29 April, 2009

Kebiasaan Berbohong dan Kepercayaan


"...Seorang ahli ilmu jiwa mengklaim bahwa setiap orang rata-rata berbohong sekitar lima sampai lima belas kali tiap minggunya (hlm. 116). Saya yakin bahwa ada beribu-ribu orang biasa yang dengan setianya menghayati komitmen terhadap kebenaran-kebenaran khusus mereka setiap hari, apa pun kurbannya. Namun orang-orang ini dan kesetiaan mereka pada kebenaran tidak membuat berita (hlm. 117). Tidak ada hal lain yang memerosotkan kepercayaan seperti hal berbohong, dan tanpa kepercayaan jaringan keluarga dan masyarakat akan segera rontok. Keadaan itu pun boleh jadi menjadi tanda-tanda zaman bahwa anak-anak muda semakin jauh dari kebenaran dalam situasi disipliner daripada generasi-generasi sebelumnya (119).

(Christopher Gleeson, SJ, Menciptakan Keseimbangan, Mengajarkan Nilai dan Kebenaran, (terj. Willie Koen), Jakarta, Gramedia, 1997).

28 komentar:

erictandra mengatakan...

Kebohongan-kebohongan telah merasuki di tiap insan di dunia ini dengan dampak yang begitu luas. Tak hanya manusia-manusia yang diliputi ketidakberdayaan ekonomi, kebohongan telah mengakar secara dalam ke tiap-tiap para pemimpin yang telah dipercaya rakyatnya, hingga bahkan anak kecil yang belum tahu akan kerasnya realita kehidupan itu sendiri.
Darimana datangnya kebohongan itu? Bagaimana mungkin hal tersebut bisa ada di tiap manusia dalam kehidupan sehari-hari dan dilakukan seperti kita membeli kacang goreng dan melupakannya begitu saja tanpa perlu merisaukannya lebih lanjut? Kok bisa, hingga anak kecil pun sering berbohong? Tentunya dibalik itu, ada hal yang menjadi alasan mengapa kebohongan itu dapat dilakukan secara masif seperti itu.
Dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari, kita bergaul dengan banyak orang dan saling berinteraksi satu sama lain. Apakah kita selalu dapat berperilaku jujur dimana ada hal-hal yang menjadi sebuah masalah bila kita tentu tak mungkin mengucapkan sebuah pendapat murni dalam diri kita? Seperti mengatai seseorang itu jelek kepada memang ke seseorang yang jelek. Tentu saja tidak. Bahkan untuk kehidupan kita ini, kebohongan dapat pula dilakukan dalam keramahtamahan yang mungkin saja dihiasi ketidakjujuran. Baik jujur pada diri sendiri, atau kepada orang lain. Misalkan, seseorang meminjamkan buku kepada seseorang, lalu ia meminta maaf kalau tulisannya jelek hingga tak bisa dibaca, apakah orang yang dipinjam akan langsung menolak dan berkata memang tulisannya jelek. Tentu secara baik, ia akan mengambilnya namun tak terbaca, atau menolaknya secara halus. Oleh karena itulah, banyak faktor yang menyebabkan kebohongan sebegitu lazimnya dalam masyarakat. Hingga bahkan dalam penelitian pula disebutkan masyarakat umumnya melakukan kebohongan minimal 1 kali dalam satu hari interaksi dengan orang lain.
Dan bagaimana mungkin dalam kehidupan yang penuh kebohongan ini, dapat terwujud sebuah kepercayaan. Tentu saja tak ada yang sempurna dalam kehidupan, termasuk dalam kejujuran atau dalam berinteraksi. Kepercayaan ini pun diberikan kepada seseorang yang mampu menerimanya, yaitu yang memberikan kejujuran secara maksimum walaupun takkan sempurna. Dan dengan merasa telah diberikan sebuah kepercayaan, insan manusia tersebut akan merasa mempunyai kewajiban untuk menjaganya. Hingga ia pun, dapat meningkatkan kejujurannya.
Kepercayaan sangat mahal harganya, dan perlu dijaga. Namun, tiap seseorang juga perlu diberikan kesempatan untuk dipercaya walaupun dalam kadar yang kecil sekalipun, sebab potensi-potensi dalam diri sesorang yang tak dipercaya akan tertekan oleh karenanya. Bahkan Tuhan pun masih memberikan kepercayaan pada umatnya yang paling buruk sekalipun. Jangan sampai kita mengucilkan seseorang oleh karena sebuah kesalahan yang dalam konteks ini adalah kebohongan, sebab seperti yang telah disebutkan, masyarakat sekarang ini pun banyak yang melakukan kebohongan, dan oleh karena itu belum tentu kita lebih baik daripada yang dikucilkan itu.
Kita sendiri secara pribadi harus berusaha memperoleh kepercayaan tersebut. Tentunya Tuhan pun akan dapat mempercayai kita para umatnya, jika kita memang telah berusaha sepenuhnya untuk mengurangi bahkan menghilangkan kebohongan-kebohongan itu sendiri. Tentu saja kita sebagai manusia beriman, menginginkan kepercayaan Tuhan, bukan? Dipercaya untuk berada disisi-Nya nanti...
Eric Tandra Wijaya/XIB/18

candidatecxx-persevere mengatakan...

menurut saya, Dunia adalah panggung sandiwara dimana semua orang dapat memainkan suatu peranan dimana diatas panggung tersebut mereka dapat menumpahkan kebohongan-kebohongan mereka...


And...
Some people said that people was not to tell lies and some people just don't.
On second thought, I do really think that most of the people in the world is full of lies.And also full of bunch of liars.
Wake up friends! this world is as not as clean as if you think anymore.Sometime people's telling lies from their basic conversation, and furthermore they tend to tell lies over mass medias.Well, that's what is called fora big major lies.

but that's just the way world it is rite?

hmm...
Saya rasa memang kebohongan akan sulit dihapuskan dari dunia ini, tapi... masih bisa diminimalisir kok... Pikirkan bila kebohongan terus dilanjutkan...?

p.s
Just be truth to yourself and follow your heart...que sara saraSincerely yours,

alberthutama mengatakan...

Saya setuju dengan kebohongan yang mulai memasuki ke para remaja saat ini dibandingkan dengan remaja pada generasi sebelumnya. Memang tidak bisa kita kecam soal peraturan-peraturan sekolah yang semakin lama semakin ketat. Peraturan-peraturan sekolah yang menyangkut soal kejujuran, yang sudah ada direvisi menjadi lebih ketat dan lebih bersifat mengikat, dan yang belum ada langsung ditambahkan dengan sifatnya yang langsung mengikat seluruh siswa tanpa terkecuali. Sebagai contoh, pemasangan kamera CCTV pada beberapa sudut gedung SMA Kolese Kanisius untuk mencegah siswa berbuat hal yang aneh-aneh, seperti kabur dari tari kecak. Tetapi, peraturan-peraturan tersebut tetap harus disosialisasikan kepada seluruh siswa supaya tidak mendapatkan respon yang buruk.

Daniel Christian mengatakan...

Memang hal kejujuran adalah hal begitu "dekat", namun sangat jauh untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Munculnya kebohongan belum dapat dipastikan dari mana asalnya. Bisa dari lingkungan sekitar, keluarga, teman, dan masyarakat, atau muncul dari dalam akal manusia itu sendiri. Bahkan anak kecilpun dapat berbohong untuk memperoleh uang jajan misalnya. Orang dewasa juga mau berbohong untuk memperoleh harta ataupun jabatan.

Kebohongan berbanding terbalik dengan kepercayaan. Banyak orang berusaha untuk mencari orang yang dapat dipercaya, namun kenyataannya sangat sulit diperoleh orang semacam itu. Kita harus sadar bahwa banyak orang tidak dapat lagi dipercaya,(meskipun tidak menutup kemungkinan adanya orang jujur).

Jadi, biasakanlah menjadi orang yang jujur! Mengapa? Karena meskipun dengan berbohong banyak orang yang menjadi kaya atau memiliki jabatan baik. Namun pastikanlah. Orang jujur akan mendapat tempat di dalam masyarakat. Karena bahkan orang yang sangat kaya dan punya jabatan tinggi pasti membutuhkan orang jujur untuk menjaga keuangannya ataupun menjadi orang kepercayaannya.

Jadilah kanisian yang jujur dan menjunjung tinggi hal itu dalam hidup.

Daniel Christian
XID/09

Le0nard mengatakan...

Berbohong dapat menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan berbohong akan menjadikan seorang pembohong sejati, dimana mereka selalu menutupi keburukannya dengan kebohongannya itu. Hal itu dapat menciptakan sebuah "lingkaran setan" (berulang, menyesatkan, dan tidak ada ujung penyelesaian yang jelas). Misalnya saja, seorang yang ketahuan berbohong senantiasa menutupi kebohongannya dengan kebohongan lain. Itulah yang saya artikan "lingkaran setan" dalam hal ini.

Dampak buruk dari sifat tersebut adalah megurangi bahkan menghilangkan kepercayaan terhadap orang lain dan juga diri sendiri. Kegelisahan juga menghantui mereka setiap saat yang dengan sengaja melakukannya. Jadi kebohongan dapat merugikan orang lain dan diri sendiri terutama.

Lantas, bagaimana cara menghilangkan kebiasaan tersebut? Hal itu sangat sulit untuk dihilangkan secara total di zaman seperti ini. Maka, lepas dari itu semua, pentinglah untuk selalu menanamkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan di dalam diri kita masing-masing dan juga menjaga pikiran serta hati kita agar senantiasa hidup berada di jalan Tuhan, karena jalan Tuhan adalah jalan kebenaran dan hidup.

"Kejujuran adalah ketenangan" ..

LEONARD
XI-D/25

Stephan Sonny mengatakan...

Ada pepatah : Setitik nila rusak susu sebelangga

Dapat dilihat bahwa dari peribahasa tersebut, satu kebohongan kecil akan membuat orang tak percaya pada kita selamanya. Kepercayaan adalah hal yang paling utama di dalam hidup. Tanpa kepercayaan tidak akan bisa terjalin hubungan yang baik antar sesama manusia. Kebohongan memang sudah masuk dan menancapkan akar dalam masyarakat, dan susah untuk dihilangkan. Namun masih bisa diminimalkan bila kita berusaha untuk selalu membuka hati nurani untuk mengungkapkan dan menerima kebenaran dengan positif di dunia ini.

Unknown mengatakan...

Semakin sering orang berbohong, semakin sulit orang tersebut akan dipercaya oleh orang lain Bukan hanya itu, orang tersebut juga akan sulit untuk percaya dengan dirinya sendiri. Kebohongan hanya akan memberikan kebahagiaan sementara. Maka, kejujuran perlu dilatih sejak kecil karena kejujuran akan menciptakan hidup yang berkualitas di kemudian hari. Kita harus membiasakan diri untuk selalu bersikap jujur tanpa disuruh orang lain.

Jovian Jevon/XI-D/22

Unknown mengatakan...

Saya terkejut dengan adanya angka tersebut. Sedikit tidak logis bahwa orang akan jujur saat ditanyakan berapa jumlah kebohongan yang mereka buat tiap minggunya baik sadar maupun tiak sadar. Dan bukankah mereka cenderung berbohong unutk menutupi fakta bahwa mereka sering berbohong?
Apapun itu, berbohong memang tidak seharusnya dilakukan karena tentu membawa dampak merugikan bagi setiap orang. Tetapi ya memang tidak semudah kelihatannya. Saya sebagai orang yang juga pernah berbohong dan tidak dapat lepas dari dosa untuk berdusta ini hanya dapat memberi saran bahwa walaupun berbohong sudah mengakar dalam masyarakat, dengan penanaman sifat jujr saya yakin kebohongan dapat diminimalisir keberadaannya. Dengan Menanamkan disiplin dan sifat keterbukaan, berbohong akan semakin jarang dilakukan. Jadi, kesimpulan saya, kita harus berusaha menghentikan kebiasaan berbohong dan berusaha menanamkan sikap-sikap positif dalam diri kita untuk menekan upaya berbohong kedepannya.

kiel mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
kiel mengatakan...

Kejujuran menjadi barang mahal disaat sekarang ini. Orang-orang berbohong untuk meraih keuntungannya sendiri. Bahkan kebohongan sudah ada dari dalam diri manusia sejak kita kecil. Kebohongan menjadi hal yang meliputi kehidupan masyarakat kita sekarang ini. Kita dapat menjumpai ketidakjujuran dimana-mana. Kebohongan ini disebabkan oleh situasi dan kebiasaan. Kita sering mengambil keuntungan dari situasi untuk kepentingan diri kita sendiri.
Bila kebohongan ini sudah mengakar di diri kita dan menjadi suatu kebiasaan akan sulit untuk dihilangkan. Kebohongan berbanding terbalik dengan kepercayaan, dikarenakan kebohongan yang sudah banyak terjadi maka sulit ditemukan kepercayaan anatara satu sama lain. Setiap orang semakin waspada.
Dibutuhkan keinginan hati untuk mengubah kebiasaan itu dan memulai hidup dengan kejujuran yang pastinya membawa dampak positif di masyarakat. Apalagi kita sebagai kanisian haruslah menanamkan prinsip - prinsip kejujuran dan menjunjung tinggi kejujuran.

Yehezkiel Nathanael (XID/39)

Unknown mengatakan...

Kebohongan memang sudah merasuki setiap manusia di dunia ini. Kebohongan merupakan dosa yang paling sering dibuat oleh manusia, karena cara untuk melakukan kebohongan itu sangat mudah hanya dengan mengucapkan kata-kata yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Bahkan, terkadang tanpa kita sadari kita telah melakukan kebohongan. Memang mustahil untuk menghapuskan 'kebiasaan' manusia untuk berbohong. Sepertinya untuk melakukan kebohongan ini sudah mendarah daging. Namun, kita dapat meminimalkan perbuatan ini dengan memikirkan apa akibat yang diperoleh apabila kita berbohong.

James Hidayat
XI-E/24

Ten No Michi mengatakan...

Leo Nugraha / XI-B / 29

Berbohong seakan menjadi musuh besar manusia, ironisnya justru hal ini adalah jurus ampuh bagi manusia untuk menyelamatkan diri dari masalahnya. Berbohong seakan sudah menjadi bagian dari hidup manusia dan adalah sebuah kebohongan andaikata manusia tidak berbohong. Hanya saja bagaimana konteks berbohong itu dijalankan. Manusia yang gemar berbohong trlebih untuk keuntungan pribadi dan merugikan orang lain tentu punya perhitungan dengan Tuhan lebih besar ketimbang seseorang yang terpaksa berbohong demi melindungi suatu hal yang dianggap confidential.

Pernyataan yang begitu mengejutkan begitu saya mengetahui anak remaja zaman ini gemar berbohong dan tampaknya impact berbohong mulai merambah bukan sebatas remaja tapi segala lapisan usia. Apa yang membuat impact berbohong begitu dahsyat, sebenarnya untuk kasus berbohong dewasa ini lebih disebabkan karena gengsi. Gengsi membuat seseorang merasa jauh dari apa yang dimiliki lazimnya sehingga nekat berbohong supaya terlihat lebih dari orang lain, celakanya kalau hal ini didiamkan terus lama - lama menjadi tren dan nantinya kebenaran akan menajdi suatu hal yang langka dalam hidup.

Setelah kita tahu berbohong sangat merugikan baik materiil maupun non materiil, apakah kita masih mampu berbhong? Secara materiil berbohong sangat merugikan, cobalah tengok para koruptor berikut oknum - oknumnya. Mereka berbohong dengan menggelapkan sejumlah uang, dan ironisnya mereka bisa membeli kebenaran di muka pengadilan sehingga di dunia Indonesia, kebenaran seakan punya nilai materil, alhasil kebenaran di Indonesia tak lebih dari sebuah barang, dengan menyodorkan sejumlah uang, niscaya fakta akan berubah. Selain itu, secara non materiil, kebohongan berakibat pada runtuhnya kepercayaan seseorang pada orang lain sehingga tak ada yang bisa dipercaya, kalau dalam suatu kelompok masing - masing anggotanya tak mau percaya, bagaimana kelompok tersebut dapat bergerak?

Karenanya, janganlah berbohong kalau tidak terpaksa. Mengingat dampak berbohong yang sedemikian parah. Terlebih kita juga harus menanggung beban dosa dari Tuhan atas kebohongan yang kita umbar.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Kebohongan adalah awal kehancuran hubungan sebab hubungan dibangun diatas kepercayaan satu sama lain, bahkan pada saat berkenalan orang sudah menaruh kepercayaan pada orang lain bahwa orang itu tak akan mengulurkan tangan balik. Jadi, kalau seseorang biasa berbohong, ia akan dijauhi oleh komunitasnya. Lalu, logikanya, apa yang terjadi dengan sesuatau yang merenggang, seperti sebuah karet yang ditarik, pada titik akhirnya, sistem itu akan rontok. Sama dengan masyarakat dimana tak ada kepercayaan satu sama lain.

Putera Utama XIb 33

Unknown mengatakan...

Kebohongan adalah suatu hal yang...wajar,dalam hidup kita sehari-hari,dewasa ini.Saya tidak terkejut dengan angka-angka tersebut,saya malah mengharapkan angka yang lebih tinggi lagi (apakah sumber tersebut berbohong? haha,mungkin saja).

Kembali ke topik permasalahan,kebanyakan manusia pada dasarnya sudah diajarkan untuk berbohong sejak kecil.Ketika ada tamu yang tidak diinginkan di depan gerbang,seorang orangtua biasanya menyuruh anaknya yang masih kecil untuk mengatakan bahwa ayah/ibunya sedang tidak ada.

Nah,apa yang bisa kita lakukan,apa yang bisa kita perbuat,untuk menanggulangi hal tersebut,dalam kehidupan kita berikutnya?
Saya kesulitan untuk memberikan solusi yang baik karena ,pada dasarnya,bagi kita kebohongan sudah merasuk begitu dalam dalam kehidupan sehari-hari kita sehingga begitu sulitnya untuk mengeluarkan racun tersebut dari diri kita.....

KEVIN DANA
XI A / 15

Febrian mengatakan...

Kejujuran adalah hal yang sulit ditemukan di dunia ini, terutama di negara kita. Siapa yang tidak tahu bahwa untuk memperoleh tempat di universitas ternama harus memberikan banyak uang sumbangan bukan memberikan usaha terbaik di tes masuk. Kejujuran menjadi semakin hilang karena orang-orang jujur semakin tertindas (contoh: dipersulit). Sangatlah tidak adil bila mengatakan hanya anak-anak muda yang menjauhi kejujuran, karena mereka adalah hasil dari pengajaran dari generasi-generasi sebelumnya.

steve edpin mengatakan...

Steve Edpin XI-A / 19

Untuk jumlah sekecil itu saya kira tidak. Saya berpendapat bahwa jumlahnya pasti di atas itu.

Kebiasaan berbohong dan kebiasaan untuk percaya, memiliki hubungan yang sangat erat antar keduanya. Seseorang yang bertindak bohong, sebagian besar darinya diakibatkan karena adanya ketidakpercayaan-ketidakpercayaan yang terus merasuki batin dirinya. Ketidakpercayaan-ketidakpercayaan itu sendiri antara lain ialah ketidakpercayaan akan dirinya sendiri, ketidakpercayaan akan lingkungan sekitarnya, dan juga ketidakpercayaannya dengan Tuhan.

Ketidakpercayaan akan dirinya sendiri, diakibatkan karena kesalahan-kesalahan yang telah ia lakukan. Sebagai contoh karena seseorang telah berbohong, maka ia akan sulit untuk terbuka, bahkan dengan dirinya sendiri. Ia tidak menemukan adanya komunikasi yang baik di dalam hiduonya. Kecuali dengan satu hal, yakni keberanian untuk bertobat. Mengapa saya katakan keberanian? Karena cukup banyak orang di dunia yang masih takut atau malu untuk mengungkapkan kesalahan-kesalahan mereka untuk diperbaiki.

Ketidakpercayaan akan lingkungan sekitar dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, atau bahkan keluarga-keluarganya yang terdekat, karena mereka tidak dapat menumbuhkembangkan semangat kepadanya. Oleh karena itu, ia merasa bahwa ia hidup tanpa bantuan dari orang lain bahkan keluarganya untuk mencoba berbuat sesuatu yang jauh lebih baik ke depan.

Ketidakpercayaan akan Tuhan, disebabkan karena ia merasa bahwa dirinya sudah tidak berarti lagi. Terutama disebabkan karena dua hal yang telah disebutkan di atas. Pertama ia merasa bahwa dirinya sendiri sudah tidak berarti. Kedua, ia tidak mendapat dukungan, semangat, dan moral dari lingkungannya. Dan hal ini berujung pada ketidakyakinan akan Tuhan sebagai sang pencipta.

Namun apapun yang terjadi hendaknya kita mengasah kepercayaan kita terhadap segala sesuatu. Sehingga kepercayaan itu dapat dikembangkan menjadi kehidupan yang bersih dan jujur. Namun pastinya kita harus dapat membedakan hitam putih kehidupan ini.

Yohanes Wirawan Putranto mengatakan...

Banyak sekali generasi sekarang yang merasa berbohong adalah hal biasa padahal itu merupakan tanda-tanda kehancuran zaman. Dengan berbohong, kita akan menghilangkan kepercayaan orang lain kepada kita, meskipun kita tahu memperoleh kepercayaan orang lain sangatlah sulit dan tidak dapat diraih dalam satu hari. Untuk jujur, kita tidak perlu melihat orang lain melakukannya terlebih dahulu melainkan ktia dulu saja yang memulai. Lama-kelamaan orang lain pun akan ikut untuk bertindak jujur dan dunia ini dapat lebih damai.

"Gunakanlah kepercayaan orang lain dengan jujur. Niscaya kamu akan menjadi orang yang dapat dipercaya."

Yohanes Wirawan Putranto
XI C / 40

Unknown mengatakan...

kejujuran memanglah suatu masalah yang tak akan pernah bisa lepas dari dalam diri manusia. sebenarnya apa yang memicu seseorang untuk berbohong?? ingin selalu benar atau tak pernah mau disalahkan. semua hal seperti ini yang bisa membuat kita memilih untuk berbohong sebenarnya dapat kita latih dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang sangat simpel tetapi memerlukan waktu untuk membiasakannya, yakni belajar untuk mengalah dan merelakan sesuatu. kita harus tahu bahwa tidak semua yang kita inginkan akan menjadi kenyataan ataupun bisa terkabul, kita tidak boleh egois dan kita harus punya sikap 'rela' agar kita bisa banyak belajar lebih banyak mengenai hidup ini.

Yulius Adi Jaya
XIE/41

cafa mengatakan...

Berbohong lebih banyak enggak enaknya, daripada enaknya. Dengan berbohong pasti di hati kita setiap kali ada penyesalan, dan ingin rasanya kembali ke waktu sebelum kita berbohong, dan merubah itu.

Tapi nasi sudah menjadi bubur.Berbohong = Melakukan kesalahan di mata Tuhan, seperti manusia awal yang melakukan kesalahan, sehingga keturunan - keturunan nya seperti itu.

Seperti pinokio, yang suka berbohong, lalu ditegur dengan Memanjangnya hidungnya. Sebenarnya hal ini, ingin memberitahu kita, kalau Tuhan mencatat segala kebohongan Kita.

Memang Kebenaran itu pahit, tapi lebih baik mengatakan hal yang Benar, daripada hal yang Bohong Belaka.
Hal itulah yang harus dibutuhkan dalam hubungan berumah tangga, ataupun masih dalam masa berpacaran.

Terimakasih, Rizky -11 A-17

Unknown mengatakan...

memang tidak dapat dipungkiri bahwa berbohong sering kita lakukan dan mungkin malah kita butuhkan misalnya saja seorang pedagang tidak akan mengatakan modal yang sebenarnya kepada konsumen dengan alasan untuk mendapatkan keuntungan. Membaca wacana ini saya teringat dengan cerita gembala yang suka berbohong,ia sengaja berbohong dan menghebohkan masyarakat untuk kesenangannya, suatu saat domba gembala itu diserang oleh serigala,sang gembala pun meminta tolong namun tidak ada yang mau menolongnya karena menganggap gembala itu berbohong lagi.
Oleh karena itu sebisa mungkin jangan menjadikan berbohong itu sebagai budaya kita karena hal itu menyangkut kepercayaan orang kepada kita.

aditz mengatakan...

Kebohongan memang sudah merasuki dunia remaja pada masa kini. Kebiasaan ini seringkali terjadi bagi siswa - siswa sekolah. Banyak di antara mereka yang berbohong ketika orang tua mereka menanyakan bagaimana nilai ulanganmu yang kemarin. Mungkin memang tidak semuanya seperi itu, tapi inilah salah satu fakta yang sering saya dengar. Mereka cenderung memilih untuk berbohong daripada nantinya mendapat masalah dan dimarahi orang tua mereka. Karena kebiasaan inilah yang akan menyebabkan kepercayaan orang lain terhadapnya akan meluruh saat kebenaran terungkap. Orang - orang akan meragukan perkataannya meskipun dia telah berkata jujur. Inilah dampak dari kebiasaan berbohong yaitu : hilangnya sebuah kepercayaan orang terhadap si pembohong. Dengan demikian, kita perlu menekankan dan mengingat bahwa sebuah kebohongan yang setitik akan menghilangkan sebuah kepercayaan besar yang diberikan kepada kita. Oleh karena itu, budayakanlah untuk berkata dan bertindak jujur

aditz mengatakan...

Posting di atas dibuat oleh : Aditya P. / XI-F / 2

K mengatakan...

Perbuatan berbohong selalu meninggalkan bekas yang akan lebih melukai. Misalnya, berbohong untuk menghindari hukuman akan meninggalkan ketidaknyamanan dan ketidaktenteraman dalam hati. Bekas itu menghantui, dan semakin menampakkan kekuatan destruktifnya.

Apabila generasi muda semakin jauh dari kebenaran, maka terjadi penurunan kualitas manusia secara keseluruhan. Tanda-tandanya adalah menurunnya kepercayaan, bertambahnya penyakit-penyakit psikologis yang merusak dan menjatuhkan, dan menimbulkan efek domino destruktif yang tak terbayangkan.

Aditya Kristanto
XI-A / 1

Alfred mengatakan...

Berbohong boleh dibilang memberi warna pada dunia. Dunia tanpa kebohongan adalah datar namun lebih indah daripada dunia penuh kebohongan. Bayangkan sebuah kanvas putih yang akan diberikan oleh cat minyak. Sebelum kavas tersebut diberikan cat minyak, kanvas telah indah apa adanya (putih polos). Sang seniman, memberikan warna pada kanvas tersebut dengan gambarnya yang abstrak. Anggaplah pewarnaan ini adalah kisah-kisah bohong. Kanvas yang awalnya putih menjadi berwarna dan dapat menjadi indah dengan komposisi yang tepat. Namun, jika komposisi warna tersebut berlebih, dapat saja warna yang tersisa pada kanvas adalah hitam pekat sebagaimana gabungan dari semua warna dapat menjadi hitam. Jika sudah terjadi demikian, kanvas adalah hancur dan tak bernilai.

Kembali pada kanvas tadi, dunia yang awalnya bersih menjadi berwarna hitam pekat yang tidak enak untuk dilihat mata. Sebagai tambahan, kita perlu sadar bahwa kanvas tersebut sudah tidak berguna dan tidak dapat dijadikan putih lagi dengan mudah. Akan lebih mudah jika kita membuangnya dan membeli kanvas putih yang baru. Sama halnya dengan dunia yang penuh kebohongan, orang-orang saling berbonong sehingga tidak ada sebuah kata kebenaran dalam kata-kata mereka. Perkataan mereka adalah "sampah" dan harus diganti dengan yang baru. Sebab, daripada perkataan mereka, tidak akan ada sebuah arti. Jika perkataan memiliki arti, ia memiliki nilai kebenaran sehingga dapat dipercaya. Dari kepercayaan itulah muncul sebuah arti sebab manusia akan menganggap hal tersebut menjadi penting untuk mereka ingat dan percaya sehingga terbentuklah sebuah nilai yang bersifat subjektif.

Jadi, dunia dengan kebohongan adalah baik jika dengan proporsi yang tepat sebab akan menimbulkan sebuah keseimbangan alam antara energi positif dan negatif. Selain itu, kita dapat belajar dari berbohong untuk tidak mengulanginya di masa depan karena jujur akan diperoleh dari manusia yang sadar akan kebohongannya dan memperbaiki dirinya. Sebagai tambahan, terkadang kebohongan dapat digunakan untuk mempertahankan hidup seseorang, bukankah itu baik?

-Alfred Susilodinata XIE/3-

kevinepe mengatakan...

Inilah manusia. Diciptakan mulia adanya. Namun penuh dusta perbuatannya saat ini. Bukan kehendak Tuhan tentunya apabila manusia ciptaannya jadi suka berdusta begini. Kita harus berubah. Kita bahkan harus kembali pada ajaran ayah ibu kita saat kita kecil dulu. Tentu kita semua masih ingat bagaimana ortu kita selalu mewanti-wanti kita untuk jangan pernah berbohong. Inilah yang harus kita ingat dan terapkan. Ingat, ajaran bukan untuk dilupakan, apalagi ajaran orangtua...

Kevin Eka Putra
XI F / 28

Dion mengatakan...

Dunia terus berubah, tetapi nilai-nilai moral yang sejak dulu mempersatukan kita masih perlu dipertahankan. Sayangnya, masih banyak orang yang tidak peduli dan masih melanggar nilai-nilai itu. Kebohongan-kebohongan yang menggoda masih ada, tetapi hanya membuat kita jauh, jauh dari realita yang ada, juga jauh dari Tuhan. Banyak dari kita yang sebenarnya tahu, bahwa segala dusta yang kita keluarkan dalam bentuk perkataan atau tindakan itu akan membawa kita ke jalan yang salah. Rasa takut yang hilang untuk sementara pun akan datang dalam bentuk yang lebih kuat, dan akan membawa masalah-masalah baru yang berkepanjangan. Dari itu, baik sebagai orang beragama atau tidak sekalipun, ada baiknya kita tetap menjunjung tinggi nilai moral yang ada, yang perlu kita syukuri hadir diantara kita karena tanpanya, kejahatanlah yang akan mengisi tempat kosong itu.

Dionisio Jusuf XIA3/14

Monza Rayyan Kamesjwara XI-5/24 mengatakan...

Tulisan tersebut mencerminkan ketidakpercayaan terhadap klaim ahli ilmu jiwa tentang frekuensi berbohong setiap minggu. Penulis yakin bahwa banyak orang setia pada kebenaran mereka tanpa mendapatkan sorotan media. Kepercayaan dianggap krusial, dan penurunan ini mungkin mencerminkan perubahan perilaku anak muda terhadap kebenaran dalam konteks disiplin.

Monza Rayyan Kamesjwara XI-5/24