30 November, 2008

Kevorkian: Dr Death


Kevorkian adalah nama seorang dokter di Amerika. Pada tahun 1990-an ia dikenal masyarakt dunia karena kasusnya sebagai berikut:

"... dituduhkan kepadanya bahwa ia membantu pasien meninggal yang belum terminal. Pasien-pasien yang dibantunya memang mengindap penyakit fatal, tetapi penyakit mereka belulm pada stadium terakhirnya. Demikian halnya juga dengan pasien terakhir yang dibantunya, Thomas Youk. Padahal, terlepas dari penilaian boleh tidaknya, dengan 'euthanasia' selalu dimengerti mengakhiri kehidupan pasien terminal dan 'bunuh-bunuh diri berbantuan' selalu dipahami sebagai pemberian kesempatan kepada pasien terminal untuk membunuh diri. Jika saat kematian masih jauh, tidak terjadi euthanasia atau bunuh diri berbantuan... Lagi pula, ada dugaan kuat bahwa Kevorkian membantu beberapa pasien yang mengalami depresi. Kalau memang benar, perilakunya menjadi tidak etis karena alasan itu juga. Sebab, depresi adalah kondisi medis yang bisa diobati. Dan dokter tentu mempunyai kewajiban mengobati pasien, selama kemungkinan itu tersedia....

(K. Bertens, Perspektif Etika: Esai-esai tentang masalah Aktual, Yogyakarta, Kanisius, 2001, hlm. 126)

97 komentar:

alberthutama mengatakan...

Kalau saya pikir, memang sudah kewajiban dokter untuk menyembuhkan pasien dengan 1001 macam cara. Tetapi, Euthanasia bukanlah cara singkat untuk menyembuhkan penyakit pasien dengan mencabut nyawa pasien.
Euthanasia menjadi lebih tidak etis apabila dokter memutuskan untuk di-Euthanasia-kan pasien non-terminal, yang jauh dari stadium akhirnya. Euthanasia juga melanggar kehendak Tuhan karena kita mengkehendaki kematian dengan segera, tetapi ternyata yang direncanakan Tuhan tidak demikian atau mungkin saja Tuhan merencanakan orang tersebut hidup beberapa tahun atau dekade lagi.
Di sisi lain, kita tidak bisa menganggap Euthanasia adalah metode yang salah. Buktinya, kita tahu bahwa Euthanasia merupakan sesuatu yang sah di bidang kedokteran, jadi tidak alasan untuk memvonis Euthanasia 100% tidak etis, apalagi jika pasien yang bersangkutan menginginkan untuk dilakukan Euthanasia atas dirinya.

Alfred mengatakan...

Kematian bukanlah cara yang tepat untuk mengatasi masalah. Sebab, dengan meninggalnya seseorang, masalah yang ia tinggalkan tidak akan terpecahkan. Dokter yang membantu menciptakan kematian bukanlah seorang dokter sebab ia telah berjanji untuk menyembuhkan orang lain di atas kitab sucinya saat penobatannya menjadi dokter.

Jika memang eutanasia mampu memecahkan masalah, di manakah buktinya? Masalah tidak akan terpecahkan dengan meninggalnya seseorang malah ia akan meninggalkan beban bagi orang lain. Kita ambil contoh seseorang yang berhutang banyak dan memutuskan untuk melakukan bunuh diri. Ia memang tidak akan menghadapi masalah tersebut namun ia akan membebankannya kepada orang lain yakni sanak keluarganya. Jadi, apakah kematian memecahkan masalah?

Mungkin juga kita sering mendengar bunuh diri untuk mempertahankan harga diri oleh masyarakat tertentu. Hal ini hanyalah kepercayaan belaka. Sebab, dengan ia melakukan bunuh diri, ia telah menyangkal dirinya sendiri dan akhirnya membenci dirinya sendiri dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Jika ia telah menyangkal dirinya sendiri, siapakah yang akan menghargai dia?

Maka, kematian bukanlah solusi tepat untuk memecahkan segala permasalahan di dunia ini. Setiap manusia memegang peranannya sendiri yang harus ia pegang hingga akhir hayatnya. Melakukan bunuh diri artinya kita suka membebankan orang lain dan hanya bergantung pada mereka. Dengan demikian, dimanakah "gengsi" kita? Dengan demikian, manusia wajib berjuang hingga akhir dan manusia juga mengartian para dokter yang berjuang demi nyawa manusia. Dokter yang baik akan selalu berusaha untuk menyembuhkan pasiennya dan bukan mengobati atau mengabulkan depresi sang pasien.

-Alfred S. XIE/3-

Unknown mengatakan...

Terlepas dari jenis penyakit dan segala hal-hal lainnya, eutanashia adalah sebuah kesalahan besar baik dalam hidup maupun bidang kedokteran. Apakah sekarang ini manusia sudah sebegitu hebatnya sehingga dapat memutuskan hidup dan mati bahkan untuk diri sendiri?
Dalam kondisi apapun, kehidupan adalah sesuatu yang indah. Kehidupan adalah anugrah yang tidak boleh dikorbankan kecuali demi hidup lainnya. Kita tidak bisa seenaknya saja mati jika ingin mati karena hak kita untuk hidup tidak akan pulih kembali. Euthanasia, bagaimanapun alasannya dan keadaannya tidak boleh dilakukan selama seseorang memiliki kesempatan hidup. Seorang dokter harus membantu pasien untuk sembuh, bukan untuk bunuh diri. Dokter adalah pekerjaan mulia, bukan pencabut nyawa. Kehidupan adalah perjalanan sebab itu manusia harus berjuang didalamnya sampai nafas terakhir.

Anonim mengatakan...

yah.. kelakuan si dokter kevorkian memang sudah tak sewajarnya... sudah seharusnya dan semestinya tugas dokter adalah merawat pasien hingga sembuh dan yang terpenting adalah memberi harapan untuk hidup.. bukannya malah membantu untuk berbuat bunuh diri. memang kondisi depresi adalah sesuatu yang agaknya dapat membuat si penderita melakukan hal-hal yang mengarah ke tindakan tersebut. dan harusnya dokter ada untuk mebantu pasien keluar dari masalah tersebut bukan malah membuat mereka semakin depresi dan akhirnya memilih jalan tersebut.. euthanasia pun di dalam gereja katholik kan dilarang..

Unknown mengatakan...

Menurut saya, Euthanasia itu sah-sah saja. Kalau kita lihat, Dokter selain memiliki kewajiban untuk menyembuhkan pasien, dokter juga harus memberikan yang terbaik untuk pasien. Jika memang kemungkinan pasien untuk sembuh adalah 0, tidak ada salahnya melakukan Euthanasia. Tetapi itu juga harus dengan persetujuan keluarga besar pasien. Karena membiarkan pasien terus menderita dengan harapan yang kosong untuk sembuh dan untuk waktu yang tidak jelas samapai kapan itu baru hal yang tidak etis menurut saya.

Gio/XI-F/22

K mengatakan...

Jika memang si pasien masih bisa disembuhkan, mengapa ia dibantu untuk mati? Bukankah para pasien merupakan manusia yang masih bisa disembuhkan dan masih bisa disemangati untuk hidup? Tindakan ini jelas tercela dan tidak mencerminkan seorang dokter yang harusnya menyembuhkan para pasiennya.

Aditya Kristanto
XI-A / 1

Unknown mengatakan...

sejak dulu saya tidak pernah setuju sedikitpun dengan tindakan euthanasia atau mengakhiri hidup seseorang dengan sengaja dengan alasan apapun. Kita tidak bisa menentukan hidup mati seseorang hanya dari kondisinya, entah koma, stroke, ataupun depresi. Sebagai seorang dokter, kita pun tidak boleh menentukan untuk 'membunuh' pasien kita dengan cara apapun. Apabila saya adalah seorang dokter, saya tidak akan melakukan tindakan-tindakan konyol seperti itu, sebaliknya saya akan menggunakan cara seperti memahami kondisi pasien dan kemudian kita akan dapat mengetahui apa yang perlu kita perbuat untuk berusaha semaksimal mungkin menyembuhkannya atau paling tidak mengurangi deritanya tanpa membunuhnya..

Yulius AJ XI-E/41

OSCAR mengatakan...

bagi saya euthanasia bukan cara yang tepat untuk menolong sesama. karena tindakan tersebut malah “membantu” menghilangkan nyawa seseorang., yang boleh dan berhak atas nyawa manusia adalah Tuhan itu sendiri. Yang saya lihat dari dokter dokter yang ada, mereka terpaksa melakukan euthanasia itu karena permintaan dari pasien itu sendiri. Tapi menurut saya itu tetap tidak boleh dilakuan dengan alasan apapun. kita tidak boleh menyerah terhadap keidupan ini. walaupun dijalanankan sulit dan tak sesuai kehendak kita, kita harus tetap bertahan dan percaya bahwa Tuhan pasti akan membantu kita dalam keadaan apapun juga. Dalam persoalan dokter kevorkian, hal yang dia lakukan sangat tidak etis dilakukan karena seolah olah ia mengambil nyawa pasiennya. maka dari itu saya sangat tidak setuju dengan euthanasia karena tindakan tersebut mencerminkan kita tidak menghargai keidupan.

-Oscar B Anwar XI-C/29-

kiel mengatakan...

Saya tidak setuju dengan euthanasia karena hal ini melanggar apa yang sudah Tuhan perintahkan kepada kita umatnya untuk mengusahakan kehidupan. Dengan melakukan euthanasia itu berarti mencabut nyawa orang lain, padahal seharusnya hanya Tuhan yang boleh mencabut nyawa manusia.
Dokter seharusnya sebagai tenaga medis berusaha dengan segenap usaha untuk mengusahakan keidupan bagi pasien. Maka saya sangat tidak setuju dengan perilaku Dr. Kevorkian yang dengan semena – mena mencabut nyawa manusia. Euthanasia
semakin tidak etis karena dilakukan kepada pasien terminal yang belum mencapai stadium akhir. Berarti masih ada kemungkinan penyembuhan. Nafas kehidupan yang telah Tuhan berikan kepada manusia disia – siakan.

Yehezkiel Nathanael
XI D / 39

Jason Suteja (Teja) mengatakan...

Kalu menurut saya, Euthanasia merupakan hal yang kurang baik. Karena menurut saya setiap manusia tentu masih memiliki hak untuk hidup, walaupun manusia tersebut sedang berada di suatu keadaan yang menyulitkan. Seperti yang sedang dialamioleh kakek saya, beliau sekarang sudah berumur 70 tahun dan beliau sudah mulai sakit - sakitan. Lalu ketika beliau masuk ke rumah sakit. paman, tante, dan ayah saya dengan gigih terus berusaha dengan sebaik mereka agar kakek saya dapat bertahan hidup. hal itu mereka lakukan, karena mereka sadar bahwa kehidupan harus dapat kita pertahankan.

Unknown mengatakan...

Menurut pendapat saya euthanasia bukanlah jalan yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan/kondisi pasien karena euthanasia mengahpus harapan hidup seseorang yang sebetulnya masih bisa hidup untuk beberapa waktu lagi.Selain itu seharusnya dokter berusaha semampu mungkin untuk menolong hidup pasien bukan malah untuk mengakhiri hidup pasien itu sendiri.
Bila seorang dokter melakukan euthanasia kepada pasiennya itu berarti ia tidak menghormati hidup pasien dan juga mengkhianati sumpahnya sebagai dokter untuk mengobati pasien,dengan euthanasia dokter berarti sudah lepas tangan atau tidak mau berusaha lagi untuk membantu pasien

Geraldi W/XIF/20

WaroengLordz mengatakan...

Perbuatan Kevorkian hanya semata-mata tindakan pembunuhan yang berkedok sebagai dokter yang menjalankan euthanasia. Mungkin ia tidak memikirkan tingkat harapan kesembuhan pasiennya, ia menganggap tindakan euthanasia adalah jalan yang terbaik dan ia juga terbukti mempengaruhi pasien supaya mau menerima keputusan itu.

Hal itu sudah merupakan tindakan PEMBUNUHAN !!!


Gradiyanto XI-D/18

Ikan Kembung mengatakan...

Menurut saya, kasus Kevorkian sudah sangat jelas terbukti salah, karena dia membantu seseorang untuk bunuh diri, sedangkan pasien tersebut belum mencapai stadium akhir.. itu artinya pasien tersebut masih mempunyai kesempatan yang besar untuk hidup, sedangkan yang dilakukan Kevorkian tersebut adalah menghasut seseorang tersebut mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Hal ini tentu tidak bisa dikatakan etis karena sebagai dokter, ia seharusnya membantu pasien tersebut untuk tetap hidup.. bukannya menghasut orang tersebut agar meninggal.. seakan-akan meninggalkan kewajibannya sebagai dokter.

euthanasia yang dilakukan Kevorkian termasuk euthanasia bunuh diri. memang perbuatan euthanasia adalah perbuatan yang sebenarnya salah karena mengambil hak hidup seseorang. tetapi saya tidak sepenuhnya bisa mengatakan tidak kepada euthanasia juga.

Mengapa? euthanasia juga dijabarkan melalui banyak macam. pada saat saya mencari keterangan lebih lanjut, saya melihat situs netsains.com

Di situ saya melihat 4 macam euthanasia. saya sudah tentu tidak bisa mendukung euthanasia non sukarela, tidak sukarela, dan bantuan bunuh diri. tetapi euthanasia sukarela harus saya pikirkan lagi.

Dalam kasus euthanasia sukarela, si pasien secara sadar menginginkan kematian, tanpa dibujuk atau dihasut. tentu saja kita harus berpikir 2x, karena ia juga memiliki hak untuk melakukan euthanasia sendiri karena ia tidak ingin hidup lagi, mungkin karena menyusahkan orang lain dan juga menyusahkan diri sendiri. mungkin karena pasien tersebut juga sudah sekarat dan tidak dapat disembuhkan lagi.

tetapi meskipun demikian, tentu saja dokter tidak bisa langsung mengatakan "ya" dan langsung melaksanakannya. jika diliat dari kondisi pasien, pasien tersebut tidak terlalu sekarat dan masih memiliki kesempatan untuk hidup, tentu saja hal tersebut bertentangan dengan euthanasia, dan lebih kepada bunuh diri. mungkin hal tersebut merupakan pelarian terhadap kewajibannya untuk hidup.

tetapi seandainya, pasien telah menyusahkan orang-orang sekitarnya. ia tidak bisa disembuhkan. biaya yang diperlukan habis untuk segala macam pengobatan. ia pun sekarat. Apakah yang bisa diperbuat?

Mungkin jika kita melihat pihak dokter, dokter bisa dikatakan sebagai pembunuh karena mengambil hidup orang lain. tetapi jika hal itu permintaan pasien yang "hopeless", apakah yang dapat kita perbuat? mungkin dokter pun akan merasa bersalah karena telah melakukan euthanasia tersebut, tetapi jika pasien tersebut merasa lebih tentram dan damai, daripada menyusahkan orang di sekitarnya?

Leon
XIE/30

Ikan Kembung mengatakan...

Note : Dokter pun harus mengingatkan pasien bahwa perbuatan bunuh diri adalah perbuatan yang tidak baik.

Unknown mengatakan...

Menurut saya, Euthanasia itu sah-sah saja. Kalau kita lihat, Dokter selain memiliki kewajiban untuk menyembuhkan pasien, dokter juga harus memberikan yang terbaik untuk pasien.

Namun apa yang dilakukkan Kevorkian sangatlah tidak terpuji karena telah melakukkan Euthanasia sebelum terminal akhir

antonius richard/xie/5

Unknown mengatakan...

Seorang dokter seharusnya membantu pasiennya dengan segala cara yang ia bisa ,bukannya mengambil jalan singkat dengan melakukan euthanasia.
hal yang dilakukan Kevorkian sangat tidak etis karena dia melakukan euthanasia kepada pasien yang belum memasuki stadium akhir dan kepada pasien yang mengalami depresi karena mungkin saja pasien-pasien itu masih dapat disembuhkan,namun apabila memang tidak dapat disembuhkan setidaknya kita bisa membantu untuk memperpanjang umurnya.

Benny H/XIE/9

candidate cxx- persevere mengatakan...

Menurut saya singkat saja...
Dokter ada untuk mengobati / menyembuhkan orang yang sakit...
singkatnya Dokter berjuang agar seseorang hidup...
Misal seseorang sakit dan berobat pada dokter..sang dokter akan menganalisis sakitnya sebisanya dan mencoba memberi penyembuhnya sehingg pasien selamat.

Akan tetapi Dokter tidak bertugas untuk mengatur hidup seseorang..Ia hanya bertugas untuk mencoba sebisa mungkin agar seseorang hidup

Tapi, bila seseorang yang mengaku dokter dan bertugas untuk menyembuhkan seseorang dari sakit

Malah merenggut nyawa seseorang dan
melakukan praktek euthanasia atau aborsi...

Pasti Ia tidak lulus sarjana kedokteran...(^.^))

atau ia bukan dokter melainkan seseorang berkedok dengan jubah dokter yang melakukan praktik Illegal...

sungguh Dokter hanya bertugas untuk mencoba menolong nyawa seseorang bukan sebaiknya...

que sara sara

Leo Nugraha mengatakan...

Leo Nugraha / XIB / 29

Menurut saya, dokter memang punya kewajiban untuk membebaskan pasiennya dari derita penyakit, namun bukan berarti dokter harus menghabisi atau mengakhiri nyawa pasiennya. Dokter harus berupaya melakukan berbagai cara guna menyembuhkan pasien, dan dokter juga seharusnya mengingatkan pasien supaya tidak mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya.

Selain itu bila dilihat dari sisi pasien, juga diperlukan iman yang kuat dari pasien untuk dapat sembuh. Sebab kesembuhan pasien bukan berasal dari obat dokter atau usaha dokter saja, namun juga hati dan jiwa dari pasien supaya bisa sembuh. APabila sang pasien sudah punya image akan tetap seperti itu dan tidak akan sembuh maka kecil kemungkinan akan dapat sembuh total. Pemikiran untuk segera mengakhiri hidup juga justru hanya akan mempersulit kesembuhan saja.

Jadi kita bisa melihat sendiri kalau euthanasia apapun bentuk dan alasannya bukan sesuatu yang dapat melepaskan masalah, karena itu justru menambah masalah yakni di mata Tuhan. Dan dokter berkewajiban untuk mengingatkan pasien untuk tidak mengambil jalan euthanasia sebagai jalan keluar. Perlu diingat karena nyawa manusia hanya diatur oleh Allah, bukan oleh manusia sendiri.

Fransiskus Raymond mengatakan...

Hidup penuh dengan pilihan. Tapi lebih dari itu, hidup adalah pilihan. Jika kita mampu memilih, kita akan hidup. Sebaliknya, jika kita tidak berani memilih, maka hidup bukanlah kelanjutan diri kita. Tindakan pembunuhan secara sengaja dengan metode Euthanasia merupakan salah satu pilihan. Kita ingin memandangnya sebagai sesuatu yang benar ataupun salah, semuanya tergantung bagaimana kita merancang pikiran kita, sebab benar atau salah ada di tangan kita.

Namun, secara umum kita mengenal bahwa hidup manusia adalah berharga. Berharga di sini yakni berharga di mata Tuhan. Entah bagaimana, namun ketika kita mendengar jenis kita (manusia) dibandingkan dengan Tuhan, tentu saja ada sesuatu yang istimewa ingin disampaikan dalam pesan tersebut. "Saya (kita) adalah someone's special," seperti kata Jose Mourinho, pelatih klub sepak bola Inter Milan mengungkapkan siapa dirinya. Jika kita mampu memaknainya dengan benar, maka beliau bukanlah sombong, melainkan selalu positive thinking akan dirinya. Ia percaya bahwa dirinya adalah spesial. Dan kita juga harus begitu, sebab "kita istimewa".

Fransiskus Raymond
XIE/20

Daniel Christian mengatakan...

Bicara mengenai tindakan euthanasia bagi para pasien, tidak dapat dibenarkan. Untuk orang-orang yang sakit parah sekalipun tidak pantas, apalagi untuk orang yang belum begitu parah sakitnya(sang pasien tersebut). Jadi, sudah seharusnya kita dapat mempertimbangkan segala perilaku moral kita. Jangan sampai kita mendahului rencana Tuhan. Mungkin saja rencana Tuhan lebih baik, dari pada sebuah kematian dari kehidupan yang fana ini.

Daniel Christian
XI D / 09

Yohanes Wirawan Putranto mengatakan...

Menurut saya, Kevorkian adalah dokter yang ingin mengambil jalan pintas. Dia lebih memilih mengakhiri nyawa pasiennya daripada menyembuhkannya. Orang seperti ini tidak layak untuk menjadi seorang dokter. Seorang dokter tugasnya adalah menyelamatkan orang yang sakit. Bila ia tidak sanggup melakukannya, janganlah menjadi dokter.
Dan saran saya adalah, bila seseorang ingin menjadi dokter, ada baiknya ia mengenal dirinya dulu, tujuan menjadi dokter dan barulah menjadi dokter.

Yohanes Wirawan Putranto
XI C/40

Unknown mengatakan...

Apabila kita ditanya "Siapakah dokter itu? Apa pekerjaannya?" Lantas jawabannya adalah "Dokter adalah orang yang pekerjaannya menyembuhkan orang sakit."

Menurut saya, dokter harus mengusahakan semaksimal mungkin agar seorang pasien dapat bertahan hidup. Apabila ada seorang pasien yang sudah sangat kritis dan tidak ada semangat untuk hidup lagi, sudah kewajiban seorang dokter untuk memberikan semangat dan harapan agar ia memiliki semangat untuk hidup kembali. Begitu pula dengan keluarganya, apabila keluarganya sudah tidak memiliki biaya untuk perawatannya, seorang dokter dapat meminta pertimbangan kepada rumah sakit agar pasien tersebut masih dapat memperoleh perawatan yang layak. Atau dokter itu dapat membantu membiayai biaya perawatannya.

Saya tidak setuju dengan tindakan Euthanasia. Karena seperti yang telah saya katakan sebelumnya bahwa kematian seseorang itu telah diatur oleh Allah. Tidak selayaknya seorang dokter mengacaukan rencana Allah itu. Dokter hanyalah perantara Allah untuk menyembuhkan pasien bukan untuk 'membunuhnya'. Allah-lah yang mengatur kapan seseorang harus meninggal.

James Hidayat
XI-E / 24

G.A.B.E mengatakan...

Saya tidak percaya bahwa orang seperti Kevorkian bisa dibilang sebagai seorang dokter. Tindakan yang ia lakukan sudah melewati batas toleransi. Seorang dokter harusnya berusaha untuk menyembuhkan orang lain, bukan mempercepat kematiannya. Dengan adanya dokter dapat diharapkan bahwa orang-orang akan menikmati hidup lebih lama. Tetapi dokter seperti Kevorkian hanya akan membuat umat manusia menjadi berkurang dengan tindakan euthanasia. Apalagi euthanasia yang ia lakukan belum pada stadium akhirnya. Banyak sekali kemungkinan pasien untuk bisa sembuh apabila masih jauh dari stadium akhir, dan dokter seperti Kevorkian dengan seenaknya mengakhiri kemungkinan tersebut. Tindakan yang ia lakukan sama saja dengan pembunuhan dan tidak menghargai hidup yang telah diberikan kepada Tuhan.
Adapun "alasan" yang mendorongnya adalah untuk menyembuhkan dari depresi. Padahal penyakit depresi memang bisa disembuhkan apabila diberi cukup waktu dan bimbingan dari orang lain.
Dokter seperti Kevorkian harusnya tidak menjadi teladan bagi orang lain

Gabriel Alexander/XiE/21

cafa mengatakan...

kalau saya, tidak setuju dengan membuat orang kehilangan jiwanya dengan alasan depresi dan yang lainnya..........

depresi itu masih ada obatnya.....
menurut saya obat depresi yang paling manjur itu
adalah dengan curhat masalah kita keapda Tuhan Yang Maha Esa...
karena ada ditulis, Siapa yang letih lesu dan berbeban berat datanglah KEPADAKU ( Tuhan Yesus-red)

kevorkian harus dibasmi, khususnya apabila hal ini masih terdapat dalam rumah sakit.

terimakasih.

Selamat Hari Natal 2008 dan Tahun Baru 2009 Pater

Nama : Rizky -11A-17

SathCCstriker mengatakan...

shaloom...
setelah saya membaca tentang artikel Kevorkian dimana banyak orang menyebutnya DR.Death..saya rasa memang kelakuan dari Kevorkian ini sangatlah tidak etis..Sebagai Dokter seharusnya dia menyembuhkan pasiennya dalam keadaan fisik dan keadaan mental, namun dia tidak melakukan ini,,dya justru membantu pasienya yang depresi dengan pembunuhan..ini berarti dya mengijinkan pasiennya untuk membunuh diri..Jelas hal ini menyimpang..
Dan jelas pembunuhan ini tidak dapat menyelasaikan masalah..Selama pasien masih bisa disembuhkan, seharusnya euthanasia tidak dilakukan..

Satria Utama XID/34

SathCCstriker mengatakan...

shaloom...
setelah saya membaca tentang artikel Kevorkian dimana banyak orang menyebutnya DR.Death..saya rasa memang kelakuan dari Kevorkian ini sangatlah tidak etis..Sebagai Dokter seharusnya dia menyembuhkan pasiennya dalam keadaan fisik dan keadaan mental, namun dia tidak melakukan ini,,dya justru membantu pasienya yang depresi dengan pembunuhan..ini berarti dya mengijinkan pasiennya untuk membunuh diri..Jelas hal ini menyimpang..
Dan jelas pembunuhan ini tidak dapat menyelasaikan masalah..Selama pasien masih bisa disembuhkan, seharusnya euthanasia tidak dilakukan..

Satria Utama XID/34

Ry0_W4t4n4b3 mengatakan...

menurut saya, mungkin dokter itu takut gagal menyelamatkan pasiennya dan memilih euthanasia sebagai jalan pintasnya, tetapi itu sebenarnya bukan jalan keluar. Melainkan itu malah memperparah keadaan yang sebenarnya. Tuhan memberi kita kekuasaan untuk memberi hidup, bukan untuk mengambil hidup karena yang berhak untuk mengambil hidup hanya Tuhan sendiri. Hidup atau mati hasilnya terserah Tuhan. Yang terpenting kita telah berusaha menyelamatkan nyawa orang lain.

Marvin
XIC/26

Ricky Kristanda mengatakan...

Memang suatu hal yang sungguh sulit yang sedang dihadapi oleh si dokter. Saya setuju dengan pendapat Gereja yang tidak mengijinkan pembunuhan dengan alasan apapun, termasuk euthanasia karena pada hakikatnya kehidupan itu adalah milik Allah, Allah yang memberi ,oleh karena itu hanya Allah juga yang berhak mengambilnya, dan tidak seorang pun yang berhak selain Allah sendiri.

Mungkin keadaan yang dihadapi si pasien itu sangat menderita, namun menurut saya ini tidak terlepas dari rencana Tuhan. Kita bisa mengambil sisi positif dari setiap hal yang terjadi. Mungkin saja bahwa ada suatu rencana Tuhan yang indah yang Tuhan ingin lakukan melalui penyakit yang dialami si pasien itu. Perkara si pasien sudah lama menderita, itu juga tidak dapat menjadi alasan yang membenarkan euthanasia karena kita harus ingat bahwa waktu Tuhan, bukanlah waktu manusia. Bukan berarti juga Tuhan tidak mengingat dan memperhatikan umatNya. Ingat bahwa 1 hari Tuhan sama dengan 1000 harinya Tuhan. Tuhan tidak pernah terlambat menolong umatNya.

Kita harus senantiasa mengimani bahwa Tuhan tidak pernah memberi suatu pencobaan yang melebihi kemampuan umatNya. Tuhan senantiasa merancangkan apapun yang baik, tidak pernah Ia memberi anak-anakNya ular beracun. Melainkan Ia menjanjikan suatu anugerah yang indah bagi setiap yang percaya kepadaNya. Seberapa besar penderitaan itu, kita harus terus berharap dan memegang teguh janji Tuhan. Jangan pernah putus asa apalagi sampai bunuh diri. Oleh karena itu, Euthanasia tidak dibenarkan dan tindakan Dr. Kevorkian tidak dapat dibenarkan.

By : Ricky (XI D/33)

Andreanus mengatakan...

Menurut saya, euthanasia adalah tindakan yang melanggar hukum agama dan hak asasi manusia. karena euthanasia sama saja dengan membunuh seseorang, walaupun orang tersebut memiliki penyakit yang sudah mencapai stadium lanjut dan para dokter pun sudah angkat tangan dan memvonis pasiennya akan meninggal dalam jangka waktu dekat.
Walaupun Euthanasia adalah hal yang tidak dilarang dalam dunia kedokteran, tetapi adalah kewajiban seorang dokter untuk menyembuhkan pasiennya dengan berbagai cara. Dan jikalau sekali pun sang pasien meminta sang dokter untuk melakukan euthanasia, dokter tersebut harus menolaknya. Seorang dokter harusnya tidak menyembuhkan pasien secara fisik saja tetapi juga secara batin dengan melakukan pendekatan dan mengajak pasien mengetahui arti sebuah kehidupan sehingga sang pasien tidak putus asa dan berniat untuk membunuh dirinya sendiri. Melainkan menjalani sisa hidupnya dengan kebahagiaan
Dokter sendiri pun pada dasarnya adalah seorang manusia biasa. Ia tidak bisa mendatangkan mujikzat yang bisa secara tiba - tiba menyembuhkan sang pasien. maka, sang dokter juga harus memotivasi sang pasien untuk percaya akan adanya mujikzat tersebut.
Jadi, euthanasia memang tidak salah karena diperbolehkan oleh kedokteran. Tetapi, dokter tersebut sebisa mungkin harus menghindari terjadinya euthanasia itu sendiri. Dan membesarkan hati pasien dengan memberikan arti kehidupan dan kepercayaan akan adanya mujikzat.

Andreanus / XI-D / 03

Indra Dinatha mengatakan...

Menurut saya setiap dokter harus mempunyai pikiran yang lebih luas lagi bahwa proses euthanasia terhadap beberapa pasien tidak seharusnya dilakukan. Setiap dokter harus berusaha keras untuk menolong pasiennya dengan usaha yang keras. Euthanasia dapat disamakan dengna proses mempercepat kematian seorang pasien yang menderita penyakit yang sudah parah sekali. Walaupun penyakit si pasien sudah parah, setipa dokter harus berusaha sekeras mungkin untuk menolong pasien dari penyakitnya. Apabila seorang dokter berani melakukan euthanasia, maka dapat kita katakan bahwa dokter tersebut secara tidak langsung berani untuk membunuh pasiennya sendiri.
Walaupun terkadang permohonan untuk melakukan proses euthanasia muncul dari keluarga si pasien itu sendiri, dokter tidak seharusnya melakukan proses euthanasia. Kita semua tahu bahwa dalam sepuluh perintah Allah terdapat larangan jangan membunuh. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa proses euthanasia itu tidak baik. Oleh karena itu saya tidak setuju dengan tindakan seorang dokter yang melakukan euthanasia terhadap pasiennya sendiri.

-Indra Dinatha(XI-D/no.19)-

Unknown mengatakan...

Merangkum dari jawaban teman-teman.

Pertama, mayoritas murid CC tidak setuju dengan tindakan Euthanasia Kevorkian karena pasien itu masih belum di kondisi stadium akhirnya.
Ada yang bilang tidak boleh ada euthanasia.
Ada yang bilang sah-sah saja menurut kedokteran namun tak setuju dengan kevorkian.

Kedua, mayoritas murid setuju dokter harus berusaha menyembuhkan pasiennya dengan segala cara.

Ada yang tidak peduli apakah sudah masuk stadium akhir pun harus tetap ditolong.

Ada yang bilang kalau sudah masuk stadium akhir boleh dieuthanasia dengan persetujuan dari keluarga dan dalam keadaan sungguh tak dapat diselamatkan.

Ketiga, semua sependapat bahwa hidup mati seseorang ada di tangan Tuhan. Manusia tidak boleh memutuskannya.

Bagi yang tertarik mengenai masalah Kevorkian lihatlah:
http://en.wikipedia.org/wiki/Jack_Kevorkian

http://www.rotten.com/library/bio/mad-science/jack-kevorkian/

Saya ambil dari Wikipedia:
Activities after his release from prison

On January 15, 2008, Kevorkian gave his largest public lecture since his release from prison, speaking to a crowd of 4,867 people at the University of Florida. The St. Petersburg Times reported that Kevorkian expressed a desire for assisted suicide to be "a medical service" for willing patients. "My aim in helping the patient was not to cause death," the paper quoted him as saying. "My aim was to end suffering. It's got to be decriminalized."

Menurut saya sendiri Kevorkian adalah orang yang unik. Lihatlah perkataannya yang terakhir.

"Kevorkian will be on parole for two years, and one of the conditions he must meet is that he cannot help anyone else die. He is also prohibited from providing care for anyone who is older than 62 or is disabled. He could go back to prison if he violates his parole." Kevorkian said he would abstain from assisting any more terminal patients with death, and his role in the matter would strictly be to persuade states to change their laws on assisted suicide.

Yah dia sudah tobat dari membantu membunuh orang tapi dia berusaha untuk mengubah hukum terhadap bunuh diri.

..." He ran as an independent. He did not get elected to office.

Tapi gagal. Wajar saja kalau orang-orang tidak memilihnya.

Mungkin niatnya baik dia ingin mengakhiri penderitaan, bukan kematian tapi caranya aneh dan tidak etis.

Benardi Atmajda XIF/7

Andre mengatakan...

Menurut saya, tugas dokter bukanlah untuk mempercepat kematian sang pasien. Melainkan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita si pasien.
Dokter melakukan euthanasia, berarti sama saja dengan mencabut nyawa pasien atau sama saja membunuh. Mengapa? karena secara tidak langsung dokter mencabut nyawa si pasien dengan cara tidak berusaha menyelamatkan pasiennya dan seolah-olah menjadi "Dewa Kematian" yang mencabut nyawa pasiennya.
Dengan demikian, si dokter telah mencoba untuk mengambil alih tugas TUHAN yang menentukan hidup matinya seseorang. Hal ini merupakan suatu dosa karena menyalahi kodrat manusia yang menjadi "pelaku" Kehendak Allah.
Selain itu, di Indonesia sendiri, Eutanasia dilarang dengan pasal 344 KUHP yang berbunyi
”Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.
Dengan demikian, sangat disayangkan kalau masih ada orang yang melakukan Euthanasia. Ini menunjukkan bahwa manusia belum percaya sepenuhnya pada TUHAN atau secara umum disebut "OMONG DOANG".

ANDRE N
XIC/5

Unknown mengatakan...

Perbuatan dokter tadi merupakan kesalahan besar karena ia bukan berusaha menyembuhkan pasiennya melainkan membantu pasiennya untuk bunuh diri. Sebenarnya masih ada kesempatan si pasien untuk sembuh, namun hal itu sengaja disembunyikan oleh dokter tadi

Jovian J. / XI-D / 22

endii mengatakan...

Dokter, sebagai profesi untuk membantu menyembuhkan orang sakit eharusnya berpegang teguh dengan kalimat tersebut, di seluruh dunia, tidak ada dokter sebagai profesi untuk membunuh orang sakit, di mana-mana yang ada untuk membantu menyembuhkan. Menurut saya Doter Jack Kevorkian aka dr.Death adalah orang yang kurang pintar. Dengan pemikirannya, dia boleh saja berpikir bahwa dengan melakukan praktik euthanasia ia akan mengurangi penderitaan pasien. Memiliki pemikiran akan dibolehkannya praktik euthanasia bukan berarti melakukan praktik tersebut.
Jadi, dr. Kevorkian itu kurang pintarnya di mana?
dr. Kevorkian kurang pintar karena ia sendiri yang melakukan praktik euthanasia secara nyata. Dan kita tahu bahwa euthanasia itu dilarang, dan siapapun yang melakukannya akan ditangkap polisi. Jika saya sebagai dr. Kevorkian yang dalam pemikiran saya menyetujui praktik euthanasia, saya akan menyuruh dokter lain untuk melakukan praktik illegal tersebut daripada saya yang harus masuk penjara.

Jessen mengatakan...

menurut saya tindakan euthanasia itu bukan hanya tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan nyawa seseorang, tindakan tersebut juga membantu orang sekitarnya, misalnya bila seseorang menderita suatu penyakit yang tidak mungkin untuk disembuhkan namun masih bisa bertahan hidup dengan bantuan alat alat medis, ini akan membebani keluarga pasien dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk tetap memasang alat medis untuk bertahan hidup. hal yang biasa dilakukan bila keluarga tidak mampu lagi membiayai atau merasa kasihan dengan pasien yang hanya hidup dengan alat bantuan dengan harapan sembuh tidak ada sama sekali, adalah mencabut alat bantuan hidupnya. menurut saya ini merupakan sebuah tindakan logis yang membantu keluarga pasien untuk terlepas dari beban biaya yang cukup besar dan merelakan kematian sang pasien karena pasien tidak memiliki kesempatan hidup selain dengan ditunjang alat bantu medis. meskipun masih dalam konteks menghilangkan nyawa seseorang, menurut saya ini sah sah saja dan logis.
jessen yudityo XIA/15

AN mengatakan...

Menurut saya euthanasia yang dilakukan oleh dokter tersebut salah karena para pasiennya masih belum mencapai stadium terakhirnya. Jika belum mencapai stadium terakhir maka pasien itu masih dapat disembuhkan . Tetapi untuk orang yang depresi seharusnya tidak dilakukan euthanasia karena itu adalah hal psikologi yang dapat disembuhkan dengan suatu macam terapi

-Adrian Natanael Haryanto XIA5-1

Usup mengatakan...

Menurut saya khususnya dalam kasus ini euthanasia bisa dikatakan sebagai suatu tindakan kejahatan yang dilakukan oleh sang dokter. Hal ini karena sebagai seorang dokter yang harusnya memperjuangkan kehidupan seseorang, sedangkan dia mennggunakan euthanasia ini sebagai solusi mudaj untuk "mengobati" seseorang. Apalagi jika dia melakukannya terjadap orang yang depresi karena seperti yang dikatakan depresi ini sangat bisa diobati. Serta seorang dokter harus memperjuangkan pasien selama masih ada kemungkinan

Aksa XI-S1 / 26

Dipun mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Dipun mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Dipun mengatakan...

Dokter seharusnya bekerja untuk menyelamatkan nyawa orang-orang lain dan membantu mereka sehingga mereka dapat sembuh dari penyakitnya. Namun apa yang sudah dilakukan oleh Dr. Kevorkian bertentangan dengan Pernyataan tersebut. Apa yang sudah dilakukan Dr. Kevorkian dengan membantu pasiennya melakukan euthanasia tersebut salah, karena banyak dari pasiennya yang belum memasuki stadium terakhir dari penyakitnya yang dalam artian orang tersebut masih dapat diselamatkan dan disembuhkan. Selain itu euthanasia yang dilakukannya terhadap orang depresi tersebut salah juga. Orang yang depresi seharusnya dibantu agar mereka dapat pulih dari kondisinya sehingga dapat mempunyai kondisi mental yang stabil. Bukannya di bolehkan untuk melakukan euthanasia karena depresi bukanlah alasan yang baik untuk orang melakukan euthanasia. Euthanasia juga dapat dilakukan Jika kondisi orang tersebut sudah tidak bisa dipulihkan kembali yang akhirnya membuat orang tersebut tersiksa. Dengan tujuan melepas orang tersebut dari penderitaan.

Demetrius Devon Nestor XIS1 / 9

Dipun mengatakan...

Menurut saya euthanasia bukan lah tindakan yang seharus nya seorang dokter lakukan untuk pasiennya. Untuk kasus ini tindakan yang dj ambil oleh dokter tersebut salah karena profesi dokter bukan membunuh pasiennya melainkan membantu, mengobati, dan merawat pasiennya. Walau pasiennya belum pada tingkat kronis/terminal/stadium akhir maka dokter wajib untuk terus membantunya sampai detik terakhir. Dengan semua hal yang harus membantu pasiennya. Dan untuk pasien yang depressi tindakan yang diambil bukan lah euthanasia hal ini bukan lah solusi untuk depressi atau untuk pasien yang diagnosis penyakit fatal. Untuk depressi masih bisa di bantu dengan treatment , pengobatan, dan dampingan dari dokter tersebut. Memperjuangkan hidup adalah tugas dokter bukan membuat kematian

-Frederic Bryan Eunrico Windratno XISI-12-

Juan Farrel mengatakan...

Pada kasus seperti diatas, Dr.Kevorkian melakukan euthanasia kepada pasiennya adalah hal yang salah, sekalipun penyakit yang diderita sudah sangat fatal dan hampir mustahil untuk disembuhkan. Karena dengan euthanasia, sang dokter tidak menghargai kehidupan yang sudah diberikan oleh Tuhan. Hanya Tuhan yang berhak memanggil umatNya untuk kembali ke surga, bukan manusia. Selain itu, tugas seorang dokter adalah memperjuangkan hidup manusia sampai akhir, dan bukan mengakhiri penderitannya dengan cepat. Jadi sebenarnya dengan euthanasia atau tidak tapi tujuannya untuk mengakhiri hidup manusia sangat tidak diperbolehkan.


- Juan Farrel Nami Hutagaol XIA3/22

Unknown mengatakan...

Euthanasia hanya menjadi sebuah solusi terakhir bagi mereka yg sudah tergolong tidak terselamatkan. Hal ini menjadi peraturan yang essential dan utama dalam segala penerapan euthanasia, sebuah peraturan yanng tidak boleh dilanggar. Dalam kasus yang dipaparkan di atas, tentu terlihat jelas bahwa peraturan ini sudah dilanggar. Oleh karena itu, tindaan tersebut tergolong salah dan sebaiknya harus ditindak. Mau bagaimanapun juga, segala upaya harus dikerahkan untuk menyelamatkan nyawa seseorang, sebab nyawa menjadi pemberian Tuhan yang sangat berharga dan perlu dijaga dan dihargai sebisa mungkin, tidak bisa dibuang begitu saja.
Dokter bertindak sebagai individu yang berperan menyelamatkan nyawa, bukan membantu mencabutnya. Oleh karena itu, dokter harus selalu berupaya memperjuangkan nyawa pasiennya bagaimanapun juga. Memang betul perilaku tersebut melalui rasionalisasi dapat dikatakan membantu mengurangi penderitaan pasien. Namun, apakah penderitaan itu setimbal dengan harga nyawa? Segala kenangan yang telah terbentuk selama hidup dan yang akan datang, dibuang begitu saja? Saya rasa tidak.

-Wessley Tjahaja XIA3/23

enryleinhard mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
enryleinhard mengatakan...

Bagi saya, euthanasia bukan merupakan jalan terakhir dari apapun yang terjadi kepada seseorang. Mirisnya, seorang dokter yang seharusnya membantu menyembuhkan seseorang namun malah membantu membunuh seseorang, ini merupakan hal yang sangat salah dari perspektif apapun. Dalam kondisi pasien yang masih bisa bertahan hidup, masih bisa diperjuangkan oleh sang dokter bagi saya ini bukan merupakan pilihan yang tepat, apalagi dalam kasus diatas penyakit depresi yang dapat dianggap sebagai penyakit yang belum terminal tetapi dokter tersebut malah melakukan euthanasia. Semua pasien yang belum dikatakan sebagai pasien terminal, atau pasien di stadium akhir harus diperjuangkan, dibantu, dan disembuhkan hingga titik terakhir. Karena seorang dokter menyembuhkan seseorang dengan cara yang benar bukan "menyembuhkan" dari penderitaan dengan euthanasia.

-Enryl Einhard XIA3/15

Unknown mengatakan...

Seorang dokter sudah seharusnya menjadi pelayan pasien dan membantu mengusahakan kesembuhannya. Hal ini patut dilakukan di kondisi apapun, karena memang itulah bagian serta kewajibannya. Maka -disebutkan juga dalam buku katekismus populer- bukanlah hak dokter untuk mencabut nyawa manusia dengan alasan apapun juga. Tuhanlah yang menentukan hidup dan mati, sedangkan dokter hanya bertugas membantu serta melayani.

Seringkali ada kontroversi yang seolah-olah membenarkan euthanasia dengan alasan "manusiawi", yaitu mempercepat penderitaan. Tetapi hal ini sama saja mencabut nyawa seseorang, padahal seharusnya di saat-saat kritis seperti itu, kita berdoa dan meminta pertolongan serta hikmat kepada Tuhan. Setelah itu lakukan bagian kita, entah itu mengusahakan kesembuhan pasien ataupun menyemangatinya sebagai keluarga. Dengan itu maka tindakan euthanasia -apalagi jika dilakukan kepada pasien non-terminal yang tidak kritis kondisinya- tidak boleh dilakukan, dengan alasan apapun.

-Victor Jordan XIA4/31

Joe Mama mengatakan...

Menurut saya euthanasia adalah sebuah pilihan terakhir bagi mereka yang Sudah tidak dapat tertolong lagi.

Dokter memiliki kewajiban untuk membantu pasien mereka dengan berbagai Cara, tetapi bagaimana situasi dimana pasien dalam kondisi Yang sangat kritis sehingga hidupnya seolah-olah Sudah berakhir? Apakah anda akan membiarkanya menjalankan sisa hidupnya Yang penuh sengsara? Atau anda akan memberikanya kematian yang tenang?

Kasus seperti ini seringkali terjadi terutama bagi mereka yang otaknya Susah tidak dapat berfungsi lagi. Tubuhnya Masih hidup, tetapi ia menjadi sebuah ruang hampa dirinya sebelumnya.

-Adriel Baga, XIA4/1

Unknown mengatakan...

Lagipula sudah banyak terdengar mujizat-mujizat kesembuhan pasien yang dalam kondisi kritis/sekarat. Setelah itu juga mereka terus melayani orang lain dan menjadi berkat di mana pun mereka berada. Maka dengan melakukan euthanasia, kita menutup pintu bagi Tuhan untuk bekerja, menghalangi rencana Tuhan bagi para pasien untuk menjadi berkat bagi orang lain setelah mereka sembuh. Oleh karena itu kesembuhan adalah sesuatu yang mungkin dan harus diperjuangkan di keadaan apa pun.

-Victor Jordan XIA4/31

Unknown mengatakan...

Menurut saya, euthanasia adalah hal yang salah karena Tuhan telah memberikan kita kehidupan dan seharusnya tidak ada orang yang boleh mengambilnya. Kita harus menghargai pemberian Tuhan dan rencana-Nya. Tuhan memiliki rencana bagi kita semua oleh karena itu, euthanasia salah karena menghalangi rencana Tuhan dan kita membuang pemberian Tuhan yaitu pemberian untuk hidup

Emmanuel Jason. P XIA1/4

Stefan Rafael mengatakan...

Menurut saya euthanasia tidak dapat dibenarkan kecuali memang pasien sudah tidak dapat diselamatkan lagi secara medis. Dan hal itupun juga dilakukan dengan cara melepas alat bantu hidup pasien itu sendiri bukan dengan membunuhnya.Karena sejatinya pengobatan dilakukan untuk mengusahakan kesembuhan pasien itu sendiri bukan hanya dengan mengakhiri kesakitannya dengan cara-cara yang mudah salah satunya dengan mengakhiri kehidupan pasien.
Euthanasia sama saja dengan menbunuh seorang pasien karena mereka belumlah meninggal. Dan tidak ada yang mempunyai kuasa untuk mecabut nyawa manusia selain Tuhan. Dan Tuhan bisa saja memberikan kita pelajaran berharga bagi kita dalam rupa penyakit untuk bisa lebih berguna bagi sesama, oleh karenanya kita tifak boleh putus harapan. Dan tetap percaya serta memohon kesembuhan dari Tuhan.

Stefan Rafael M./XIA1/28

BangBacaBuku mengatakan...

Peter Adisasmita XIA1/23 CC21

Menurut saya, penggunaan euthanasia oleh dokter tersebut bukan cara yang baik dan benar untuk mengakhiri rasa sakit, apalagi pasien tersebut merupakan seseorang yang masih jauh dari stadium akhir penyakitnya. Artinya penyakit orang tersebut masih dapat diobati. Terlebih lagi pasien sering dalam keadaan depresi sehingga apa yang dilakukan oleh dokter kevorkian tersebut sangatlah tidak etis.
Selain itu, seharusnya tugas seorang dokter adalah memperpanjang hidup pasien dan merawatnya dengan usaha semaksimal mungkin, seperti yang tertampung dalam sumpah kedokteran tahun 2017 yang berbunyi : SAYA BERSUMPAH BAHWA: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.
Banyak orang membenarkam tindakan euthanasia sebagai timdakan yang manusiawi untuk mengakhiri penderitaan, namun pada dasarnya tindkaan ini sama drngan tidak menghargai kehidupan seseoramg karena tidak memperjuangkan kehidupan oramg tersebut. Selain itu, penderitaan yang dialami tidak sebandimg demgan kemuliaan hidup seseorang.

Johannes Jovianto mengatakan...

Kasus seperti ini memang banyak menuai pro kontra. Kalau dari opini diri saya sendiri tindakan euthanasia memiliki 2 pihak yang saling berkepentingan. Satu pihak agama yang memang tidak membolehkan dilakukanya tindakan ini, akibat ajaran gereja yang memang mengatakan hidup itu kudus serta harus dibela. Selain itu juga hanya Tuhan yang memberikan kita hidup, maka tidak bolehlah kita mengambilnya dari manusia. Yang bertentangan pihak yang lain adalah dengan perkembangan teknologi semakin pesat, modernisasi teknologi kesehatan memungkinkan euthanasia lebih “manusiawi” dilakukan. Memang sulit, kalau menurut saya jika ingin menyetarakan kedua pihak bertentangan ini. Karena memang ajaran agama katolik tidak semuanya bisa dicerna dengan logika yang dianggap benar zaman modern ini. Walau begitu, saya sendiri merasa memang kewajiban seorang dokter, sesuai janji yang dianutnya sejak awal. Haruslah membela nyawa manusia hingga titik usaha penghabisan.

- Johannes Jovianto, XIA1/15 -

wariwariwarihh mengatakan...

Bisa sangat dimengerti bahwa tidak sedikit orang-orang yang menderita, yang merasa dirinya sudah tidak bisa melakukan apa apa lagi, yang hanya merasa hidupnya hanya akan menjadi beban bagi orang lain; meminta untuk diakhiri hidupnya
Hidup mereka terasa sudah tidak berguna lagi. Maka daripada lebih lama hidup menderita, mereka berpemikiran bahwa sebaiknya hidup tidak perlu dilanjutkan kembali.
Dalam suatu kasus tertentu yang sudah sangat fatal dan kritis; ambil saja contoh kasus seseorang yang mengalami kecelakaan hebat, dan tidak satupun anggota tubuhnya bisa digerakkan. Namun, badan dan jiwanya masih hidup dan masih bisa merasa. Jika kasusnya seperti ini, maka mungkin euthanasia adalah pilihan yang bisa dipilih. Orang tersebut tidak bisa melakukan apa-apa lagi dalam masa hidupnya, penyakitnya tidak bisa disembuhkan, dan selama masa hidupnya ia hanya akan menderita dan menderita. Namun tentu saja, euthanasia bisa dilakukan jika saja sudah ada persetujuan dari pihak korban, atau yang mewakili yang bersangkutan.
Namun lain lagi jika sebenarnya penyakit orang tersebut masih bisa disembuhkan. Sebagai seorang dokter, sudah menjadi kewajiban bahwa dokter harus berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan pasiennya. Euthanasia adalah pilihan terakhir dari terkahir yang bisa dilakukan untung menangani seorang pasien. Euthanasia haram hukumnya jika dilakukan kepada orang-orang yang masih bisa diselamatkan. Apalagi kepada penyakit seperti depresi yang hitungannya tidak sesulit penyakit fatal lainnya.
Memang sebenarnya sulit untuk berpura-pura tidak menderita dari perasaan depresi, namun tidak boleh dihindarkan bahwa depresi tidak bisa disembuhkan.

-Frans Warih XIA1/8

Unknown mengatakan...



Euthanasia dilakukan untuk beberapa hal dan yang utama adalah menghindari kesengsaraan.
Walaupun dengan alasan menghentikan kesengsaraan melakukan euthanasia bukanlah hal yang harus dilakukan karena

Pertama tugas seorang dokter bukan mempercepat kematian seorang pasien.Tugas utama seorang dokter adalah untuk menyelamatkan pasiennya. Dalam kode etik dokter sendiri seorang dokter harus mengupayakan hidup pasiennya dari pembuahan sampai meninggal. Maka dari itu mengapa euthanasia dilakukan?

Kedua sesuai dengan kasus diatas pasien yang memilih untuk melakukan euthanasia dalam kondisi tidak sehat secara mental seperti mengalami depresi. Seorang yang depresi menurut hellodokter dapat memikirkam untuk melakukan bunuh diri. Dengan ini seorang yang melakukan euthanasia berada dalam kondisi yang tidak sehat untuk menentukan keputusan dalam hidupnya terutama keputusan mengenai menghentikan hidupnya sendiri.

Yang terakhir adalah hidup adalah hal yang kudus. Hidup sendiri keputusan mengenai kehidupan berasal dari Allah sendiri. Hidup yang kita miliki ini harus diperjuangkan bukan semena mena dibuang begitu saja.

- Keane XIA1/17

Unknown mengatakan...

Euthanasia memang sering menjadi solusi dalam bidang medis tetapi menurut saya euthanasia terlalu sering dijadikan jalan pintas untuk menyelesaikan sebuah penderitaan.Tetapi makna hidup sebenarnya itu justru timbul karena adanya penderitaan itu sendiri.Maka kita seharusnya menjalani penderitaan itu bukan malah menghindari penderitaan itu.Dengan menjalani hidup melalui penderitaan kita bisa banyak belajar dan bisa menjadi lebih baik lagi.
Di luar itu mukjizat-mukjizat Tuhan juga sering terdengar dimana kesembuhan orang orang dari kondisi kritis yang seharusnya bisa menjadi pertimbangan yang lebih baik daripada sekedar mengakhiri hidup.Setiap orang ditujukan untuk menjadi berguna bagi banyak orang dan setiap orang memiliki potensi untuk itu.Mengapa kita harus memutuskan untuk menghilangkan peluang kita untuk menjadi value dalam masyarakat ?

Jonathan William A XIA1/16
Cc’21

BangBacaBuku mengatakan...

Ryan chang,xia1,27 cc21
Melihat kasus tersebut membuat saya berpikir. Dalam kasus ini pasien belum terminal dan tidak dalam sengsara yang sungguh berat namun dapat dibilang ia meminta kepada dokter untuk mengakhiri kesengsaraanya. Saya merasa hal ini tidak benar.
Alasan pertama saya ialah karena melanggar hipokratik oath yang dijanjikan oleh dokter ketika mereka mulai berpraktik. Hal ini menceritakan bahwa seorang dokter tidak boleh menyakiti seseorang dan harus menyembuhkannya, jika tidak bisa setidaknya tidak diperburuk. Pasien belum terminal dan dokter tidak dapat menyembuhkannya. Ia memilih untuk mengakhiri hidupnya yang menurut saya bentuk dalam memperburuk kasus ini.
Alasan kedua saya ialah ini melanggar keinginan Tuhan. Ia menginginkan bahwa semua orang untuk hidup dan tidak meninggalkan dunia tidak pada waktunya. Melalui euthanasia seseorang dapat memilih waktu kematiannya dan ini tidak diinginkan oleh Tuhan.
Untuk merangkum kasus ini merupakan pilihan salah karena melanggar perjanjian yang dibuat dokter serta melanggar Perintah Allah.

-ryan chang xia1,27,cc21

Noname mengatakan...

Dokter merupakan seorang Yang membantu pasiennya untuk menyembuhkan penyakit Yang dialaminya. Dokter yang membantu pasiennya untuk euthanasia menurut saya tidak benar dilakukan oleh dokter. Dokter yang harusnya memberikan kesembuhan bagi pasiennya malah membantu menyelesaikan hidup pasiennya. Perlu diketahui bahwa hidup ini adalah milik Tuhan, kita diciptakan oleh Tuhan dan yang berhak untuk mengambil nyawa kita ialah Tuhan sendiri. Jika kita euthanasia,secara tidak langsung Kita mengambil hak Yang menjadi hak Tuhan.

Pasien yang euthanasia pastinya memiliki masalah / penyakit Yang diderita. Semua masalah/ penyakit pasti Ada jalan keluarnya. Namun untuk menemukan jalan itu butuh perjuangan Yang sangat sulit. Intinya Dalam situasi apapun Kita tidak boleh mengambil nyawa Yang menjadi hak Tuhan. Jika pennyakit sudah parah maka Kita harus berjuang Dan berdoa. Biarlah Tuhan sendiri yang berkehendak terhadap diri kita selanjutnya.

Leonardo Laiherman XIA1/19

Stefan Rafael mengatakan...

CC '21

Unknown mengatakan...

Dari kasus yang saya baca diatas kata 'euthanasia' memang sudah tidak asing di dunia kedokteran zaman modern ini. Menurut saya euthanasia ini sangat tidak dibenarkan dalam dunia kedokteran. Memang euthanasia dibuat atau digunakan untuk meninggalkan kesengsaraan seseorang karena sakit. Tapi euthanasia bukan cara yang tepat untuk memberikan solusi kepada pasien. Justru tugas utama seorang dokter ialah menyelamatkan hidup seseorang yang sedang sakit dengan sekuat tenaga dan dengan karunia yang diberikan Tuhan.

Walaupun seseorang pasien menderita penyakit/masalah yang serius seharusnya euthanasia bukanlah jalan yang tepat apalagi secara tidak langsung kita mencabut hak Tuhan dalam mengatur hidup seseorang. Tuhan lah yang berhak untuk mencabut hidup seseorang, jika kita mengidap penyakit yang sangat parah berdoa dan percayalah kepadanya niscaya jika memang hidupmu masih panjang penyakit separah apapun bisa disembuhkan apapun caranya.

- BAGI MEREKA YANG PERCAYA,
MUKJIZAT ITU ADA -

felciano Enrico Setiawan
Xia2/10
Cc'21

FELICIANO

Unknown mengatakan...

Kevin Avindra XIA2/18 CC 21
Kita dapat melihat jika eutanasia adalah perbuatan yang sangat tak terpuji. Karena, manusia tidak punya hak untuk menentukan hidup atau mati sesamanya. Hanya Tuhan yang dapat menentukan hidup dan mati. Sesuai dengan kasus di atas, sekalipun pasien sendiri yang meminta kematian pada dokter. Tetapi, sebagai dokter, dokter harus berusaha menyembuhkan pasien tersebut sebagai tugas dokter yaitu menyembuhkan pasien sekalipun pasien meminta kematian pada dokter. Secara ajaran moral dan ajaran kristiani pun juga salah karena gereja mengutamakan kehidupan selama hal itu dapat diselamatkan. Begitu juga dari beberapa perspektif seperti perspektif masyarakat dan sosial yang menolak eutanasia ini. Mereka menganggap eutanasia sebagai pembunuhan selagi orang dapat diselamatkan dan disembuhkan dari penyakitnya. Apakah nyawa manusia sebegitu tidak berharganya sehingga sangat mudah untuk melakukan eutanasia? Mari kita pikir dan renungkan bersama.

Debritto mengatakan...

Debritto xia3/12
Menurut saya disini tindakan nya dokter kevorkian bukan hanya salah dan juga tidak berprikemanusiaan. Jika guna dokter hanya sebagai pembunuh apa gunanya oenjahat yang membunuh orang orang. Tidak sesuai dengan moral kristiani, karna memang para pasien belum meninggal dan penyakitnya belum ditahap yang amat berbahaya.

Unknown mengatakan...

Kita dapat mengetahui secara jelas bahwa hak untuk menentukan hidup dan mati bukanlah milik kita, melainkan milik Tuhan sehingga secara jelas memang tentu euthanasia bukanlah cara yang tepat dan bermoral dalam menyelesaikan suatu permasalahan, terutama di dalam kasus ini dokter Kevorkian yang seharusnya menunaikan amanat dokter nya yaitu untuk menyembuhkan penyakit harus dijalani dengan totalitas hingga titik darah penghabisan, sedangkan dia lebih memilih untuk melakukan euthanasia kepada pasien yang memiliki penyakit mematikan walaupun belum tentu pasti meninggal daripada merawat dan mencoba semaksimal mungkin ditambah ia juga membantu para pasien yang mengalami depresi dengan euthanasia walaupun sebenarnya bisa disembuhkan dengan cukup pergi ke dokter jiwa atau dengan konsultasi yang terus menerus, sehingga menurut saya tindakan dokter ini sangat tidak bermoral karena sebenarnya penyakit tersebut mungkin masih dapat disembuhkan dan tidak perlu menggunakan euthanasia

CHRISTOPHER ADRIAN
XIA6-09/CC 21

Marvel mengatakan...

Saya tidak setuju dengan eutanasia karena jika eutanasia digunakan untuk mengakhiri hidup seseorang yang beralasan depresi itu termasuk tindakan yang salah karena setiap manusia memiliki martabat yang sama antara satu dengan yang lain jadi tidak boleh ada satupun manusia tanpa terkecuali mengambil martabat orang lain.

Marvel Evorius N / XI-A6 / 16 CC 21

Brian XIA6/24 mengatakan...

Kewajiban seorang dokter memang untuk membantu menyembuhkan penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara penanganan terhadap penyakit tersebut. Cara yang dipakai oleh dokter kevorkian ini memang salah dimana dia menggunakan euthanasia untuk membantu seseorang untuk meninggal. Jika memang penyakit tidak bisa ditangani lagi, maka kita hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Hanya Tuhan yang memiliki kuasa atas hidup dan kematian. Kita hanya perlu berdoa kepada Tuhan dan pasrah terhadap kehendakNya.

Peter Brian/XIA6/24
CC 21

Mr S mengatakan...

Nicholas Matthew Tenadi XIA6/23
Menurut saya, euthanasia itu cara praktis untuk kabur dari masalah. Walaupun demikian, kita hanya menjadi orang yang lebih baik dan lebih kuat dibawah tekanan masalah. Apakah penyakit menutup kesempatan anda untuk berkarya? Nyatanya, tidak demikian. Pernah membayangkan seorang yang tuli dapat membuat musik? Itulah yang dilakukan komposer terkenal yang bernama Beethoven. Dia dapat memainkan dan membuat musik dengan keterbatasannya. Pernah membayangkan seorang yang cacat kakinya dapat menjabat sebagai presiden? Itulah yang dilakukan Franklin Delano Roosevelt. Dia mengantarkan Amerika keluar dari resesi dan menjadi negara adidaya, juga memenangkan PD2, semuanya dilakukannya di kursi roda.
Yakin bahwa anda sudah tidak ada harapan lagi? Tidak bisa melakukan apa-apa?

Mr S mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Mr S mengatakan...

CC 21

Unknown mengatakan...

Menurut saya, tindakan dokter kevorkian adalah menyimpang dari tugas seorang dokter yang seharusnya menyembuhkan pasien. Membantu pasien bunuh diri menurut saya tidak ada bedanya dengan membunuh, terlepas pasien tersebut mau atau tidak. Yang jelas, ketentuan dihalalkannya euthanasia adalah ketika pasien tersebut mengalami derita penyakit terminal pada stadium akhir dan kemungkinan untuk sembuh ataupun sekedar hidup pun juga begitu kecil. Sedangkan tindakan dokter kevorkian adalah membunuh pasien yang masih berkemungkinan untuk hidup bahkan sembuh sehingga tindakkannya tersebut melanggar moral kristiani yang memperjuangkan bentuk kehidupan

Unknown mengatakan...

Leonardo Bambang H. / Xia6/ 14
CC21

Matthew Patrick mengatakan...

Euthanasia dilihat dari segala aspek bagi saya memang sebuah tindakan yang buruk dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Kristiani yang pernah diajari kepada saya. Menurut saya sejak manusia lahir , yang memiliki hak untuk mencabut nyawa manusia hanyalah Tuhan. Dalam kondisi apapun tidak ada yang boleh mengambil hak manusia untuk hidup kecuali Tuhan sendiri. Walaupun dalam kondisi dimana sang pasien memiliki penyakit yang sudah tidak dapat disembuhkan, sang dokter seharusnya hanya merawat sang pasien sampai akhir hidupnya dengan segala kemampuan yang ia punya, karena kewajiban seorang dokter adalah memberi pelayanan mereka untuk menyembuhkan seorang pasien dengan segala kemampuan mereka bukan mencabut nyawa pasien yang sudah tidak bisa ditolong kondisinya. Tindakan dokter kevorkian ini sangat bertolak belakang dengan nilai nilai yang diajari oleh Gereja , karena mencabut atau bahkan membuka pelayanan untuk mencabut nyawa pasien yang ingin mati saya karena kondisi mereka. Bisa dibilang dokter kevorkian ini adalah seorang pembunuh, karena definisi seorang pembunuh adalah seseorang yang mencabut nyawa orang lain. Selain itu hal yang bisa dilakukan pasien adalah bukan menyerah akan hidup mereka namun untuk menyerahkan hidup mereka di tangan Tuhan, karena hanya Tuhan Yang berHAK mencabut nyawa manusia.

Matthew Patrick mengatakan...

Matthew Patrick xia6/17

Pandhu mengatakan...

Hidup adalah hal yang harus diperjuangkan bagaimanapun caranya. Namun, kualitas hidup seseorang juga tidak boleh diabaikan. Euthanasia seperti uang logam yang memiliki dua sisi. Seperti kasus pada dr. Kevorkian ini, euthanasia pada pasien yang belum terminal dipandang salah oleh gereja, maupun secara moral. Walaupun penyakit yang diderita pasien sangat fatal dan pasien meminta untuk disudahi hidupnya, pasien tersebut masih memiliki harapan hidup maupun kecil, sehingga cara apapun harus dilakukan untuk menyelamatkannya. Disisi lain, euthanasia pada pasien yang sudah tidak tertolong (terminal) merupakan sebuah perbuatan yang baik. Membiarkam pasien menderita dalam keadaan tanpa harapan bukanlah sebuah tindakan memperjuangkan hidup, namun sebuah tindakan penelantaran pada nasib pasien. Diluar pertimbangan tersebut, euthanasia harus dilakukan dengan persetujuan dari keluarga orang yang bersangkutan dan dengan prosedur yang sesuai standar kedokteran yang ada.

Bryan Hayadi mengatakan...

Sebernarnya orang tersebut dapat mempersiapkan dirinya terlebih dahulu dengan cara mempersihkan pikiranya, memohon pertobatan, mengakukan dosanya, dan sebagainya agar kematianya dapat menjadi suatu saat yang bergembira/berbahagia baginya. Bila orang tersebut diputuskan hidupnya sebelum Ia "bertobat", tentunya hukuman yang diberikan Tuhan padanya akan lebih besar, karena Ia, dan dokternya juga akan diminta pertanggungjawaban atas tindakan mereka.


Nicholas Bryan Hayadi XI Sos2/21

Bernard P mengatakan...

Dokter tersebut melakukan kesalahan yang sangat besar jika ia berperilaku sesuai apa yang artikel gambarkan. Melakukan pembunuhan dalam hal apapun tidak dibenarkan oleh ajaran agama manapun, apalagi katolik. Yang lebih parah lagi adalah sebenarnya orang-orang tersebut dapat diselamatkan dengan bantuan dari manusia lain, tetapi untuk mempermudah orang-orang tersebut untuk lebih cepat hilang (stress), sang dokter mengambil jalan yang mudah dan simpel walaupun sebenarnya berakibat fatal bagi teman dan keluarga pasien. Sang dokter harus diajak melihat kembali cara menghargai hidup manusia dan harus segera disadarkan oleh orang lain. Pasien yang hampir menjadi korban pun juga harus diajak berbicara kita arahkan sesuai ajaran Yesus Kristus supaya dapat kembali ke jalan yang benar, bukan menyerah begitu saja.

David Bernard Pranata XIS2/12

Bryan Hayadi mengatakan...

CC 21

Dariel mengatakan...

Meskipun tindakan Dr. Kevorkian menuai protes dan kritik, ada pula pandangan yang mendukung kebebasan individu untuk memilih mengakhiri hidup mereka, terlepas dari stadium penyakit mereka. Beberapa berpendapat bahwa hak untuk memiliki kendali atas akhir hidup mereka seharusnya tidak terbatas pada pasien-pasien yang sudah mencapai stadium akhir penyakit terminal. Menurut pandangan ini, asalkan keputusan diambil secara sadar, bebas tekanan, dan setelah pertimbangan matang, individu memiliki hak untuk memutuskan kapan dan bagaimana mereka ingin mengakhiri hidup mereka. Hukum dan etika mengenai euthanasia memang kompleks, dan pandangan ini menantang konvensi tradisional, namun mengingat kesejahteraan pasien sebagai prioritas utama, pendekatan ini bisa diperdebatkan.

Dariel Yuel Karsten / XI3 - 11 / CC25

Andrew Aldiansyah mengatakan...

Saya menilai bahwa tindakan ini bertentangan dengan ajaran agama Katolik dimana dokter seharusnya mencari solusi untuk membantu pasien tanpa mengambil jalan pintas yang berakibat fatal. Sekalipun hidup seseorang hanya 1%. Kita sebagai manusia tidak berhak untuk menyuruh orang lain untuk bunuh diri karena tidak ada harapan, dan atau kita sendiri menginginkan bunuh diri agar tidak ada penderitaan lagi. Itu bertentangan dengan etika dan ajaran Tuhan. Hanya Tuhanlah yang berhak untuk mengambil hidup kita karena Dia yang memberikan kita kehidupan. Jadi untuk mereka yang hilang harapan dan putus asa, tetap semangat dan jangan pernah mengeluh sekalipun tidak ada harapan, karena kita masih memiliki Tuhan. Tuhan dapat memberikan kita keajaiban dan dapat membalikkan keadaan dari 1% bisa menjadi 99%. Jadi jangan pernah berpikir untuk bunuh diri.

Andrew Aldiansyah /XI-3_05/ CC 25

Gabriel Lionel Wito/XI-4/11 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Adrian Putra Dharma mengatakan...


Kasus Dr. Kevorkian pada tahun 1990-an memang bikin kami berpikir-pikir. Dokter ini jadi pusat perhatian global karena dituduh membantu pasien yang belum mencapai tahap terminal untuk menyelesaikan hidup mereka. Thomas Youk jadi bukti akhir dari serangkaian kontroversi yang melibatkan euthanasia dan bantuan bunuh diri.

Sebetulnya, pertanyaannya bukan cuma soal benar atau nggaknya perbuatannya, tapi juga soal etika dan moralitas dalam dunia medis. Dr. Kevorkian ngeluarin pemahaman baru, katanya bisa membantu yang belum terminal. Di situlah perdebatan dimulai.

Tapi, walaupun ada argumen yang bilang euthanasia itu hak pasien untuk punya kontrol atas hidup mereka, ada sisi gelap juga. Ada dperbincangan bahwa Dr. Kevorkian bahkan membantu pasien yang lagi depresi. Depresi itu kondisi medis yang bisa diobati, dan dokter punya tanggung jawab buat bantu pasien, bukan malah jadi 'pemulus' jalan ke arah yang nggak pasti.

Hal ini tentunya membuat saya berpikir, apakah tindakannya cuma ngebantu atau justru ngerusak etika dokter itu sendiri? Dokter kan seharusnya jadi garda terdepan buat bantu pasien, bukan jadi pembantu buat yang mau putus hidup. Kewajiban dokter seharusnya lebih ke arah pengobatan, bukan ngebantu orang bunuh diri.

Jadi, meskipun mungkin ada yang setuju dengan pandangan bahwa pasien punya hak atas hidup dan matinya sendiri, tapi kalau dokter jadi agen 'mengantarkan' ke akhirat, itu berbahaya. Etika medis harusnya jadi pegangan, dan Dr. Kevorkian ini seperti melepas kendali. Kita perlu mikir dua kali sebelum membenarkan tindakan semacam ini, karena setiap nyawa punya makna, dan peran dokter seharusnya lebih ke arah mempertahankan hidup dan kesehatan.

Adrian Putra Dharma XI-3 / 1
CC 25

Ananda Bernard Hizkia mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Ananda Bernard Hizkia mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
mwehehe mengatakan...

Tindakan Kevorkian tentu akan membuat perbincangan tentang etika dan hal itu memang terjadi saat isu ini masih panas. Melihat dari sisi kedokteran, salah satu bagian dari hipocratic oath yang harus dilakukan oleh dokter adalah "do no harm" dengan Kevorkian diduga membantu pasien yang dipresi untuk bunuh diri ia telah mengingkari janji tersebut. Kewajiban dari dokter seharusnya fokus terhadap penyembuhan pasien terutama saat penyakit yang diderita oleh pasien masih dapat tertolong. Dari sisi agama Katolik, tindakan yang dilakukan oleh Kevorkian salah. Dalam paham Katolik, kehidupan kita dibumi ini hanya satu ini maka pembantuan untuk bunuh diri dapat diartikan sebagai Kevorkian membantu merengut hak seseorang untuk merasa hidup dengan sepenuhnya.

Alexander Bayuarsa Narresputa / 11_3-03 / CC 25

Ananda Bernard Hizkia mengatakan...

Euthanasia memang menjadi salah satu aksi kontroversial karena masih ada beberapa negara yang melegalkan aksi tersebut tetapi juga ada beberapa negara yang meilegalkan aksi tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang menganggap euthanasia sebagai suatu aksi ilegal. Menurut Alkitab sendiri, telah jelas dituliskan pada Mazmur 31:16 yang berisikan "Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku!" bahwa masa hidup kita berada di tangan Tuhan. Apalagi salah satu dari 10 Perintah Allah yang tertulis pada Keluaran 20:13 yang berisikan "Jangan membunuh." membuktikan bahwa kita tidak boleh mengakhiri hidup orang lain. Dapat disimpulkan bahwa umur seseorang hanya ada di tangan Tuhan dan manusia tidak memiliki hak untuk memutuskan umur dari seseorang.

Ananda Bernard Hizkia/11-3/4/CC 25

Benjamin Benneth Arfianto CC 25 (11.3/07) mengatakan...

Tindakan euthanasia dalam alasan atau situasi apapun merupakan sebuah aksi mengakhiri hidup seseorang yang sebenarnya belum mendapat saatnya, atau dalam kata lain mempercepat kematian orang itu. Namun, beberapa orang sengaja meminta agar indakan ini dilakukan demi mengakhiri rasa sakit yang terus-menerus dan mungkin tidak dapat disembuhkan , apalagi jika sudah memakan waktu yang sangat lama namun tidak ada juga perubahan signifikan dalam waktu tersebut. Meski demikian, saya termasuk orang yang percaya akan mujizat kesembuhan, dan menurut saya pribadi, mengambil nyawa seseorang atau bahkan bunuh diri dalam bentuk apapun demi mengakhiri rasa sakti sama saja dengan mengambil hak Tuhan yang mengatur lama waktu kita hidup. Tapi, dalam kasus Kevorkian ini, hal yang lebih parah adalah Ia bahkan melakukan eusthanasia bagi mereka yang belum terminal atau dalam keadaan parah, dan tentu saja hal ini sama dengan pembunuhan serta pelanggaran kode etik kedokteran, dimana seharusnya ia menyelamatkan nyawa pasien bukan mengakhirinya begitu saja. Dan terkait dengan depresi, menurut saya pribadi, mengakhiri hidup bukanlah suatu jalan keluar, karena masih banyak cara lain yang bisa dilakukan, baik itu menemui terapis, mendekatkan diri ke Tuhan, dan masih banyak lagi. Jadi, secara keseluruhan saya tidak setuju dengan tindakan Kevorkian yang tentu saja melanggar hukum dan Eusthanisia secara keseluruhan.

Benjamin Benneth Arfianto CC 25 (11.3/07)

ayamteriyaki mengatakan...

Justin Andrews Ng / XI6-15 / CC25

Setiap kehidupan memiliki tujuan dari Tuhan. Meskipun dihadapi masalah berat, kita harus melihat sisi positifnya dan menghargai kesempatan hidup yang diberikan Tuhan. Hidup ini penuh tantangan, namun dengan iman dan pimpinan Tuhan, kita memiliki kekuatan untuk menghadapinya. Euthanasia bukan solusi, melainkan tindakan tidak bersyukur terhadap anugerah hidup. Saya tidak setuju dengan tindakan euthanasia kecuali benar-benar dengan niatan yang baik.

David Immanuel Koernawi mengatakan...

Menurut saya, Euthanasia tidak salah asalkan dengan persetujuan dari keluarga pasien. Selain itu dokter juga memiliki wewenang untuk memberikan yang terbaik untuk para pasiennya dan dapat melakukan Euthanasia jika mendapatkan persetujuan dari keluarga pasien tersebut. Jika sudah tidak ada peluang bagi pasien untuk sembuh, maka Euthanasia menurut saya boleh saja dilakukan. Lagipula jika memang sang pasien sendiri yang menginginkan untuk dilakukan Euthanasia, pasti ada alasan dibaliknya.

David Immanuel Koernawi XI6/4 CC 25

Damianus Keenan Jusak 11-2 CC25 mengatakan...

Menurut saya, yang dilakukan oleh dokter tersebut salah. Mengapa salah? Tentunya topik ini membuat kita berfikir dua kali. Terdapat dua sudut pandang dalam kasus euthenesia. Sudut pandang dokter yang ingin mengakhiri hidup dari pasiennya agar ia tidak menderita lagi dan meninggal dunia dengan tenang. Tetapi ada sudut pandang lain yaitu keluarga yang kehilangan anggota keluarganya karena di ambil nyawanya oleh sang dokter. Menurut saya pasien yang sedang sakit tidak mempunyai kapasitas untuk membuat kesempatan tersebut. Dimana dokter yang berniatan baik harusnya mengambil langkah lain untuk membantu pasiennya bukan dengan cara membunuhnya.

Damianus Keenan Jusak / XI2 / 6 - CC25

Loebis mengatakan...

Menurut saya, kata "benar" atau "salah" tak mampu lagi menggambarkan peristiwa ini. Hal ini dikarenakan pandangan setiap orang bisa berbeda. Lagipula, apabila pasien itu sendiri, serta keluarga yang meminta untuk euthanasia, "pendapat" kita bisa bermakna apa? Maka, keseluruhan teks yang akan anda baca selanjutnya hanyalah bersifat opini tanpa kebenaran atau kesalahan.
Menurut saya, dibutuhkan suatu pembatas yang mampu untuk menggambarkan "benar" atau "salah" dalam peristiwa ini secara tersirat. Bukan hukum, melainkan norma. Norma yang mampu untuk diterima oleh masyarakat umum biasanya dianggap sebagai sesuatu yang benar, padahal bisa saja "sebenarnya" adalah yang salah. Begitupun sebaliknya. Namun, sebagai orang Kristiani, kita punya acuan untuk bertindak, yakni moral kristiani. Perbuatan kita harus mengacu padanya, terlepas dari benar atau salahnya moral kristiani itu sendiri. Di sinilah kata lain, yakni "kepercayaan" diperlukan. Karena kita sudah mengaku sebagai seorang kristiani, maka kita harus percaya akan dari mana moral kristiani itu berasal, yakni Yesus sendiri. Maka sudah jelas acuannya bahwa prinsip kristiani adalah memperjuangkan kehidupan. Di sinilah menurut saya muncul 3 pertanyaan refleksi. Apabila sang pasien sendiri yang meminta euthanasia, maka "Apakah aku sungguh sudah tidak bisa berjuang dan melakukan apa-apa di dunia ini?" Bagi keluarga yang mendukung euthanasia, maka "Apakah kami sungguh tidak mau memfasilitasi atau memberikan secuil saja harapan agar pasien tetap mau berjuang hidup?" Dan bagi dokter, maka "Mengapa aku melakukan hal ini, padahal tugas seorang dokter dan prinsip moral kristiani yang kutekuni searah dan sejalan?"

Louis Sebastian Andrew/XI-5/19-CC25

Christofer Calvin Boen XI-2/4/CC 25 mengatakan...

Tindakan dokter Kevorkian yang terlibat dalam euthanasia atau bunuh diri berbantuan pada pasien yang belum mencapai stadium penyakit terminal memunculkan berbagai pertimbangan etis yang layak diperdebatkan. Meskipun euthanasia dalam konteks pasien terminal dapat dipahami sebagai bentuk pembebasan dari penderitaan, tindakan Kevorkian pada pasien yang belum mencapai tahap tersebut memunculkan pertanyaan akan batasan etika dan moral dalam penggunaan euthanasia. Selain itu, dugaan bahwa Kevorkian membantu pasien yang mengalami depresi memunculkan pertanyaan tambahan untuk menuruti permintaan pasien. Apkah lebih baik membunuh pasien yang depresi yang mungkin dalam keadaan tidak stabil secara emosional? Atau membantu pasien menyembuhkan depresi walau membutuhkan waktu yang laam?.

Sebagai seorang dokter, kewajiban untuk merawat dan mencoba menyembuhkan pasien menjadi aspek penting dalam perdebatan ini. Jika benar bahwa beberapa pasien mengalami depresi yang dapat diobati, tindakan Kevorkian dapat dianggap tidak etis karena mengabaikan tanggung jawab dokter untuk memberikan perawatan yang memadai. Kesimpulannya, kasus Kevorkian menyoroti perlunya keseimbangan antara hak pasien untuk mengakhiri hidup dan tanggung jawab dokter untuk memberikan perawatan. Permasalahan ini juga menyoroti pentignnya batasan/arahan akan etika dan moral antara yang baik dan buruk, antara yang benar dan salah, hal ini disinggung pula dalam iman Katolik, dimana 10 Perintah Allah menjadi dasar tersebut. Sesuatu dapat dikatakan benar atau salah pertama-tama dengan melihat 10 Perintah Allah, apakah sesuai atau justru berlawanan? 10 Perintah Allah menjadi fondasi dari tindakan dan membantu mengatur manusia agar dapat hidup lebih baik dan mencintai sesama. Oleh karena itu, penting untuk ada arahan atau dasar yang kuat, dalam iman Katolik kita dapat mengetahui arahan atau dasar tersebut dengan mempelajari 10 Perintah Allah dalam pembelajaran agama.

Christofer Calvin Boen XI-2/4/CC 25

Justin Evan mengatakan...

Terus terang saya tidak setuju dengan perbuatan Euthanasia, walaupun pasien sendiri yang menginginkannya. Namun, pertanyaannya bukan apakah pasien tersebut telah menyetujuinya melainkan apakah kematian merupakan sebuah jalan yang tepat. Kematian merupakan suatu hal yang mutlak, artinya hanya dapat ditentukan dan diatur oleh Tuhan sehingga tidak menjadi hak kita untuk memprediksi dan memutuskan kematian seseorang. Kita juga dapat melihat dari sisi prinsip moral kristiani, perbuatan yang didasari kasih selalu menuju terhadap pemeliharaan kehidupan, bukan mengakhiri kehidupan. Kesimpulan saya adalah selagi kita masih hidup, kita masih memiliki kesempatan, jadi jangan menyerah karena saya yakin dengan kekuatan sabda Tuhan, maka kita semua akan sembuh.

-JUSTIN EVAN HALIM SAPUTRA /XI5-16/ CC 25

Will mengatakan...

Saya tentu tidak setuju dengan perbuatan euthanasia dimana itu tentu bukanlah kematian dengan jalan yang benar atau tepat atau jalan satu satunya. Walaupun orang tersebut yang menginginkannya tentu hal tersebut bisa dicegah dengan adanya bimbingan dan nasihat. Tentu kematian merupakan hal yang misteri dimana hanya tuhan yang tau dan tuhan yang berkehendak untuk memanggil nyawa dan tentu kita sebagai manusia tidak bisa berkehendak atas kematian

William henry mulya suwandi XI5/32/CC25

Daniel XI-4 mengatakan...

Menurut saya, perlakuan Kevorkian ini merupakan perlakuan yang walaupun secara moral salah, tetapi secara manusiawi benar. Pendapat saya sendiri adalah bahwa euthanasia ini dilakukan ketika sang pasien sendiri dan wali pasien sudah menyetujui prosedur tersebut. Ketika sang pasien sudah mengalami penyakit yang sangat berat dan sulit disembuhkan, menurut saya lebih etis untuk memberikannya kesempatan untuk melewati kehidupan ini dengan lebih cepat daripada harus menderita setiap harinya sampai akhirnya meninggal. Tetapi untuk depresi, saya rasa tidak etis ataupun manusiawi. Depresi memang membuat seseorang merasakan kesedihan besar, tetapi penyakit mental tersebut masih bisa disembuhkan dengan bantuan-bantuan orang lain.

Daniel Chrsitofer Panjaitan XI-4/06

Joachim Susatiyo mengatakan...

Dr. Kevorkian ini melakukan pembunuhan dengan sengaja. Euthanasia sebenarnya adalah cara untuk menghentikan penderitaan seorang yang sudah memiliki harapan untuk sembuh kembali, seperti mereka yang sudah lama mengidap penyakit hingga masuk ke tingkat terminal. Menurut saya apabila tentang pasien yang memiliki penyakit terminal, mereka berhak untuk mengatur kehidupan dan kematian mereka. Namun hal yang dilakukan oleh dokter ini tidak manusiawi hingga membunuh seseorang yang mengidap depresi, sementara mereka yang mengidap depresi masih memiliki banyak sekali kesempatan untuk menyembuhkan diri mereka apabila berniat.

Joachim XI6/13/CC25

Ryu Xaverius mengatakan...

Secara Etika, memang salah untuk melakukan "pembunuhan" kepada orang-orang yang belum sebenarnya terminal, memang salah. Tapi pikirkan dari pihak pasien tersebut, bagaimana Ia menderita untuk penyakit yang hanya akan membuatnya sengsara. Ada banyak jenis-jenis Euthanasia, bisa Euthanasia yang diminta pleh pasien itu sendiri, keluarga, ataupun oleh dokter yang mengdiagnosis pasien terlalu menderita. Jika seorang individu memintanya sendiri, mneurut saya secara etika salahnya sangat sedikit bagi dokter, karena pasien tersebut memang memberi persetujuan untuk mengakhiri nyawanya, dan dokter hanya membantu mempercepat sesuatu yang akan terjadi. Tetapi untuk masalah depresi, saya merasa bahwa depresi adalah masalah psikologis yang dapat diselesaikan dan disembuhkan, bukan masalah yang tinggal bunuh diri, karena secara biologis depresi tidak akan membunuh.

Ryu Xaverius Sugiri XI-6/29

Matthew Kevin Buhatua Sitinjak XI-6/19 mengatakan...

Menurut saya, perbuatan euthanasia itu tentu bukanlah kematian dengan jalan yang benar atau memuaskan. Walaupun orang tersebut, tentu hal tersebut bisa dicegah dengan adanya bimbingan dan nasihat. Tentu kematian merupakan hal yang kita belum secara lengkap pahami dan hanya Tuhan yang tau apa yang akan terjadi setelah kita menutup mata untuk terakhir kalinya, kita harus mencoba melihat hal-hal yang baik di dalam hidup ini dan mencoba memikirkan dengan keadaan tenang jika ada pilihan lain.

Matthew Kevin Buhatua Sitinjak XI-6/19

Matthew Aldous mengatakan...

Saya rasa konsep "euthanasia" ini hal yang menarik sebab salah satu kesengsaraan manusia sekarang adalah pada masa tua, manusia berada pada kondisi di rumah sakit dan kerjanya setiap hari hanya rebahan dan sakit2. Hingga banyak menginginkan untuk langsung mati saja daripada harus mengalami sengsara sakitnya. Dari itu susah untuk kita tahu mana yang lebih ber "etika" saat yang mengalami biasanya yang ingin mati, dan yang beropini biasanya belum pernah mengalami. Maka jika sudah diinginkan oleh pasien saya rasa tidak melanggar. Namun saat tidak diinginkan oleh pasien, itu saatnya dimana saya rasa dokter melanggar etika. Hal berbeda terjadi ketika pasien tidak berada pada kondisi yang kritis namun masih menginginkan untuk meninggal. Disaat dokter masih konfiden pasien bisa diamankan saya kira jika pasien menginginkan untuk diberhentikan nyawanya bisa dikonsul agar tidak membuang buang hidupnya begitu saja saat sebenarnya jalan hidupnya masih bisa berlanjut. Maka saat depresi masuk dalam argumen, itu juga dapat ditangani. Sebab depresi hanya pengaruhi mental, tidak kondisi fisik.

Matthew Aldous Stefano Silitonga XI-2/26

Dante mengatakan...

Apabila seorang pasien masih dapat diselamatkan, sebaiknya seorang dokter mencari alternatif untuk permasalahan tersebut. Kecuali pasien secara eksplisit menyatakan sampai adanya perihal kontrak yang terlibat (seperti perintah DNR) seorang dokter jangan mengikuti wacana pasien untuk mengakhiri hidup. Idealnya jika dokter fisiologis belum cukup, seorang psikiater, keluarga, atau siapapun dapat dilibatkan ke permasalahan pasien agar pasien dapat menerima perspektif dari lebih banyak pihak selain dirinya dan dokter. Mungkin saja wacananya berubah dari hal tersebut. Selain itu memang dalam ajaran Tuhan, tidak benar untuk mengambil kehendak akhir hidup sendiri, jadi ada baiknya dokter juga menjaga hidup pasien selama mungkin, selagi masih mungkin.

Paulus Aidant Wardojo/XI7-26/CC 25