Stephan Sonnyhttps://www.blogger.com/profile/04740601901318395002noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-80048984812428509022008-08-19T03:33:00.000-07:002008-08-19T03:33:00.000-07:00Putera Utama XIB 33Saat moralitas adalah suatu hal...Putera Utama XIB 33<BR/><BR/>Saat moralitas adalah suatu hal yan sreg atau tidak sreg adalah sebuah kondisi dimana ada nilai negatif dan positif yang bisa diambil. Nilai negatif adalah bahwa seseorang akan melakukan dan menjalani kesehariannya dengan seenaknya dan tak terpikir apakah yang ia lakukan sesuai dengan moralitas atau tidak, sebab baginya moralitas adalah apa yang ingin dan tak ingin dia lakukan. Pandangan umum tak dianngap lagi. Namun, hal negatif itu bisa dan sudah seharusnya diatasi dengan nilai positif yang kemudian muncul yaitu bahwa bila moralitas berasal dari sreg atau tidak sregnya seseorang, moralitas itu kemudian akan lebih mudah ditanamkan pada generasi muda yang masih mempertanyakan arti sebenarnya arti moralitas, sehinnga moralitas yang tertanam kuat dan sudah sejalan dengan cara pikir akan membuat seseorang lebih mudah bertindak sesuai kata hatinya di kemudian hari.Unknownhttps://www.blogger.com/profile/05687570704476523969noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-4546344735077736652008-08-19T02:23:00.000-07:002008-08-19T02:23:00.000-07:00Arya Cipta/XI-B/12Saya ingin menanggapi pernyataan...Arya Cipta/XI-B/12<BR/><BR/>Saya ingin menanggapi pernyataan dari Pater Christopher Gleeson, S.J. <BR/><BR/>Pertama-tama, saya mendukung pernyataan bahwa “mengukur moralitas bukan dengan tolak ukur yang berlainan dari dirinya sendiri, tetapi hanya dengan perasaannya sendiri mengenai dirinya sendiri”. Menurut saya, dalam pernyataan ini berarti dalam hati tiap orang, Tuhan telah membisikkan suatu suara dan menuntut kita untuk melaksanakannya, yang biasa kita kenal dengan sebutan suara hati. Dalam persoalan moral yang sulit, kita pun sering kali lebih berpikir mengenai sreg atau tidaknya kita, bukan betul atau salahnya tindakan tersebut, sebagain contoh, apabila kita sedang melaksanakan tugas yang diberikan oleh orang tua kita, dan ketika sedang mengerjakan tugas tersebut, ada peristiwa lain yang terjadi, misalkan terbakarnya rumah tetangga kita, bila kita berpikir tentang betul atau salahnya sebuah tindakan maka kita harus tetap melaksanakan tugas yang diberikan oleh orang tua kita, karena itu adalah sebuah kewajiban, namun di sini, suara hati kita bekerja dan membuat kita lebih berpikir tentang sreg atau tidaknya kita mengenai tindakan tersebut, yang membuat kita membantu tetangga kita yang sedang mengalami musibah itu. Hal ini merupakan sebuah hal yang amat positif, sebab ini berarti Tuhan masih menyertai kita lewat suara hati yang membuat kita melakukan perbuatan yang dikehendaki oleh-Nya, asalkan suara hati itu sendiri belum tercemar oleh pengaruh-pengaruh lain yang dapat membuatnya (suara hati) menjadi keliru.<BR/><BR/>-AMDG-Are_Yahttps://www.blogger.com/profile/16981336921841958455noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-51820835827671169832008-08-19T01:34:00.000-07:002008-08-19T01:34:00.000-07:00Evan W. Tanotogono (XI B / 20)“We were born to uni...<B>Evan W. Tanotogono <BR/>(XI B / 20)</B><BR/><BR/><I>“We were born to unite with our fellow men, <BR/>and to join in community with the human race…”<BR/>- Cicero -</I><BR/><BR/>Secara keseluruhan saya menyanjung pendapat Pater Christopher Gleeson yang mampu melihat dunia dewasa ini dari kacamata mayoritas. Namun saya agak terganjal dengan judulnya “Jaman Sekarang?” yang cenderung memandang hanya dari sebelah mata saja. Padahal, jika kita amati secara lebih mendalam, ‘pribadi-pribadi cita rasa’ seperti yang diungkapkan tersebut telah ada dan membayang dalam diri manusia, seiring dengan perkembangan keberfungisannya. Contohnya adalah seperti yang diilustrasikan Yesus dalam kisah orang Samaria yang murah hati. Bahkan dapat kita simpulkan, tokoh-tokoh seperti Imam dan sang orang Lewi mungkin digambarkan Yesus seperti tokoh cita-rasa tersebut, yang hanya memperhatikan kepuasan diri sendiri dan kurang menaruh kepedulian pada orang lain.<BR/>Tapi memang tak bisa dimungkiri bahwa manusia jaman ini – bahkan mungkin bukan lain adalah kita sendiri – seringkali lupa atau memang sengaja melupakan nilai-nilai bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kita hidup berdampingan dengan orang lain, maka segala hidup kita baik secara disadari maupun tidak merupakan bagian dari lingkungan masyarakat dan dipengaruhi. Sebagai timbal baliknya, kita juga turut mempengaruhi lingkungan itu sendiri. Maka ingat, kita harus bertindak dan berpola pikir jangan dibasiskan pada ego diri kita sendiri saja, melainkan untuk keberfungsian dan rasionalitas kehidupan sosial, dan juga demi semakin bertambahnya kemuliaan Tuhan. <BR/>Di samping itu, kita juga tidak dapat melupakan bahwa selain kita menyadari diri kita sebagai elemen sosial, kita juga harus menyadari bahwa ada suatu pribadi yang adipersonal dalam diri kita, yaitu suara hati (<I>conscientia</I>) yang kerapkali kita kesampingkan. Betul atau tidaknya suatu tindakan dapat kita introspeksi baik sesudah maupun sebelum bertindak dengan cara menilik suara hati kita. Sehingga bukan hanya pribadi eksternal saja yang merasa disenangkan, tetapi juga dibenarkan oleh suara hati kita. Sempat saya tertarik dengan selarik kalimat pada iklan Dirgahayu Republik Indonesia yang saat ini sedang gencar-gencarnya tampil di televisi. <B>“Kemerdekaan sejati hadir dari keberanian mengikuti kata hati” </B>, begitu bunyi kalimat itu. Memang, kita adalah makhluk yang bebas dan merdeka, bahkan secara mutlak memiliki kebebasan itu sendiri. Namun, adakalanya kita berandai-andai bahwa arti bebas bukanlah berbuat semaunya, melainkan bebas berinteraksi dalam suasana yang penuh damai. Untuk itu, perlu kita mengikuti suara hati kita agar relasi kita dengan lingkungan kita menjadi mulus. Meskipun sebenarnya tidak dapat disalahkan juga bahwa setiap adat dan kebiasaan di setiap daerah adalah berbeda-beda, namun cara kita menghargai manusia dapat kita lakukan berdasarkan kodrat dasarnya seperti tidak membunuh, ramah, tidak mengambil hak orang lain, dll. <BR/><BR/>- <I>Ad Maiorem Dei Gloriam</I> -Evan'Shttps://www.blogger.com/profile/16366465340877762709noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-7531062251291274672008-08-18T10:02:00.000-07:002008-08-18T10:02:00.000-07:00Saya ingin menanggapi pendapat Pater Christopher G...Saya ingin menanggapi pendapat Pater Christopher Gleeson, S.J. Setiap dari kita memiliki kepribadian yang berbeda, memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Dalam menentukan tujuan hidup kita juga mempunyai tujuan kita sendiri. Begitu pula dengan moral yang wajib kita punyai masing-masing. Memang tidak seharusnya setiap orang bersikap sama dalam bermoral. Setiap orang memiliki pandangan dan pengertian yang berbeda-beda. Ada yang cuek, ada yang menaati moral yang sudah tertanam sejak kecil, ada yang hanya ikut-ikutan saja. Semua itu tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan hidup kita. Faktor-faktor yang dimaksud adalah lingkungan keluarga, lingkungan ini merupakan lingkungan pertama di saat kita menghirup nafas pertama kali. Keluarga yang baik akan mendidik anaknya dengan moral yang baik pula, sehingga dari kecil sudah terbiasa dan hingga dewasa nanti kebiasaan yang dari kecil tersebut akn selalu digunakan. Sebaliknya jika dari kecil sudah berada dalam lingkungan keluarga yang tidak sehat dan tidak mendapat pendidikan moral yang semestinya, maka kemungkinan besar saat dewasa nanti moral anak tersebut akan rusak. Kemudian faktor lingkungan pergaulan, bergaul bukanlah dimaksud dengan narkoba, bergaul bukanlah tawuran, bergaul bukanlah memberontak dan merusak. Tetapi bergaul adalah membaur dengan masyarakat agar setiap dari kita saling melengkapi tiap elemen-elemen masyarakat tersebut. Banyak orang yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas sehingga moral dan akhlaknya sudah rusak dan akhirnya dikucilkan dari lingkungan masyarakat. Pergaulan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena kita, manusia adalah makhluk sosial, kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Tetapi bergaul harus dilakukan dengan cara yang benar, agar moral kita dapat dikembangkan dengan lebih positif. Lalu pendidikan agama, agama merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan kita, agama merupakan pedoman kehidupan kita. Dengan beragama kita dapat mengetahui tujuan hidup kita dan dibimbing agar tidak melenceng. Jika dari kecil kita sudah dibiasakan taat beragama dan kebiasaan itu bertahan hingga kita dewasa, sudah seharusnya hati nurani kita juga berkembang dengan baik. Pendidikan agama yang baik akan mengajarkan bagaimana kita menggunakan dan mengembangkan hati nurani untuk hal yang positif. Sehingga dalam menentukan berbagai pilihan yang kita temui dalam hidup kita, kita dapat memilihnya dengan tepat, karena hati nurani kita sudah terlatih untuk hal-hal yang positif. Tetapi jika hari nurani kita sudah terbiasa untuk berhadapan dengan hal yang negatif, maka pilihan yang kita lakukan adalah pilihan negatif pula. Jadi, pada akhirnya setiap orang bebas berpendapat dan berperilaku terhadap moral itu sendiri, asal faktor-faktor yang sudah dijelaskan tadi dikembangkan dengan baik di dalam setiap diri kita, tetapi dengan tidak meninggalkan perubahan zaman, karena untuk mengikuti perubahan zaman dengan moral yang baik adalah suatu hal yang cukup sulit. Tetapi jika dapat melakukannya, maka itu menjadi yang terbaik.<BR/><BR/>Patrick L. Tobing<BR/>XI-B/32Patrickhttps://www.blogger.com/profile/16397540254438632671noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-66907366105577721092008-08-18T07:39:00.000-07:002008-08-18T07:39:00.000-07:00Soni Hartono XID/35 Bagi saya, "Moralitas (etika) ...Soni Hartono XID/35<BR/><BR/> Bagi saya, "Moralitas (etika) bagi sebagian orang hanyalah masalah cita rasa" adalah sesuatu yang sangat relatif. Baik-buruknya relatif, caranya relatif, hasilnya relatif pula. Semuanya tergantung pada orangnya sendiri. Nah, sekarang orangnya benar atau tidak? <BR/> Pandangan (cita rasa) seseorang tentang moralitas dan etika sangat tergantung pada banyak faktor. Salah satunya adalah budaya. Misalnya, seseorang dari suku kanibal tidak akan merasa bersalah jika ia membunuh dan memakan sesama manusia, sedangkan orang modern pasti akan merasa berbeda. Lalu, etika juga dipengaruhi oleh kelas sosial dari individu-individu tersendiri. Karena itulah orang-orang kaya dan pejabat-pejabat cenderung berperilaku lebih sopan daripada orang-orang di pinggir jalan. Faktor lain lagi yang mempengaruhi adalah hati nurani. Pada dasarnya hati nurani setiap orang adalah sama, tetapi seberapa jauh orang tersebut menggunakannyalah yang membedakannya. Ada orang yang hati nuraninya benar-benar berjalan karena sering digunakan, ada juga yang sudah "mati" karena tidak pernah dipakai. Tentu saja tidak hanya hal-hal ini yang mempengaruhi pandangan seseorang. <BR/> Karena hal-hal di ataslah kita tidak dapat menyatakan hal ini sebagai baik atau buruk. Jadi, jika anda ditanyakan mengenai pendapat anda, jawab saja, "Ya tergantung orangnya dong".Azlahttps://www.blogger.com/profile/09341733558043084101noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-2546975862191675902008-08-17T07:09:00.000-07:002008-08-17T07:09:00.000-07:00Janitra/XIB/26Moralitas ada di setiap diri manusia...Janitra/XIB/26<BR/><BR/>Moralitas ada di setiap diri manusia,dan setiap orang memiliki pandangan sendiri terhadap moralitas tersebut. Menanggapi Pater Christopher Gleeson, S.J, saya cukup setuju bahwa moralitas saat ini dianggap hanya sebagai masalah cita rasa.Orang-orang masa kini kebanyakan menanggapi baik dan buruk tidak melalui suara hatinya yang memang mengatakan bahwa itu benar,melainkan melalui perasaan yang mengatakan “apakah ini “BAIK” bagi saya?”Dalam hal ini,manusia tidak memanfaatkan suara Allah yang berada dalam suara hatinya, melainkan memakai pandangan subjektif yang melihat dari untung ruginya tindakan tersebut bagi mereka,mereka tidak menggunakan suara hati sebagai tolok ukur mereka,melainkan perasaan yang didasari keinginan untuk mendapatkan keuntungan atas suatu tindakan.Jan...Jan...https://www.blogger.com/profile/12696522748631831106noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-3242246185807412212008-08-17T05:11:00.000-07:002008-08-17T05:11:00.000-07:00Evan W. Tanotogono (XI B / 20)“We were born to uni...<B>Evan W. Tanotogono <BR/>(XI B / 20)</B><BR/><BR/><I>“We were born to unite with our fellow men, <BR/>and to join in community with the human race…”<BR/>- Cicero -</I><BR/><BR/>Secara keseluruhan saya menyanjung pendapat Pater Christopher Gleeson yang mampu melihat dunia dewasa ini dari kacamata mayoritas. Namun saya agak terganjal dengan judulnya “Jaman Sekarang?” yang cenderung memandang hanya dari sebelah mata saja. Padahal, jika kita amati secara lebih mendalam, ‘pribadi-pribadi cita rasa’ seperti yang diungkapkan tersebut telah ada dan membayang dalam diri manusia, seiring dengan perkembangan keberfungisannya. Contohnya adalah seperti yang diilustrasikan Yesus dalam kisah orang Samaria yang murah hati. Bahkan dapat kita simpulkan, tokoh-tokoh seperti Imam dan sang orang Lewi mungkin digambarkan Yesus seperti tokoh cita-rasa tersebut, yang hanya memperhatikan kepuasan diri sendiri dan kurang menaruh kepedulian pada orang lain.<BR/>Tapi memang tak bisa dimungkiri bahwa manusia jaman ini – bahkan mungkin bukan lain adalah kita sendiri – seringkali lupa atau memang sengaja melupakan nilai-nilai bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kita hidup berdampingan dengan orang lain, maka segala hidup kita baik secara disadari maupun tidak merupakan bagian dari lingkungan masyarakat dan dipengaruhi. Sebagai timbal baliknya, kita juga turut mempengaruhi lingkungan itu sendiri. Maka ingat, kita harus bertindak dan berpola pikir jangan dibasiskan pada ego diri kita sendiri saja, melainkan untuk keberfungsian dan rasionalitas kehidupan sosial, dan juga demi semakin bertambahnya kemuliaan Tuhan. <BR/>Di samping itu, kita juga tidak dapat melupakan bahwa selain kita menyadari diri kita sebagai elemen sosial, kita juga harus menyadari bahwa ada suatu pribadi yang adipersonal dalam diri kita, yaitu suara hati (conscientia) yang kerapkali kita kesampingkan. Betul atau tidaknya suatu tindakan dapat kita introspeksi baik sesudah maupun sebelum bertindak dengan cara menilik suara hati kita. Sehingga bukan hanya pribadi eksternal saja yang merasa disenangkan, tetapi juga dibenarkan oleh suara hati kita. Sempat saya tertarik dengan selarik kalimat pada iklan Dirgahayu Republik Indonesia yang saat ini sedang gencar-gencarnya tampil di televisi. <B>“Kemerdekaan sejati hadir dari keberanian mengikuti kata hati”</B> , begitu bunyi kalimat itu. Memang, kita adalah makhluk yang bebas dan merdeka, bahkan secara mutlak memiliki kebebasan itu sendiri. Namun, adakalanya kita berandai-andai bahwa arti bebas bukanlah berbuat semaunya, melainkan bebas berinteraksi dalam suasana yang penuh damai. Untuk itu, perlu kita mengikuti suara hati kita agar relasi kita dengan lingkungan kita menjadi mulus. Meskipun sebenarnya tidak dapat disalahkan juga bahwa setiap adat dan kebiasaan di setiap daerah adalah berbeda-beda, namun cara kita menghargai manusia dapat kita lakukan berdasarkan kodrat dasarnya seperti tidak membunuh, ramah, tidak mengambil hak orang lain, dll. <BR/><BR/><I>- Ad Maiorem Dei Gloriam -</I>Evan'Shttps://www.blogger.com/profile/16366465340877762709noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-588458194663664710.post-51164862586072933412008-08-17T02:17:00.000-07:002008-08-17T02:17:00.000-07:00CLAYTON P.L.J. XIB / 15Saya setuju dengan pernyata...CLAYTON P.L.J. XIB / 15<BR/><BR/>Saya setuju dengan pernyataan ini. Namun, selain itu saya rasa perbuatan apa juga menjadi alat ukur apakah mereka akan mengambil keputusan akan tindakan itu melalui sreg atau tidaknya. Sebagai contoh, banyak murid-murid sekolah yang suka iseng seperti menyembunyikan kotak pensil temannya. Dalam hal ini, mereka mengambil keputusan dengan sreg atau tidaknya. Namun bila mereka kesal dengan temannya, mereka tidak mengambil keputusan untuk membunuh. Sebab mereka mengambil keputusan berdasarkan salah atau benar. Dan mereka merasa hal itu salah. Walaupun memang ada beberapa orang tetap mengambil keputusan dengan sreg atau tidaknya dalam hal ini.Clayton P.L.J. XIB / 15https://www.blogger.com/profile/18235438507144099671noreply@blogger.com