04 April, 2009

Berani Menanggung Resiko Profesional

".... Secara pribadi, Theresia sudah bulat untuk mengundurkan diri dari korps yang telah dinaunginya selama 26 tahun itu. Theresia mengungkapkan terpaksa memilih penguduran diri itu karena kecewa. Ia mengaku sudah tidak kuat menghadapi tekanan yang diterimanya dari beberapa pihak. 'Ini sudah penindasan,' katanya tanpa merinci pihak yang dimaksud. 'Memang orang seperti saya harus 'dibunuh' (dibuang). Saya kan tidak bisa kotor.' tutur wanita yang akrab disapa Bunda itu.

Kepolisian Daerah Metro Jaya berencana memindahtugaskan Theresia dari kepala polsek menjadi penyidik Unit V Satuan IV / Satuan Remaja Anak dan Wanita Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Padalah jabatan sebagai penyidik itu biasanya dipegang oleh polisi berpangkat inspektur dua.

Wanita 49 tahun ini sudah mengetahui isi telegram rahasia mutasi dirinya pada 28 Maret lalu dari seorang tokoh masyarakat. Namun, hingga kemarin, Theresia belum menerima surat pemindahan secara resmi.

Theresia menduga pemutasian dirinya terkait dengan pengungkapan kasus aborsi dengan tersangka Juniaun alias Atun dan dr Agung Waluyo di wilayahnya pada akhir Februari lalu. Itu lantaran pada 12 Maret lalu kuasa hukum Agung mengirimkan surat keberatan berisi dugaan pelanggaran atas Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dilakukan Theresia terhadap kliennya.

Surat yang ditembuskan, antara lain, kepada Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat dan Kepala Pola Metro Jaya itu berisi tudingan bahwa Theresia melarang pengacara bertemu dengan kliennya. Setelah surat itu muncul, Theresia mengetahui kabar ia dimutasi.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Chryshanda menilai keputusan mutasi Theresia sebagai hal yang wajar. 'Tidak ada yang janggal.' ujarnya. Dia malah balik bertanya, 'Apakah perpindahan dari kepala polsek menjadi penyidik sebuah demosi?'

Adapun anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adnan Pandupraja, menilai janggal demosi tersebut. Menurut dia, Theresia merupakan figur yang relatif berprestasi dalam mengungkap sejumlah kasus kriminal. 'Dia cukup profesional.'

(Koran Tempo, Sabtu, 4 April 2009, hlm A3)

32 komentar:

erictandra mengatakan...

Profesionalisme merupakan suatu dasar yang wajib dimiliki oleh setiap insan pekerja. Walaupun kadang hal yang terlihat sepele di mata, namun hal sepele tersebut akan dapat mempengaruhi secara besar bagi dunia pekerjaannya tersebut. Sebab di dunia pekerjaan, dibutuhkan kesempurnaan dalam menjalankan sebuah tugas.
Tanpa adanya profesionalisme, takkan dapat diperoleh hasil pekerjaan yang memuaskan bagi setiap pihak.
Konsekuensi dari kesalahan yang diperbuat pada contoh kasus tersebut merupakan sebuah akibat dari kelalaian dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena kesalahannya tersebut, ia pun terpaksa mengundurkan diri akibat dari tekanan dari berbagai pihak, termasuk di tempat kerjanya sendiri. Mengapa hal tersebut bisa berdampak sebegitu besar dalam karirnya yang telah ia geluti selama 26 tahun? Hanya dengan satu kesalahan saja sudah meruntuhkan, menghancurkan segalanya yang telah ia bangun dengan susah payah selama ini?
Hal tersebut menunjukkan bahwa di setiap pekerjaan yang diambil tiap insan pekerja mempunyai suatu tanggung jawab yang begitu besar untuk dapat melaksanakan setiap tugas dengan sebaik mungkin. Bahkan di dunia pendidikan pun juga berlaku akan hal seperti itu, bagi para pelajar, hanya saja kadar tanggung jawab dengan pekerjaan akan berbeda.
Profesionalisme harus dijunjung tinggi bagi tiap orang yang menginginkan kesuksesan di dunia pekerjaan. Oleh karena itu, untuk calon pekerja seperti para pelajar, termasuk saya sendiri, harus membiasakan diri menghadapi permasalahan seperti ini agar dapat berjuang di dunia pekerjaan, tertama menghadapi masa-masa krisis seperti ini dimana banyak sekali pengangguran sehingga membuat kehidupan pekerjaan semakin terasa kejam dan penuh dengan persaingan.
Dan di masa-masa pemilu seperti ini, tentunya para calon pemimpin sudah harus bersiap menghadapi tuntutan profesionalitas seperti kasus di atas. Jikalau mereka melakukan kesalahan, tentunya mereka harus siap mempertanggungjawabkannya, bahkan mengundurkan diri secara profesional.
Maka, bagi pemilih yang akan mengikuti pemilu, mungkin beberapa dari kita, pesan saya adalah agar memilih pemimpin yang terbaik, pilihan anda merupakan penentu nasib bangsa kita, carilah pemimpin yang memiliki tanggung jawab dan rasa profesionalitas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya untuk memimpin bangsa ini.
Suskeskan pemilu 2009.^^
Eric Tandra Wijaya/XIB/18

Ten No Michi mengatakan...

Leo Nugraha / XI-B / 29

Profesionalitas merupakan suatu tuntutan dalam pekerjaan. Tak memandang seperti apa pekerjaannya yang pasti pekerjaan akan dipandang baik bila dijalankan dengan sikap profesionalitas dalam pengerjaannya. Namun kadang profesionalitas kerap membawa kita pada masalah dilema moral. Seperti pada kasus tadi, profesionalitas kerap harus bertentangan dengan keselamatan karir pekerjaan kita. Kalau sudah begini kita akan sulit memutuskan yang mana yang perlu diprioritaskan terlebih dahulu. Alhasil kerap banyak orang yang justru memilih keselamatan karir mereka ketimbang profesionalitas dalam bekerja. Akibatnya pekerjaan yang diselesaikan cenderung seadanya dan tidak maksimal. Hal ini sebenarnya wajar mengingat sifat asli manusia yang berusaha mencari aman dalam keselamatan karirnya. Namun bila hal demikian selalu dipertahankan, apakah itu akan lebih baik?

Pada dasarnya dalam bekerja, kita tentu akan dihadapakan pada konsekuensi dari pekerjaan. Hendaknya kita terlebih dahulu mengenal risiko atau konsekuensi dari pekerjaan kita. Janganlah sampai kita menyesal di akhir nanti lantaran ketidak profesionalan kita dalam menyelesaikan pekerjaan maupun kita yang tak mampu menerima konsekuensi profesionalitas pekerjaan. Gambaran kasus tadi merupakan contoh akibat dari ketidak siapan diri dalam menerima konsekuensi profesionalitas bekerja. Sehingga karir yang sudah dititinya selama 26 tahun roboh hanya karena intimidasi mental semata. Padahal kalau ia siap bertekun dan bersikap profesional dan berhati - hati dalam bekerja, niscaya karirnya dapat selamat.

Analogi serupa dapat diungkapkan dalam dunia pendidikkan dan politik. Dalam dunia pendidikkan, siswa kadang dihadapkan dalam dua pilihan yang membingungkan (ambivalen). Pertama, ada yang berpendapat kalau mendapat nilai baik dalam ulangan (profesionalitas dalam belajar) menyebabkan kita seakan menjadi "budak angka" yang hanya belajar terus. Di sisi lain mengatakan kalau sebaiknya tidak perlu sungguh - sungguh belajar "asal lulus" saja kalau toh akhirnya mencari uang juga untuk hidup di hari tua nanti. Jujur saja, mendapat nilai yang baik dalam ulangan bukanlah suatu hal yang buruk, justru hal yang patut dipertahankan. Dengan memperoleh nilai yang baik, siswa akan terbiasa dengan sikap profesional dalam bekerja dan tentunya siswa akan terus mengusahakan yang terbaik untuk pekerjaan mereka nanti. Kalau begini tentu perjalanan karir mereka akan semakin baik mengingat selalu dijunjungnya profesionalitas dalam bekerja.

Hal senada juga diungkapkan dalam dunia politik. Dalam berpoltik, ambil contoh dewasa ini saat masa - masa pemilihan capres dan caleg. Banyak sekali caleg maupun capres yang melakukan propaganda supaya dirinya dipilih, namun apakah nantinya mereka bisa mewujudkan propagandanya? Karenanya seorang peimipin seperti mereka pun masih dituntut profesionalitas bahkan dalam skala yang lebih besar lagi. Intinya, semakin besar tanggung jawab dan resiko dari suatu pekerjaan maka profesionalitas yang dituntut pun akan semakin besar.

Untuk mempersiapkan diri guna menghadapi resiko profesionalitas pekerjaan dewasa nanti, sekolah seakan menjadi lembaga yang menjawab pertanyaan itu. Tanpa disadari kondisi sulit yang kerap muncul seperti PR dan ulangan yang banyak, secara tidak langsung memacu siswa untuk bersikap profesional dalam kondisi underpressure sekalipun. Siswa dituntut untuk bekerja maksimal sambil dikejar deadline yang sedemikian singkat. Walau kerap kita mengeluh namun ternyata tua nanti kita akan dapat merasakan manfaat dari sekolah. Karena sekolah pada dasarnya bukan sebatas lembaga belajar, namun juga lembaga yang melatih profesionalitas kita dalam menjalankan tanggung jawab kita masing - masing. Akhir kata saya mengucapkan, janganlah kita mengeluhkan tanggung jawab yang kita emban namun berusahalah untuk menyelesaikannya dengan baik.

K mengatakan...

Mempertahankan kebaikan di dunia ini tidaklah mudah, seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri. Begitu pun seperti apa yang dialami Theresia. Memang tidak mudah menjaga diri agar tetap 'bersih', bukan karena godaan saja tetapi juga tekanan dari banyak pihak. Daya juang yang tinggi dibutuhkan untuk tetap bertahan sebagai manusia beretika di tengah kegelapan dunia.

Aditya Kristanto
XI-A / 1

Unknown mengatakan...

Walaupun masih ada orang-orang jahat di dunia ini yang tega melakukan aborsi, Theresia adalah sosok baik yang mampu menghentikannya. Seperti yang sudah kita ketahui dari media, keberaniannya untuk menyelidiki dan terjun langsung dalam penyelidikan tersebut telah berbuah manis dalam penghentian pembunuhan bayi-bayi tak berdosa
Tetapi, apa yang ia dapat? Ia malah dimutasi seakan dia dianggap bersalah. Apa yang telah dilakukan Theresia untuk kebaikan malah mengundang keburukan untuknya. Apakah seberat itu hukuman bagi polisi yang tidak mengijinkan klien bertemu dengan pengacaranya? Apakah tidak ada penyelidikan lebih lanjut mengapa hal ini dilakukan? Sebab, mungkin saja ada suatu hal khusus mengapa itu dilakukan. Dan penghancuran karir 26 tahun menurut saya bukanlah jawabannya.
Memang hal tersebut menunjukkan setiap manusia tidak sempurna. Pastilah setiap manusia dapat bersalah dan terkadang kehilangan profesionalisme dalam kerja sesaat. Tetapi saran saya, kita sebagai pegawai harus menjaga profesionalisme kerja kita sebaik mungkin dan sebagai petinggi, harus dapat melihat kerja seseorang secara adil dan dapat mengerti para pekerjanya bila mereka kehilangan profesionalisme kerja dan memperbaikinya.
Dhani P
XIC/13

Ricky Kristanda mengatakan...

Saya secara pribadi sangat menyayangkan keputusan dari Institusi Kepolisian kita yang memberhentikan Ibu Theresia sebagai Kapolres Jakarta Pusat ini. Ibu Theresia ini padahal telah berhasil memberikan prestasi bagi kepolisian kita dalam mengungkap kasus kejahatan aborsi, yang dalam hal ini berada di wilayah Jakarta Pusat. Tetapi sepertinya dengan keputusan untuk memberhentikan Ibu Theresia sebagai Kapolres, menunjukkan bahwa kepolisian kita sebenarnya belum benar-benar menunjukkan profesionalisme dan tanggung jawabnya kepada masyarakat untuk memberantas segala bentuk kejahatan di masyarakat kita. Hal ini menunjukkan bahwa kepolisian dapat dikatakan ‘mencuri’ kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kita.

Seharusnya kepolisian mendukung langkah-langkah anak buahnya yang mengungkap, menindak, serta memberantas tindak kejahatan di wilayah mereka masing-masing. Saya menduga, terjadinya pencopotan Ibu Theresia ini disebabkan karena adanya KKN antara si pemilik usaha aborsi ini dengan kepala kepolisian kita (yang lebih tinggi pangkatnya dari Ibu Theresia). Hal ini membuat pimpinan kepolisian ini mencopot Ibu Theresia, sehingga kasus ini tidak akan ditindak lebih lanjut oleh pihak kepolisian dan si pemilik usaha aborsi kembali mendapat kebebasan dan perlindungan dari pihak kepolisian dalam menjalankan usaha haramnya ini.

Kasus serupa juga terjadi di Jawa Timur. Sengketa pilkada gubernur Jatim yang diduga terdapat kecurangan juga membuat Kapolda Jatim dicopot pangkatnya sebagai Kapolda dan dipindahkan ke bagian lain. Ini menunjukkan bahwa keadilan belum sepenuhnya terwujud di bangsa Indonesia. Bangsa kita masih memiliki budaya KKN yang sangat kuat. Inilah yang membuat nasib bangsa kita masih tetap sama dari dulu hingga sekarang. Bangsa kita masih terpuruk dan belum mampu bangkit dari keterpurukan ini. Dan untuk membebaskan bangsa kita dari kondisi yang terpuruk ini, harus ada kemauan, tekad, dan tindakan nyata dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk mewujudkannya. Dan seluruh masyarakat harus mengikuti semangat dan keberanian Ibu Theresia tadi untuk mewujudkan keadilan di tanah air ini.

RICKY KRISTANDA
XI D/33

WaroengLordz mengatakan...

Menurut saya iBu Theresia itu adalah contoh yang perlu diteladani oleh kita semua karena ia orang yang jujur tidak seperti para polisi yang lain yang mungkin sudah ter"kotor"i oleh suap dan segala macam. Hal yang sepele tapi sangat mengancam kepercayaan masyarakat, di mana lagi rakyat memperoleh jaminan keadilan apabila polisi saja sudah bisa disuap oleh uang...
dibutuhkan orang-orang yang bisa sungguh menegakkan keadilan seperti beliau. Hal yang saya pikir aneh dalam kehidupan adalah polisi selalu menebar spanduk dan juga omongan-omongan yang bersifat menegakkan hukum tapi ketika orang yang memiliki keadilan tinggi malah ingin disingkirkan, bukankan itu adalah hal yang sungguh tak masuk diakal?

Gradiyanto XID/18

Unknown mengatakan...

menurut saya, apa yang dilakukkan Theresia adalah tidakan yang sangat tepat.
Daripada harus berbuat kotor, ia lebih memilih untuk mengundurkan diri.

Dia hanya melakukkan apa yang harus dilakukkannya, ia hanya berusaha untuk bersikap profesional, namun keprofesionalan tersebut selalu membawa hasil yang positif. Ada saja pihak-pihak yang mengatasnamakan keadilan namun mereka terkadang tidak dapat membedakan keadilan yang sesungguhnya.
Hal seperti ini tidak saja terjadi pada Theresia, namun banyak pihak di berbagai lembaga mengalami hal seperti ini.
Maka menurut saya, adalah baiknya kita tetap mengutamakan keprofesionalisme ketimbang kedudukan yang aman tanpa resiko namun harus mengorbankan keprofesionalan tersebut.

Antonius Richard / xi-e/ 5

RadjaKodoq mengatakan...

terus terang saya sangat salut dengan ibu theresia karena ia tidak ragu untuk me'label'i dirinya sebagai orang yang tidak mau kotor.

kalau dipikir-pikir, siapa sih yang mau dikatakan kotor karena perbuatan yang buruk? namun faktanya, orang2 sekarang ini cuma ngomong doang alias omongannya cuma isapan jempol belaka. contoh, jaksa urip tri gunawan yang ber-title jaksa agung. waktu dilantik ia pasti berjanji untuk mengadili secara tegas, secara obyektif, dll. namun akhirnya toh ia termakan omongannya sendiri dengan menerima suap dari arthalyta suryani. jelas kan, kalau janji tanpa bukti itu ya sama juga bohong?

orang2 yang berpikiran seperti ibu tere tadi itulah yang harus kita contoh. jangan kita mau ikut2an ngomong doang tanpa berani ambil konsekuensi dari kata2 kita. andaikata seluruh pemimpin di indonesia nggak cuma janji, tapi juga memberi bukti, indonesia mungkin bisa JAUH LEBIH BAIK lagi.

hal ini relevan dengan pemilu kemarin. nggak heran kalau makin banyak saja orang golput di negara kita. selain caleg nya yang terlalu banyak dan gak terkenal, janji2 yang ada di spanduk2 mereka itu ada yang terlalu biasa, atau malah terlalu sulit untuk buat di wujudkan. ditambah dengan ornamen2 yang sama sekali nggak menunjukan kapasitas mereka sebagai caleg

bisa dilihat di :
www.janganbikinmalu2009.com

kesimpulannya, kita junjung tinggi profesionalitas dalam hidup kita, dan jauhi budaya omong doang.

fabian surya/ XID-14

Daniel Christian mengatakan...

Apa yang terjadi dengan Ibu Theresia adalah salah satu contoh dari penyalahgunaan wewenang dari polisi yang memiliki jabatan lebih tinggi dari Theresia itu sendiri.

Mengapa?
Karena setelah ia memperoleh surat tembusan dari kuasa hukum seorang tersangka, ia lantas memindahkan posisi ibu Theresia dari kapolsek menjadi penyidik saja. Padahal, saya melihat Ibu Theresia, yang sudah bekerja selama 26 tahun, pastilah memiliki segudang pengalaman dan kemampuan yang mumpuni(sebagai pemimpin). Namun, ia harus rela mengundurkan diri akibat tekanan dari pihak luar akibat isu pemindahan jabatan dirinya.
Pemimpin kepolisian yang memutuskan hal tersebut (pemindahan jabatan atas Ibu Theresia) seharusnya dapat membicarakan hal itu terlebih dahulu, bukan langsung terpengaruh lantaran sebuah surat yang dikirim oleh kuasa hukum. Di sini terlihat ke-tidak profesionalisme seorang pemimpin polisi. Mungkin, uang turut serta dalam masalah ini.

Ingat, jabatan yang kita punya adalah amanah yang harus kita pertanggungjawabkan nanti. Kalau kita menyalahgunakannya, kita sendiri yang harus menanggung akibatnya.

Daniel Christian mengatakan...

Dari Daniel Christian
XID / 09
Terima Kasih

Unknown mengatakan...

Suatu hal yang menjadi tradisi negatif di Indonesia adalah buruknya apresiasi masyarakat terhadap profesionalisme.Profesionalisme sering menimbulkan rasa iri,dengki,maupun dendam karena orang lain tidak mampu mencapai apa yang telah dicapai orang tersebut.
Contohnya ya kasus di atas ini. Sang kapolsek Theresia langsung dialihtugaskan menjadi penyidik hanya karena masalah sepele,ia tidak mengikuti tata cara penyelenggaraan hukum pidana (bahkan jika diselidiki lebih lanjut,ia tidak bersalah).

Namun sekali lagi,ini adalah resiko dari bertindak profesional ; karena itu kita harus yakin dengan keputusan yang kita ambil,baik salah - benarnya,dan efek dari tindakan kita tersebut ke depannya. Tindakan Ibu Theresia ini sudah benar ; ia memang sudah sepantasnya mengundurkan diri dari lingkungan kerja yang tidak sehat tersebut.
Demikian pendapat saya.

Kevin Dana Nugroho
XI A /15

candidatecxx-persevere mengatakan...

Menjadi Profesional...

Hal ini menjadi sedemikian sulit dan sedemikian rumit,... mengapa seseorang harus bekerja sebagai pribadi yang profesional?

Tentu semua orang ingin mendapat yang terbaik kan?

well, that's why we need to extremely diversify the best thing that is considered as our primary necessity.

Karena itu penting untuk menjadi lebih baik dari pada orang lain, bukankah itu contoh dari semangat Ignatian?

dan, sesuatu yang baik haruslah ada suatu harga yang musti dibayar...

Dan, semakin baik dari sesuatu tersebut 'harga' itu akan semakin besar...

menurut saya, itulah yang dimaksudkan dengan resiko dari sesuatu yang berguna...

Apa jadinya kalau kita tidak berani menanggung resiko itu?

singkat kata, the bigger the chance is the bigger the risk, the bigger you lose your chance the biggest dissapointment is in you.

que sara sara

Yohanes Wirawan Putranto mengatakan...

Dalam melakukan sebuah pekerjaan, ada 2 pilihan yang dapat kita lakukan. Pertama, mengikuti arus yang ada, yang artinya mengikuti apa kata pimpinan biarpun pemimpin melakukan tindakan yang salah, kita tetap mengikuti. Kedua, mengikuti aturan main yang telah ditetapkan yaitu mengikuti peraturan yang telah dibuat oleh organisasi tersebut. Tindakan ini dikenal juga dengan sebutan profesionalisme.

Dalam kasus Theresia, dia merupakan sosok yang menjunjung tinggi profesionalismenya sebagai seorang polisi. Hal ini ditunjukan dengan tindakannya menegakkan kebenaran meskipun ia harus dipindahtugaskan. Namun, ada rasa kepuasan tersendiri ketika ia berhasil menyatakan kebenaran. Orang seperti Theresia sudah sangat jarang ditemukan dalam masyarakat kita dikarenakan budaya paternatlistik dan KKN yang menjadikan bangsa kita takut untuk mengungkapkan kebenaran.

Pribadi Theresia sangatlah baik untuk kita contoh baik dalam menjabat di organisasi maupun di kehidupan sehari-hari kita. Jabatan dan wewenang yang diberikan kepada kita haruslah digunakan dengan benar dan kerjakanlah tugas yang ada pada kita dengan tanggung jawab, niscaya kita akan menjadi pribadi yang berhasil dan benar di mata Tuhan maupun masyarakat.

Yohanes Wirawan Putranto
XI C / 40

Fransiskus Raymond mengatakan...

"Memang orang seperti saya harus 'dibunuh' (dibuang). Saya kan tidak bisa kotor."

Begitu ungkap Bu Theresia yang mendeskripsikan sebab dari masalah yang dideranya. Ia berbuat jujur dalam pekerjaannya. Namun, karena hukum di Indonesia berdasarkan pada ada tidaknya uang, ia harus melupakan jabatannya sebagai kapolsek.

Hal di atas menggambarkan betapa sulitnya kita untuk membangun negara ini. Seseorang yang mau bekerja secara profesional harus bisa menghadapi kemungkinan terburuk dari kondisi lingkungannya. Dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan, maka yang memegang peranan penuh adalah penentu/peraturan dalam persaingan itu. Seandainya peraturannya dapat dengan mudah digoyangkan, maka hal yang diaturnya akan jelas merupakan suatu penyalahgunaan materi.

Bagaimana cara kita menanggapinya? Ada 2 jalan yang dapat kita tempuh dalam melakukan segala sesuatu. Pertama, kita bekerja secara benar. Kedua, kita bekerja demi tujuan yang benar. Untuk dapat survive di dalam persaingan, bukan berarti kita larut dalam kondisi yang salah. Kita justru harus menjadi pemisah antara yang salah dengan yang benar. Caranya, dengan melakukan sesuatu yang benar. Jika kita melakukan hanya secara benar, maka cara yang kita tempuh cenderung terkoordinasi dari atas saja. Kondisi ini akan sama saat era Orde Baru di mana para pegawai bersifat terlalu sopan dan patuh terhadap penguasa. Akibatnya, mereka semua dibodohi sang kapten sebab mereka hanya melakukan cara yang benar menurut atasan. Mungkin kita tahu bahwa hal itu salah, tapi karena kita tidak mau menghadapi masalah yang pasti akan timbul dari pengungkapan kesalahan itu maka kita diam saja dan tidak bertindak.

Metode memang penting, tapi kita harus melihat lebih dalam lagi terhadap nilai perbuatan itu sendiri. Kita harus berani melakukan sesuatu yang benar dan semua itu harus dilandasi tanggung jawab akannya.

Segalanya punya resiko, namun tetap saja hal yang benar akan memberi kepuasan dan ketenangan kepada kita. Oleh karena itu, kita harus siap menerima resiko.

Unknown mengatakan...

Profesionalisme memang dituntut kepada setiap pekerja entah apapun pekerjaan mereka. Dengan profesionalisme itu, hasil dari apa yang dikerjakan akan maksimal. Namun, apakah profesionalisme seorang pekerja akan menyenangkan setiap pihak yang bersangkutan? Berdasarkan artikel diatas, ternyata tidak semua pihak senang dengan profesionalisme seseorang. Hal ini dikarenakan sifat dasar manusia, yaitu iri hati. Seseorang tidak senang apabila melihat orang lain berhasil/sukses, begitupun sebaliknya seseorang senang apabila melihat orang lain gagal. Itu adalah hal yang sangat wajar dan sangat manusiawi. Seperti artikel diatas dimana Theresia sukses menyelesaikan beberapa kasus, sehingga banyak pihak yang tidak senang melihatnya. Oleh sebab itu, Theresia dipindahtugaskan agar pihak yang tidak senang tersebut tidak memiliki 'saingan' lagi dalam pekerjaannya.

Untuk mengatasi hal seperti ini, seseorang itu harus berjiwa besar. Mereka harus dapat mengakui kelebihan orang lain dan menyadari kekurangannya serta berusaha untuk menjadi lebih baik lagi, lebih lagi menjadi yang terbaik. Namun untuk menjadi yang terbaik, kita tidak boleh menggunakan cara-cara yang kotor yang dapat merugikan pihak lain.

James Hidayat
XI-E / 24

Ivn mengatakan...

Menurut saya, membangun sebuah profesionalisme sangat lah sulit, apalagi di kalangan orang Indonesia, dan secara khusus di instansi-instansi pemerintahan semacam kepolisian. Melihat pegawai yang profesional sangat jarang, maka pegawai pegawai semacam itu harus dipertahankan, bahkan tak perlu melihat pangkat yang mungkin sekarang diberikan dengan cara nepotisme. Melihat cara kerja kesehariannya saja, kita sudah dapat menilai profesionalitas orang tersebut.

Berkaitan dengan kesalahan yang di perbuat si profesional tersebut, tentunya manusia tak lepas dari salah, semakin tinggi jabatan, semakin berat tugas yang diemban dan kesalahan harus dihambat sedemikian rupa, karena kesalahan kecil saja dapat berdampak besar, namun jika seseorang profesional telah mengakui kesalahan, mereka dapat memilih 2 opsi apakah ingin lanjut bekerja atau mengundurkan diri.

Menjadi profesional layaknya menjadi orang baik, selalu saja disalahkan karena memang yang jahat lebih banyak atau bisa dibilang mayoritas, apalagi di instansi semacam kepolisian yang kita tahu banyak sekali tindakan-tindakan yang kurang profesional, semacam salam tempel dan sebagainya, untuk menjadi yang baik tentu mesti tahan cobaan dan punya prinsip bahwa apa yang dilakukannya benar dan dipertahankan

Ivan/XIB/25

G.A.B.E mengatakan...

Profesionalisme dalam melakukan pekerjaan...menurut saya itu adalah bagaimana seseorang melakukan pekerjaannya sesuai dengan tanggung jawabnya dalam profesinya. Bisa dibilang seperti melakukan pekerjaan dengan berpegang pada "kode etik". "Kode etik" ini sedikit berbeda dengan peraturan yang ditetapkan oleh profesi tersebut, melainkan seperti peraturan yang dibuat oleh diri sendiri oleh kesadaran sendiri. Adapun dengan adanya profesionalisme di dalam melakukan pekerjaan maka hasilnya akan lebih sempurna.

Dalam peristiwa yang dialami oleh Theresia tadi, terlihat jelas bahwa ia memilih untuk berpindah jabatan daripada mempertahankan jabatannya dengan melakukan hal yang kotor. Menurut saya ia melakukan pekerjaannya dengan profesional, seperti yang dikatakannya "Apakah perpindahan dari kepala polsek menjadi penyidik sebuah demosi?" Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Theresia tidak merasa keberatan apabila ia dipindahkan dan tidak mengubah kewajibannya untuk menjaga keadilan. Hendaknya kita semua juga harus bisa berlaku profesional dalam setiap hal yang kita lakukan supaya hasilnya lebih baik dan juga memberikan manfaat bagi yang melakukannya.

Gabriel Alexander XIE/21

adrianushenri mengatakan...

Menurut saya, pengunduran diri tersebut adalah bukti bahwa hati nurani pada seseorang telah bekerja.

Ketika ia melakukan sesuatu yang salah, pasti ia merasa gelisah dan was-was akan segala kesalahan yang dibuatnya

Oleh karena itu, kita harus menghargai usaha beliau karena telah mendengarkan suara hati yang benar

Adrianus Henri/XI-B/2

Unknown mengatakan...

Suatu perbuatan baik yang kita lakukan kadang tidak membuahkan kebahagiaan, melainkan bisa saja membuat kita menderita. Hal ini seperti yang dialami Ibu Theresia. Ibu Theresia sebenarnya telah berjasa bagi kepolisian kita atas keberhasilan dan keberaniannya dalam mengungkap kasus aborsi secara profesional. Namun, Polda Metro Jaya berniat memindah tugaskannya hanya karena suatu hal sepele. Hal ini sebenarnya cukup memprihatinkan bagi Indonesia. Kapan bisa jadi negara maju jika hal seperti ini terus terjadi?

Jovian Jevon / XI-D / 22

kiel mengatakan...

Saya sangat menyayangkan permutasian Theresia karena kinerja yang baik namun itulah yang harus dihadapinya. Profesionalisme memang memiliki resiko. Di satu disisi kita ingin untuk bertindak secara profesional namun disisi lain itu dapat memeri pengaruh buruk bagi karir kita. Maka akan muncul sebuah dilema dalam kasus ini. Saya sangat mengahrgai Theresia, hanya sedikit sekarang seseorang yang mau mengungkapkan kejujuran walaupun pengungkapan itu memiliki resiko yang besar. Kasusu ini menunjukkan bahwa kepolisian kita sebenarnya belum benar-benar menunjukkan profesionalisme dan tanggung jawabnya kepada masyarakat untuk memberantas segala bentuk kejahatan di masyarakat kita. Aparat keamanan kita masih menutup mata untuk suatu hal yang bernama kejujuran. Hal ini dapat berakibat buruk bagi pelaksanaan keadilan di negeri ini. Maka untuk membebaskan bangsa kita dari kondisi yang terpuruk ini, harus ada kemauan, tekad, dan tindakan nyata dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk mewujudkannya.

Unknown mengatakan...

Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Tak hanya kerja keras 26 tahun yang bisa runtuh karena kesalahan kecil. lihat sekeliling kita. Kita sebagai Kanisian, berbulan2, bahkan bertahun2 kita berusaha bisa hancur dalam satu jam pelajaran apabila kita menyontek. Jadi kita sebagai Kanisian sebetulnya telah dididik untuk profesional dan komit pada apa yang kita sepakati.

Putera Utama XIB 33

Febrian mengatakan...

Profesionalitas adalah suatu hal yang cenderung tidak 'manusiawi' karena manusia dituntut untuk bersikap dan berpikir demi salah satu bagian saja dari dirinya, sedangkan sisi lain dari kehidupannya tidak boleh mempengaruhi. Tentu saja hal ini berat bagi manusia yang tidak pernah lepas dari seluruh bagian - bagian dari hidupnya.
Memang profesionalitas itu perlu, namun bila hanya karena sebuah kesalahan, dan tidak lagi mempertimbangkan prestasi-prestasi yang telah diperoleh oleh seseorang, terkesan cukup tidak adil. Karena manusia bukan makhluk yang sempurna, sehingga sebuah kesalahan dalam kehidupan adalah hal yang lumrah. Sangatlah kejam bila sebuah kesalahan dihukum dengan berat dengan menafikan kontribusi dan pengorbanan yang telah diberikan.

steve edpin mengatakan...

Steve Edpin XI-A / 19

Di dunia ini, terutama di zaman modern ini, sangatla sulit bagi kita untuk menghadapi segala sesuatunya.

Segala kebaikan yang dilakukan dianggap sebagai perlakuan yang negatif.
Namun, sebaliknya, segala perbuatan buruk yang dilakukan menjadi dibenarkan.

Memang tidak semuanya terjadi seperti itu. Namun, pada kenyataannya, begitulah yang sebenarnya terjadi.

Bukanlah hal yang mudah pula bagi kita di zaman ini untuk melakukan sesuatu yang benar. Untuk dipertahankan dan dijunjung tinggi.

Tetapi, apapun yang terjadi, itulah yang harus kita bangun bersama-sama, demi menciptakan sesuatu yang lebih bersih.st

steven_licin mengatakan...

profesionalisme merupakan hal yang sulit untuk dicapai pada jaman sekarang
keterbalikan dari profesionalisme justru lebih banyak dijunjung orang karena lebih menghasilkan keuntungan
menurut saya sikap ini sangat tidak layak dan harus dihapuskan
profesionalisme sangat dibutuhkan agar perdamaian tetap terjalin di antara orang - orang.

Untuk itu bila seseorang berani menanggung resiko apapun atas sikap profesionalismenya,orang itu merupakan orang yang hebat
sikap profesionalisme yang seperti itulah yang dibutuhkan jaman sekarang.

STEVEN SOLICHIN XI F / 39

Unknown mengatakan...

apapun kesalahan yang telah kita buat haruslah kita tanggung resikonya secara bertanggungjawab karena kita sudah berani bertindak maka kita harus bisa menerima apapun akibatnya dengan lapang dada. sikap profesionalisme dalam kehidupan ini sangat diperlukan dalam hampir setiap bidang di dunia. tanpa adanya profesionalisme dalam bekerja, hasil yang dicapai pun tidak akan maksimal. dan setelah berani bertindak secara profesional, kita pun harus bisa mengakhirinya dengan sebuah sikap tanggung jawab yang juga profesional.

Yulius Adi Jaya
XIE.41

Unknown mengatakan...

siapa yang menabur dia yang menuai. mungkin kata-kata ini yang tepat untuk menggambarkan kasus diatas. Sikap Professionalitas dalam menerima apa yang telah kita lakukan memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat saat ini.
Sikap Theresia dapat diacungi jempol karena ia dapat membela apa yang benar dan mau menanggung apapun resikonya .

Benny h/XIE/9

aditz mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
aditz mengatakan...

Tindakan yang dilakukan Ibu Theresia adalah sebuah contoh yang baik bagi kita untuk mengungkapkan kebenaran dan berani menanggung apapun resiko yang kita hadapi. Ibu Theresia mencerminkan profesionalisme dalam dirinya untuk menghadapi sebuah resiko dari tindakan kebaikan yang dia lakukan. Saya sungguh salut bahwa dia bisa menerima resiko tersebut dengan lapang dada. Inilah "harga" yang perlu dibayar ketika kita melakukan suatu kebaikan dan mengungkapkan kebenaran. Jadi, janganlah takut akan resiko-resiko yang nantinya kita hadapi karena kita perlu percaya bahwa apa yang kita lakukan adalah sebuah kebenaran.

Aditya P. / XI-F / 2

Alfred mengatakan...

Profesionalitas memang bukanlah hal yang sering ditemukan di dunia modern seperti saat ini. Walaupun para pembisnis terus-menerus berkata "Anda harus profesional," bukan berarti bahwa ia sendiri telah berlaku profesional dan meminta orang lain untuk berbuat demikian. Sebuah profesionalitas adalah hal yang sulit sebab kita harus memandang segala sesuatunya dari sudut yang objektif bukan sudut pandang orang pertama yakni diri kita sendiri.

Maka, dalam sebuah tindakan yang profesional, klien atau rekan kerja menjadi penting dan mutlak untuk kita perjuangkan. Akhirnya, sering kita dengar bahwa orang-orang yang profesional mampu mengesampingkan urusan-urusan pribadi atau hal-hal lainnya yang kurang berhubungan dengan pekerjaan. Akan tetapi, seseorang juga tidak dapat dikatakan profesional jika ia masih membawa-bawa urusan kantor/pekerjaan pada rumah tangganya. Sebab, dengan berbuat hal tersebut ia telah menyatakan bahwa dirinya tidak dapat membagi waktunya secara tepat.

Sebagai tambahan, dalam mengerjakan sebuah proyek, permasalahan-permasalahan baik yang sepele maupun yang rumit akan ditemukan dan harus ditempuh. Lari dari sebuah masalah bukanlah cerminan dari seorang profesional yang memperjuangkan kliennya di atas kepentingan-kepentingan pribadi. Sebab, jika seseorang profesional lari dari masalah tersebut, proyek akan tertinggal dan akhirnya menemukan jalan buntu, akibatnya sang klienlah yang menanggung kerugian.

Perlu disadari juga bahwa setiap keputusan membuahkan sebuah hasil entah sebuah masalah baru atau sebuah pemecahan yang biasa disebut dengan titik terang. Usaha yang maksimal terkadang bukan menjadi alasan untuk tidak memperoleh masalah baru. Hal ini juga tidak mengatakan bahwa kita harus menyerah saat menemukan masalah itu, sebab hasil yang lebih memuaskan akan kita peroleh jika kita mampu menyelesaikan masalah yang bertambah rumit. Inilah yang harus kita jadikan pedoman dalam membuat sebuah keputusan secara profesional.

Orang berkata, "bermain air basah, bermain api hangus." Mungkin kita tidak bermain api sehingga kita takut dengan api, tetapi rasa takut inilah yang merupakan bencana besar bagi diri kita sendiri. Perlu kita sadari bahwa tanpa api, kita tidak akan memperoleh makanan yang lebih lezat sebagaimana cara mengelola makanan hampir keseluruhannya menggunakan api. Walaupun demikian, bukan berarti bermain-main dengan api adalah baik.

Jadi, resiko bukanlah masalah yang harus dianggap berat dalam bersikap profesional. Resiko adalah tantangan yang hendaknya bisa dilewati. Sebagai tambahan, sebuah tantangan akan menjadi ringan jika dihadapi dengan ringan hati atau hati yang tidak memiliki beban. Hadapilah dengan gembira sebab hidup di dunia fana ini hanya sekali. Nikmatilah dan pergunakanlah sebaik-baiknya.

-Alfred Susilodinata XIE/3-

Stephan Sonny mengatakan...

Profesionalisme adalah hal yang banyak dituntut di dalam berbagai pekerjaan atau profesi di dunia ini, karena dengan profesionalisme maka hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara suatu perusahaan dengan para konsumen dapat terjaga. Maka dari itu profesionalisme adalah kode etik utama bagi para pekerja dan hal itu sangat ditekankan di dalam dunia kerja. Tidak mengherankan bila kita juga sudah harus belajar menjalankan dan menanggung resiko dari profesi kita sendiri sebagai pelajar agar kelak di saatnya nanti kita dapat menjalankan pekerjaan dan profesi kita masing-masing dengan sikap profesional.

kevinepe mengatakan...

Menurut saya, Ibu Theresia itu bisa diibaratkan sebagai seekor domba di tengah kawanan srigala. Tidak ada yang salah dengan menjadi seputih dan sebersih domba, tapi karena sekelilingnya adalah serigala, maka hal itu adalah suatu kesalahan.
Inilah cerminan ketidakprofesionalan manusia Indonesia. Karena itu, menurut saya kita selaku generasi muda harus bisa memupuk sifat profesionalisme sedini mungkin dan dengan demikian kita bisa jadikan Indonesia negeri yang maju.

Kevin Eka Putra
XI F / 28

Jonathan mengatakan...

Tindakan yang dilakukan oleh Ibu Theresia adalah tindakan yang herois. Ia berani mengambil keputusan yang tepat dan mampu memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan di tengah gempuran dan tekanan dari berbagai pihak. Sampai akhir jabatannya, ia tetap memegang teguh prinsip dan profesionalisme sebagai seorang penegak hukum. Walaupun ia harus rela mundur dari jabatannya, ia adalah pahlawan sesungguhnya.

Membela kebenaran dan keadilan adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Jika kita ingin membela kebenaran dan keadilan, seperti Ibu Theresia, kita harus bisa menerina segala keputusan yang dijatuhjan akan kita. Manusia seringkali bersikap tidak adil dan memihak hanya karena ingin memenuhi hasrat dan kemauannya, tetapi justru hal tersebut tidak mencerminkan moral Kristiani yang baik. Oleh karena itu, kita harus memiliki sikap pantang menyerah untuk memperjuangkan keadilan di atas kebohongan dan penceritaan.

Antonius C.B
XI8/8
CC'25