28 Maret, 2009

Belajar menjadi pengurus

Banyak kaum muda gampang sekali hanyut terbawa oleh idealisme gerakan lingkungan hidup pada taraf dunia. Akan tetapi, pesan yang mengemukakan: 'berpikirlah secara dunia, bertindaklah secara lokal' haruslah terungkap dalam kehidupan sehari-hari dan segala kegiatan kepengurusannya, bahkan sederhana sekalipun. Benarlah bahwa keprihatinan akan pemotongan pohon-pohon di hutan semisal di pulau Kalimantan dan Sumatera yang tanpa batas. Namun, kita sebaiknya berpikir dan memegang prinsip yang sama untuk diterapkan secara konkrit. Ekologi terdekat yaitu: (lingkungan) sekolah, rumah terutama tempat tidur tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Berlatih menjadi pengurus / kepemimpinan bisa berawal dari bagaimana mengurus 'sarangnya' sendiri: ekologi terdekat.

(Bdk. Christopher Gleeson, S.J. Menciptakan Keseimbangan, Mengajarkan Nilai dan Kebebasan, (terj. Willie Koen), Jakarta, Gramedia, 1997, hlm. 109)

27 komentar:

alberthutama mengatakan...

Saya setuju karena belajar sesuatu haruslah pada diri sendiri. Sebelum kita mengurus suatu organisasi, kita harus bisa mengurus diri kita sendiri. Hal-hal kecil yang sering kita temui seperti membereskan sepatu, merapikan tempat tidur, dan sebagainya bisa melatih kita untuk mengurus.
Jika kita tidak bisa mengurus diri sendiri, kita belum tentu bisa mengurus suatu organisasi, karena kita sendiri tidak bisa mengenal diri sendiri dengan baik apalagi mengenal orang lain.

Unknown mengatakan...

Setiap perbuatan akan lebih baik bila dimulai dari yang sederhana atau sepele terlebih dahulu. Dengan begitu, kita akan menjadi terbiasa dan banyak belajar dari perbuatan sederhana yang telah kita lakukan. Misalnya, dengan merapikan tempat tidur sendiri setiap pagi. Mulailah suatu hal dari yang kecil terlebih dahulu, agar resiko yang ditimbulkan tidak terlalu berpengaruh pada orang banyak. Setelah itu barulah kita dapat menjadi seorang pemimpin yang akan memiliki tanggung jawab yang sangat besar dan setiap keputusan yang diambil akan berpengaruh bagi orang banyak. Selain itu, untuk menjadi seorang pengurus/pemimpin yang akan mengurus berbagai macam kepentingan orang lain, mulailah dengan mengurus diri sendiri terlebih dahulu.

James Hidayat
XI-E/24

Ricky Kristanda mengatakan...

Segala sesuatu harus dimulai dari hal yang kecil. Tidak bisa langsung kita melakukan hal yang besar tanpa melalui tahapan dari yang terkecil. Kita harus melakukan hal-hal konkrit dari hal yang terkecil untuk dapat melakukan hal yang besar dan mendunia. Hal yang menjadi hambatan kemajuan bangsa kita adalah bahwa seringkali bangsa kita memikirkan hal-hal yang besar (mendunia) dan tidak menyadari untuk menyelesaikan hal-hal yang kecil (yang sifatnya di sekitar kita). Sebagai contoh : beberapa bulan yang lalu, kita mengetahui Agresi Israel ke Palestina. Kita tahu bagaimana reaksi warga mayoritas Indonesia (khususnya yang beragama Islam) terhadap hal ini. Mereka melakukan demo dan berbagai macam hal. Bahkan pemerintah kita ikut-ikutan mengirimkan bantuan ke Palestina dalam jumlah yang cukup besar. Saya bukannya tidak menyetujui tindakan solidaritas terhadap orang lain. Tapi, saya tidak menyetujui hal ini. Sebagai sebuah bangsa kita harus mampu menyelesaikan masalah-masalah lokal, nasional baru internasional. Tetapi apa yang dilakukan oleh bangsa kita yang ikut mengurusi urusan Palestina ini menunjukkan bahwa bangsa kita cenderung memperhatikan dan mengurusi masalah mendunia. Kita tahu bahwa negara kita bukanlah negara yang sudah makmur. Masih banyak rakyat kita yang kesulitan. Untuk makan sehari-hari mereka masih kesulitan karena harga sembako yang terus naik. Dan juga banyaknya perusahaan-perusahaan yang kehabisan modal sebagai dampak dari krisis global. Tetapi di saat seperti ini, pemerintah kita malah mengurusi urusan negara lain. Kenapa uang tersebut tidak kita gunakan untuk menolong masyarakat kita yang kesusahan, seperti memberi sembako murah atau menunjang permodalan industri-industri tanah air kita. Menurut saya, tindakan pemerintah ini menunjukkan bahwa pemerintah kita lebih memprioritaskan untuk mencari muka pada dunia luar, tanpa memperhatikan nasib rakyatnya yang susah. Ini adalah contoh lain dari suatu kecenderungan dari masyarakat Indonesia yang lebih memilih memberi perhatian terhadap hal yang “besar” tanpa melihat permasalahan yang ada di sekitarnya. Jika bangsa kita masih seperti ini, maka kita akan tetap berada dalam keterpurukan seperti sekarang ini. Ubah mental bangsa Indonesia (masyarakat dan pejabat) untuk menyongsong negara Indonesia yang makmur dan sejahtera!

Oleh Ricky Kristanda (XI D/33)

Le0nard mengatakan...

Memang benar bahwa dikatakan banyak sekali orang (khususnya kaum muda) berlaku secara global dalam artian melakukan sesuatu yang boleh dikatakan 'muluk-muluk'. Sebagai contoh, sekarang ini marak di berbagai media berlogo dan mengkampanyekan "Stop Global Warming". Pesan tersebut baik, tetapi janganlah hanya dijadikan sebagai trend semata.Justru hal-hal kecil yang sangat penting mereka abaikan. Perbuatan tersebut dapat menjadikan kebiasaan yang membuat kita semakin tidak fokus pada hal-hal yang real/nyata di sekitar kita. Kita boleh saja berpikir secara mendunia, tetapi perhatian kita terhadap lingkungan sekitar janganlah terlupakan.

Peristiwa tersebut serupa dengan seseorang yang hendak naik ke atas melalui tangga. Ia harus melewati anak tangga yang pertama dan anak tangga berikutnya. Artinya, langkah besar harus dimulai dengan langkah kecil. Itu penting.

LEONARD
XI-D/25

Unknown mengatakan...

Peribahasa "sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit" cocok sekali untuk artikel ini. Memang benar, sekarang ini banyak orang yang dapat dibilang "berlagak dewasa". Mereka adalah orang orang yang mau meraih hal besar tanpa melakukan hal-hal kecil terlebih dahulu.
Dalam artikel ini, poin penting yang dibahas yaitu soal perilaku masyarakat mayoritas dalam menghadapi masalah global yang sedang gencar dibicarakan ini. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa ada orang-orang yang peduli tetapi terkadang memang orang-orang itu hanya bisa peduli tanpa tahu apa yang harus dilakukan karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Contohnya, mereka yang tinggal di rumah yang kecil hanya berpikir untuk reboisasi hutan dan bmengadakan penyuluhan sekalipun sebenarnya ia dapat mulai dari hal kecil seperti memisahkan samapah organik dan anorganik.
Dengan contoh di atas, saya rasa memang perlu bagi kita untuk prihatin pada hal-hal kecil seperti ekologi terdekat sebelum akhirnya terjun ke ekologi yang lebih luas dalam masyarakat.
Dhani P XIC/13

candidatecxx-persevere mengatakan...

Singkat Saja..

Tuhan Yesus pernah berkata "Tangisilah, dirimu sendiri baru menangisi orang lain"

Saya bilang "Urusi dirimu sendiri baru mencoba mengurusi orang lain, jangan menggurui bila tidak memiliki kriteria Guru!!!"

intinya adalah bercermin pada diri sendiri, tidak semua orang mau diperlakukan sama seperti mereka memperlakukan seseorang.
que sara sara

Sekali lagi maap...
lupa password jadi diganti..

Antonio Riyo
XIB/09

Fransiskus Raymond mengatakan...

Dalam berbagai perkara, kita lebih mudah melihat segala sesuatu yang ada di sekitar kita, mulai dari hal yang baik hingga hal yang buruk. Kita cenderung menilai semuanya itu dan kemudian melakukan sesuatu terhadapnya.

Itulah kita, selalu melihat orang lain, kondisi luar, bukannya melihat diri kita sendiri. Benarlah peribahasa "Kuman di seberang lautan tampak, Gajah di pelupuk mata tak kelihatan" sebab kita seringkali merasa perlu mengadakan perjalanan-perjalanan ke luar negeri nan jauh, namun di kota-kota domestik acapkali kita tidak terpikir akannya. Begitu sulitnya kita untuk mencoba melakukan "inspeksi diri", mengevaluasi diri dan lebih lagi mengatur diri sendiri.

Untuk bisa mengatur segala sesuatu yang ada di sekitar kita, maka kita harus bisa mengatur segala sesuatu yang ada di dalam diri kita. Hal ini akan sangat membantu sebab yang ada di luar diatur oleh yang ada di dalam kita, pikiran dan perbuatan kita.

Setelah itu, baru kita mulai sedikit ke luar lingkup kita: keluarga, sekolah, dan komunitas, di mana kita berada. Mengatur segala sesuatu yang ada di dalamnya sesuai dengan jalan pikiran kita yang akan disempurnakan oleh rekan-rekan kita.

Barulah setelah kita matang di lingkup yang kecil, kita menginjakkan kaki di lingkup yang besar sampai akhirnya merintis hal baru bagi dunia ini.

Mata kepala memang mudah menilai, namun mata hati lah yang sebenarnya menilai apa yang dilihat oleh mata kepala. Lihatlah yang ada di dalam diri, sedikit ke luar, baru terjun ke alam, sehingga apa yang kita lakukan bukanlah percobaan sebab kita akan mengikutsertakan orang banyak di dunia ini.

Unknown mengatakan...

Setuju sekali dengan pendapat Christopher Gleeson ini.Terkadang kita lebih memfokuskan diri pada hal-hal yang "besar" dan berskala jauh di atas kemampuan kita,padahal di sekeliling kita masih banyak hal-hal kecil yang luput dari perhatian kita.

Hal ini menurut saya tak terlepas dari peran media massa yang senang membesar-besarkan masalah dan melebih-lebihkan sesuatu.Dengan berpedoman pada media-media massa tersebut itulah,kita disesatkan,dan kita lupa bahwa di sekeliling kita banyak sekali hal yang perlu mendapat perhatian dibandingkan dengan hal-hal "besar" yang dibahas dalam media tersebut.Bahkan ,tak jarang hal-hal kecil yang luput dari perhatian kita tersebut akan memberi dampak kepada hal-hal "besar" tadi.Kalau sudah begini,kembali dalam masalah lingkungan hidup tadi,kita bisa disamakan dengan orang yang prihatin akan kelangsungan hidup ekosistem di Sumatera namun setiap hari "menghancurkan" ekosistem kehidupan kita sendiri...

Unknown mengatakan...

Untuk kevin :
KEVIN DANA
XI A/15

Yohanes Wirawan Putranto mengatakan...

Menurut pendapat saya, sebelum menjadi pengurus dan mengurus orang lain, kita harus merapikan diri kita terlebih dahulu barulah mengurus orang lain. Bila kita tidak rapi, maka hal yang kita urus akan menjadi lebih tidak rapi.

Sebagai contoh, seseorang suka membuang sampah sembarangan namun memperingatkan orang lain untuk tidak membuang sampah sembarangan. Meskipun orang lain berhenti, namun sang pencetus tetap melakukan sehingga sampah tidak berkurang melainkan bertambah.

Oleh sebab itu, tidak perlulah kita muluk" melakukan hal yang besar. Dari yang hal yang kecil harus lebih baik barulah melaju ke hal yang lebih besar.

Yohanes Wirawan Putranto
XI C / 40

Daniel Christian mengatakan...

Menjadi pemimpin haruslah dimulai dengan memimpin diri sendiri. Artinya di sini bukan egois, melainkan bagaimana kita mendisiplinkan diri dan mengontrol emosi dan perasaan kita. Menjadi pemimpin memang juga harus dimulai dari hal-hal kecil, merapikan tubuh sendiri dan lingkungan sekitar, memimpin kelompok belajar di kelas, atau organisasi keci;l di sekolah atau lainnya.

Mengurus organisasi erat kaitannya dengan tanggung jawab dan disiplin. Mengurus organisasi akan membuat diri kita berkembang menjadi lebih baik. Jadi, intinya untuk menjadi pengurus, kita harus mampu berkaca pada diri sendiri, tingkah laku, mental, dan sebagainya.

Ingat pepatah orang dulu, "Untuk melakukan hal-hal besar, kita harus lulus ujian hal-hal yang kecil, bahkan terkecil sekalipun."

Daniel Christian
XID/09

Unknown mengatakan...

Pendapat di atas memang sangat mutlak kebenarannya. Seringkali orang-orang lebih memikirkan masalah yang lingkupnya besar, sedangkan masalah yang lingkupnya lebih kecil yang berada di depan mata mereka sendiri malah tidak diperhatikan. Hal ini memang merupakan salah satu sifat buruk manusia, dan sifat ini nampak sekali dalam negara kita. Baik pemerintah maupun rakyat kadang terlalu mengurusi urusan yang kompleks dan bersifat internasional. Padahal masalah nasional di negara sendiri saja belum selesai diurus. Hal inilah yang membuat negara kita sulit sekali untuk maju. Menurut pendapat saya, sebagai negara berkembang, Indonesia harus menempatkan masalah-masalah dalam negeri sebagai prioritas utama untuk diselesaikan. Jika masalah-masalah dalam negeri sudah beres, barulah boleh mencoba terlibat dalam penyelesaian masalah yang bersifat internasional. Hal ini memang ada benarnya, kita belajar dari masalah yang lebih dekat terlebih dahulu sehingga kita kita bisa mengambil hikmahnya untuk membantu menyelesaikan masalah yang lebih kompleks

Jovian Jevon / XI-D / 22

Unknown mengatakan...

saya setuju sekali, mayoritas dari kaum muda termasuk saya sangat mudah hanyut pada idealiesme gerakan lingkungan hidup,
sebagi contoh saja, pada gerakan perdana earth hour, kaum muda saling mengirimkan pesan singkat dari ponsel mereka masing masing, tapi pertanyaannya apakan mereka juga ikut serta ?
Tidak usah melihat hal yang terlalu besar apabila hal yang dapat digenggam saja tidak bisa diatur dengan baik.
Beberapa kaum muda bahkan tidak bisa membedakan antara kamar tidurnya dengan gudang, bagaimana hendak mengorganisir orang lain pada suatu organisasi yang mengikutsertakan kehadiran orang lain.
maka marilah kita mulai membiasakan diri menjadi pengurus bagi diri kita sendiri yang dapat dimulai dari hal yang sederhana, seperti merapikan kamar kita sendiri minimal satu minggu sekali

Antonius Richard-xie-5

Ten No Michi mengatakan...

Leo Nugraha / XIB / 29

Memulai sesuatu yang besar hendaknya dimulai dari kebiasaan kecil sehari - hari. Itulah gambaran yang tepat untuk melukiskan bagaimana suatu keteraturan sistem dapat terjadi . Ibarat tubuh manusia, jutaan sel memulai dengan keteraturan masing - masing untuk dapat menghasilkan suatu sistem yang sangat kompleks. Demikian pula dengan kampanye Global Warming yang dewasa ini kiat digalakkan. Meski banyak pihak yang pro terhadap kampanye ini, namun coba kita tinjau dari hal yang sepele seperti buang sampah. Ternyata masih ada saja kali yang tertutup sampah. Lantas apa gunanya kita harus kampanye habis-habisan kalau toh kita tidak mampu memulainya dari masalah yang kecil terlebih dahulu? Apakah juga gunanya kita mengumbar masalah yang sedemikian besar dan kompleks kalau toh masalah yang ringan dan kecil masih saja terbengkalai?

Demikian juga dengan organisasi. Dalam organisasi yang sudah maju, teamwork sudah sedemikian solid karena tiap anggota sudah sadar akan kewajibannya (kewajiban kecil) dan mereka justru mejalankan kewajibannya masing - masing dengan penuh tanggung awab dan dedikasi tinggi sehingga bila dilihat dari luar tampak seperti suatu tanggung jawab besar yang dijalankan oleh tiap individunya.

Akhir kata saya hanya berpesan. Suatu hal yang sederhana ternyata mampu mejadi bagian dari hal yang kompleks bila diselesaikan dengan penuh kesadaran dan dedikasi. Karenanya bila kita memimpikan suatu hal yang besar, mulailah merintisnya dari yang kecil dan sederhana terlebih dahulu saat ini juga.

Gunawan mengatakan...

sebuah kepengurusan atau keikut sertaan diri kita dalam berorganisasi bukan lah yang mudah, karena dalam hal ini yang dituntut bukan lagi kemampuan kita dalam menghadapi permasalahan dengan satu pemikiran dan juga satu otak, akan tetapi yang dituntut adalah kemampuan kita dalam memahami pemikiran orang lain dan juga kemampuan kita dalam mengahdapi permasalahan global. sehingga yang dituntut adalah interpesonal intelligence kita.
sehingga, apabila kita akan menhadapi kondisi seperti itu, ada baiknya apabila kita mengenali diri kita lebih dalam lagi.

Gunawan mengatakan...

saya adalah

Gunawan Handoko
XI-B / 24

K mengatakan...

Memang benar pernyataan yang disampaikan pada posting di atas. Ungkapan "think globally, act locally" sebenarnya merupakan bagian dari pemikiran panjang (sustainable thinking), di mana apa yang kita lakukan sesuai dengan tujuan akhir dan tidak merusak sistem secara keseluruhan hanya untuk mendapat manfaat instan. Dampak lebih jauh harus dipertimbangkan sebelum berbuat sesuatu, dan itu dimulai dari lingkungan terdekat.

Aditya Kristanto
XI-A / 1

WaroengLordz mengatakan...

kenyataan itu memang benar-benar nyata dan tercermin sekali dalam negara kita. Negara kita lebih agak mementingkan kondisi yang bertaraf dunia daripada kondisi negara sendiri. Hal ini dapat kita lihat dari contoh yang dikemukakan Ricky sebelumnya, saya menyetujuinya karena negara kita lebih memikirkan pamor di mata Internasional agar banyak yang kagum atas negara kita. Kita bisa menyimpulkan negara lain akan menganggap negara kita memiliki kepedulian padahal negara saja tidak becus mengurus negaranya sendiri. Orang miskin dan terlantar dianggap hanya masalah sepele, Ingat apabila kita tidak bisa menuntaskan perkara kecil mustahil untuk menyelesaikan perkara besar.
terima Kasih
Gradiyanto XID-18

Alfred mengatakan...

Memang benar jika kaum mudalah yang paling tertarik dengan idealisme. Keinginan untuk memiliki seorang pacar yang cantik pastilah dimiliki oleh setiap pemuda yang normal. Bentuk keinginan ini adalah salah satu bentuk idealisme yang paling sering ditemukan di kehidupan kaum muda.

Idealisme adalah suatu bentuk keinginan untuk memperoleh kesempuranaan. Secara teoritis idealisme sangatlah baik terutama untuk memperbaiki kehidupan terutama kehidupan bagi umat manusia. Sebab, teorinya dengan idealisme, manusia akan berusaha untuk memperoleh kesempurnaan tersebut. Akhirnya, muncullah inovasi-inovasi dan penerapannya yang kita kenal dengan IPTEK(ilmu pengetahuan dan teknologi).

Namun perlu juga diingat bahwa idealisme akan berfungsi dengan sebuah usaha atau penerapan. Idealisme hanya akan menjadi sebuah idealisme tanpa sebuah usaha sebab hanya berupa pemikiran semata. Mungkin pemikiran adalah baik namun tanpa sebuah bentuk realita dari pemikiran tersebut tidaklah akan terlihat dengan jelas fungsinya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pemikiran tersebut tidaklah berguna(hanya karena tidak direalisasikan).

Terlebih bagi mereka yang idealis, idealisme akan sering membawa mereka pada kehancuran diri sendiri. Sebab, semakin tinggi pengharapan seseorang akan suatu hal, semakin berat perjuangan yang diperlukan. Jika dilihat dari kemampuan manusia yang terbatas, akhirnya pengharapan tersebut akan sulit untuk tercapai. Akhirnya, semakin besarlah kekecewaan terhadap dirinya sendiri. Akan tetapi, idealisme yang normal tetaplah baik adanya sebab akan mendukung kehidupan itu sendiri sebagaimana akan tercipta semangat untuk hidup jika pengharapan itu sendiri tercapai.

Jadi, sebagai manusia hendaknya kita jangan berharap untuk segala sesuatu yang terlalu besar. Kita wajib menyadari kemampuan kita sendiri dan melakukan sesuatu dari yang sederhana. Jika kita memang dengan sepenuh hati yakin bahwa kita memiliki kemampuan untuk menempuh hal yang setingkat lebih tinggi, kita boleh mengharapkan sesuatu yang lebih. Dengan demikian, idealisme yang kita miliki tidakalah menjadi sebuah idealisme semata.

Prinsip ini hendaknya sama seperti pelajaran-pelajaran di sekolah. Untuk dapat mengerjakan operasi perkalian kita perlu mengetahui operasi penjumlahan. Untuk mengetahui individu kita perlu mengetahui sel dan komponen penyusunnya. Demikian pula dengan ekologi yang global perlu sebuah pemahaman akan sebuah ekologi yang lokal atau terdekat.

Alfred mengatakan...

Alfred Susilodinata
XIE/3

Stephan Sonny mengatakan...

Menurut pendapat saya, dalam hidup perlu ada organisasi yang baik. Sebagai contoh, perusahaan menjadi besar karena jajaran staff yang baik pula. Oleh karena itu, mulai dari sejak muda, kita perlu belajar untuk mengurus dan berorganisasi.

kiel mengatakan...

Saya sangat setuju bahwa segalanya harus dimulai dari hal yang terkecil lebih dahulu. Apabila kita tidak bisa merawat atau mengendalikan hal yang kecil bagaimana kita mau mengatur hal yang besar. Hal ini memang terlihat nyata dalam kehidupan masyarakat kita sekarang ini. Memang lebih mudah untuk melihat kekurangan orang lain dibandingkan kekurangan diri kita sendiri. maka haruslah dimulai gerakan untuk introspeksi diri terlebih dahulu. Apabila kita bisa mengendalikan hal yang kecil, hal itu akan menjadi bahan pembelajaran bagi kita untuk menghadapi tantangan yang lebih besar.

Unknown mengatakan...

Segala hal dimulai dari hal kecil. Mengapa? Inilah logikanya. Segala hal adalah sebuah sistem, yang terintregasi yang tak ditunjang oleh komponen-komponennya. Jadi kalau komponen-komponen yang relatif kecil itu rusak, bagaimana nasib yang besar? Apa akan tetap biasa saja? Saya rasa tidak. Jadi mari membenahi diri kita sebelum menyediakan diri kita untuk masyarakat agar kita tidak sekadar menjadi pembeban dari sistem yang bernama masyarakat.

Putera Utama XIB 33

Febrian mengatakan...

"Noda di mata orang lebih terlihat daripada gajah di mata sendiri"
Sebuah peribahasa yang menyadarkan kita bahwa untuk mengurus masalah-masalah besar, mulailah dengan masalah kecil. Bagaimana kita bisa menjadi bangsa yang besar, yang bisa berperan aktif di dunia, bila masalah kemiskinan, ketimpangan sosial, KKN, dan kecurangan dalam masyarakat sendiri belum bisa kita selesaikan? Marilah kita mulai dengan berbuat kecil namun berarti daripada berusaha berbuat besar namun tak pernah kesampaian.
Febrian Sidharta
XI C/18

Unknown mengatakan...

kepedulian akan lingkungan memanglah sebuah bentuk kesadaran diri pada tiap individu yang ada, maka dari itu adalah sebuah tantangan bagi para pemimpin untuk bisa merubah sudut pandang orang-orang agar bisa memahami betapa pentingnya bagi kita untuk bisa melindungi dan menjaga lingkungan kita agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan seperti global warming.

Yulius Adi Jaya
XI-E/41

Unknown mengatakan...

Segala perbuatan baik berakar dari dalam diri kita yang cenderung kita anggap sepele. Mengenai mengurus kita dapat mulai belajar dengan mengurus diri kita sendiri mulai dari hal-hal yang kecil misalnya membereskan kamar, menyapu rumah dan lainnya. Apabila kita sudah bisa mengurus diri sendiri maka barulah kita mengurus hal-hal yang lebih luas misalnya mengurus lingkungan sekitar kita. Belajar menjadi pengurus adalah hal yang sangat penting agar kita bisa menjadi pemimpin

kevinepe mengatakan...

Kalau tak bisa mengurus diri sendiri, apalagi mengurus orang lain. Belajarlah mengatur diri sendiri dulu, karena dengan demikianklah kita bisa menjadi manusia-manusia yang berkompeten dalam memimpin sesama sekaligus mewujudkan visi&misi Kolese Kanisius yang ingin menjadikan kita para pemimpin yang beriman.

Kevin Eka Putra
XI F / 28