02 September, 2008

MANUSIA ETIS

"...Bagaimanakah dapat terbangun budaya bersih, transparan, dan bertanggung jawab jika budaya korup ("cuci tangan" dari problematika) masih merajalela ? Harus diakui, celah-celah korupsi tetap menganga dalam hampir semua instansi pemerintah (RT, polisi, jaksa, hakim, hingga lembaga tertinggi ). Justru itu, proses pembongkaran kasus korupsi perlu menimbang mentalitas korup untuk menggunakan kebebasan tanpa tanggung jawab.

Dampak
Kompleksitas (penanganan) korupsi di Tanah Air terletak pada penanganan superfisial atas budaya "cuci tangan" sejumlah pejabat teras. Seakan-akan pesan dalam adagium klasik corruptio optimi pessima (pembusukan mereka yang berkedudukan tertinggi adalah terjelek) tak dikenal para penggerak roda pemerintahan RI. Keberanian dan kesediaan untuk mengakui perbuatan salah masih amat rendah. Contoh, para tokoh korupsi moral (Kain-Habel, Hitler, Karadzic), korupsi politik (P Pilatus, Nero, Ferdinand Marcos), korupsi keuangan (Soeharto, Marcos) berusaha menyelamatkan diri dengan mengelak tanggung jawab. Mereka seolah tidak melakukan perbuatan koruptif.

Masalahnya, mengapa budaya "cuci tangan", yang mengingkari seluruh subsistem, interdependensi, dan interconnectedness dalam hidup sosial berkembang subur di tengah kebebasan moral? Dampak sosial setiap tindakan personal tak tersangkalkan. Bukankah korupsi seorang pejabat negara berarti merampas dan merugikan hak-hak hidup sekian banyak anak bangsa? Tindakan "cuci tangan" jelas mencemari habitat bersih dan nonkoruptif (bdk. Boff, Ethik fuer eine neue Welt, 2000,106).

Etos tanggung jawab
Budaya "cuci tangan" dalam era reformasi ini perlu segera direspons dengan etos tanggung jawab sebagai kapasitas etis yang mampu memilah tindakan yang bernilai atau tidak.

Manusia berkepribadian moral umumnya tidak berani sembarangan melakukan sesuatu tanpa tanggung jawab (Ethics, 1926: Nicolai Hartman). Watak khas manusia sebagai makhluk etis akan luntur jika manusia tidak hidup dalam kesadaran akan tanggung jawab (G Piana, Liberta e responsibilita, NDTM, 672-73).

Semestinya nilai tanggung jawab, kejujuran, dan transparansi yang sepadan dengan trustworthiness segera disosialisasikan .....
(Sumber: William Chang, "Budaya 'cuci tangan'" dlm. Kompas, 1 September 2008, hlm. 6)

34 komentar:

RTC mengatakan...

Menurut saya budaya cuci tangan ini adalah dampak dari hukum di Indonesia yang kurang tegas dalam menghakimi tindak-tanduk perilaku yang menyimpang dari hukum. Pengadilan di Indonesia saya rasa sangat tidak tegas, dan para hakim dan jaksanya masih memikirkan kepentingan pribadi daripada kepentingan negeri yang melibatkan banyak orang. Mereka lebihmemikirkan diri sendiri.

Solusi yang dapat saya sarankan adalah perombakan secara menyeluruh sistem hukum di Indonesia serta perangkat-perangkatnya mulai dari pengadilan negeri hingga mahkamah agung. Menurut saya harus dilakukan sebuah regenerasi dari kaum tua ke kaum muda.

Menurut saya kaum muda sudah harus diberi kesempatan untuk mengemban tugas yang bersangkutan langsung dengan negeri ini. Saya menilai mereka sebagai masyarakat yang lebih berkompetensi dan lebih mempunyai niat serta keinginan untuk merubah jalan bangsa ini menjadi lebih maju.

Dengan perombakan secara menyeluruh sistem peradilan di Indonesia saya berharap agar budaya "cuci tangan" akan hilang

WaroengLordz mengatakan...

Sulit sekali melepaskan diri dari budaya korupsi dan budaya "cuci tangan" di Indonesia. Budaya yang berasal dari ketidakjujuran tersebut sudah berakar lama dan tumbuh subur di Tanah air kita. Banyak sekali anggota pemerintahan yang selalu menyampaikan orasi tidak akan korupsi, tetapi setelah dipilih orasi tersebut hanya seperti ujian sesaat langsung dilupakan, dan sebenarnya hal itulah yang menyebabkan budaya tercela tersebut tumbuh subur menurut saya.
Penyebaran perilaku korupsi di media massa membawa efek seperti 'mata pedang', di satu sisi membawa orang untuk lebih waspada,dan satu hal lain lagi membuat orang lebih waspada agar tidak ketahuan dan memunculkan niat untuk berbuat kuropsi.]
Untuk mengurangi tingkat budaya tercela tersebut, kita harus melatih diri terbiasa berbuat jujur dan bertanggungjawab. Hal itu bisa dilatih sejak kecil.
Mudah-mudahan Indonesia bisa menjadi negara yang lebih maju dengan terlepas dari budaya yang tercela tersebut.

Unknown mengatakan...

Jovian Jevon / XI-D / 22

Tindakan "cuci tangan" ini memang membuat bangsa kita tertinggal dari bangsa-bangsa lainnya. Banyak sekali koruptor-koruptor di Indonesia yang lari dari tanggung jawab mereka. Tindakan mereka ini jelas merugikan orang lain. Seharusnya mereka juga turut merasakan bagaimana seandainya mereka yang menjadi korban korupsi. Namun di Indonesia tidak ada hukuman yang setimpal untuk menghukum para koruptor. Maka ini menjadi salah satu faktor mengapa banyak terjadi korupsi yang tidak bertanggung jawab.

Maka solusi yang saya sarankan adalah perberat hukuman bagi para koruptor busuk, kalau dimungkinkan dapat berupa hukuman mati. Bila cara ini tidak berhasil juga, maka harus dilakukan perombakan pada segala sektor seperti yang telah dikatakan rtc terutama pada sektor peradilan. Perombakan ini tentunya akan memberi perubahan baru dari sistem yang sebelumnya.

Nimbus et Sancti mengatakan...

Mendengar sering terjadinya budaya cuci tangan yang dilakukan oleh para penguasa dan pemimpin membuat keadaan menjadi sungguh ironis.
Pemimpin yang seharusnya menjadi "musa" bagi bangsanya malah beralih menjadi faktor penghambat kemajuan bangsanya.

Korupsi pada akhir-akhir ini telah menjadi bahaya laten. Bahaya yang seharusnya ditiadakan menjadi dianggap tak ada.
Ini dia masalahnya, penanganan budaya cuci tangan yang sampai saat ini dilakukan baru sebatas permukaan. Sedangkan akar dari budaya ini masih kokoh tertanam.

Sudah saatnya kita merubah keadaan mulai dari sendiri. Salah satunya dengan etos tanggung jawab. Seperti kata pepatah "Berani Berbuat Berani Bertanggungjawab".
Karena hanya dengan sikap berani dan jujur kita dapat menghilangkan budaya korupsi. A.M.D.G.

Aloysius Donny XIB/6

Anonim mengatakan...

Pertama, ada satu hal yang memalukan dari pada pejabat-pejabat tinggi negara kita. Keseringan mereka untuk "cuci tangan" tidak hanya terjadi pada yang kedudukannya tinggi saja, namun bahkan hingga pejabat daerah, dan para non pejabat, mereka semua sangat suka mengelak dari kesalahan mereka. Saya sering sekali membaca berita adanya budaya tahu malu yang kuat dari bangsa penjajah kita, Jepang, di mana bahkan seorang Perdana Menteri yang dianggap memalukan negaranya dengan sendirinya mengundurkan diri dari kekuasaannya, walaupun belum terbukti apakah ia bersalah atau tidak. Di negara kita? Walau sudah tertangkap basah pun masih mau mengelak.

Kedua, mengenai corruptio optimi pessima, memang betul adanya bahwa seorang pejabat tinggi yang melakukan kesalahan itu seperti gerhana matahari, semua orang akan dapat melihatnya. Oleh karena itu pula, bila dia merefleksikan kesalahan dan mengoreksi dirinya sendiri, hal itu seharusnya bisa menjadi contoh yang bisa dilihat semua orang.

Terakhir, perlu kita sadari bahwa kita semua tidak sempurna. Maka marilah kita sebelum mencari-cari kesalahan yang ada pada orang lain, perlulah kita membenahi diri kita sendiri. Buktikan bahwa anda sebagai pengkritik memang lebih baik dari siapa yang dikritik.

Unknown mengatakan...

Dhani P XIC 13
Budaya cuci tangan sangatlah merugikan bila terus menerus dibiarkan. Seseorang yang hanya berbuat tanpa mau bertanggung jawab adalah seseorang yang seenaknya sendiri. Kebebasan seperti ini didapatkan dengan cara yang salah karena pastilah merugikan orang lain yang tidak bersalah.
Budaya cuci tangan ini diikuti dengan korupsi seperti korupsi moral,politik, atau keuangan. Jika akarnya sudah buruk, cabangnya juga pastilah buruk pula. Kita tentu tidaklah mengingini adanya perilaku tanpa rasa etis merajalela.
Lalu persoalannya apa yang harus kita perbuat?Caranya adalah memberikan hukuman yang setimpal misalnya penjara seumur hidup dengan denda yang seharusnya 2x lebih besar. Tidak mungkin kita menghilangkan budaya ini 100% tetapi setidaknya hal ini dapat mengurangi perilaku korupsi.

panda mengatakan...

Menurut saya, budaya cuci tangan ini masih dapat diminimalisir walaupun telah mengakar dalam masyarakat Indodesia, dimana dapat dikatakan bahwa sebagian besar perjabatnya, baik yang berpangkat tinggi maupun berpangkat rendah dapat melakukan tindak pidana dalam berbagai bidang, dan masih dengan santainya berkata bahwa ia taidak melakukannya, padahal ia sudah tertangkap basah melakukan tindak pidana.

Namun, perombakan sistim hukum Indonesia maupun penanaman nilai tanggung jawab, kejujuran, dan transparansi yang sepadan dengan trustworthiness tidak akan cukup untuk memperbaikinya, melainkan hanya mengakibatkan efek perngembar-gemboran anti-kriminalitas pada saat pemilihan pejabat. Namun, seperti yang telah disinggung sebelumnya, hal ini hanya bersifat sementara, dan setelah dirinya dipilih, kepercayaan dan kekuasaan yang didapatkannya justru disalahgunakan semata-mata demi keuntungan pribadi dan kelompok tertentu.

Oleh karena itu bagi saya sebaiknya program jangka panjang pemerangan terhadap sifat seperti inilah yang sangat dibutuhkan maxyarakat Indonesia. Misalkan dengan perbaikan Program pendidikan yang "katanya" digratiskan oleh pemerintah, padahal rakyat tetap harus membayar sejumlah uang dengan alasan yang bergudang-gudang. Atau pemerintah juga dapat memulainya dengan menggalang dana dari para dermawan untuk turut memperbaiki infrastruktur dan meningkatkan tingkat kesehatan rakyat

Ricky Kristanda mengatakan...

Korupsi merupakan masalah dan musuh utama dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu,tidak heran kalau
Gereja Katolik mengangkat tema "Korupsikah Aku?" sebagai tema APP pada tahun 2007.Di sana kita
diajak untuk merefleksikan apakah kita ikut terlibat dalam"korupsi" atau tidak. Korupsi tentu
saja bukan hanya berkaitan dengan uang. Bisa jadi kita mengkorupsi waktu kita untuk Tuhan,
atau hal-hal lain yang sebenarnya bukan menjadi hak kita tetapi kita merampasnya.

Segala bentuk korupsi yang kita lakukan itu bermuara dari tidak adanya rasa tanggung jawab
dalam diri kita. Sebenarnya dari kecil,kita sudah dilatih untuk senantiasa bertanggung jawab,
tetapi saya pun menyadari kalau kita semua seringkali melepas tanggung jawab. Kita hanya memikirkan
kepentingan diri kita dengan mengorbankan apa yang menjadi tanggung jawab kita. Kita berusaha
melepaskan tanggung jawab kita dalam melakukan sesuatu untuk mencari aman saja.

Fenomena seperti ini harus kita usahakan untuk hilang dari kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai
bangsa yang besar,kita,segenap warga Indonesia harus memulai dari diri masing-masing untuk
melatih diri untuk bertanggung jawab. Masa reformasi yang sedang dijalani oleh bangsa ini
harus dibarengi dengan kesadaran yang besar akan tanggung jawab umat manusia. Jika reformasi
ini tidak dibarengi oleh tanggung jawab dari semua pihak,tentu reformasi ini bukan menghasilkan
sesuatu yang dapat menyejahterakan bangsa ini. Melainkan,reformasi ini akan menjadi petaka besar
bagi bangsa ini. Kita sudah dapat merasakan sebagian kecil petaka itu saat ini akibat kurangnya
rasa tanggung jawab dalam masyarakat kita. Sebagai contoh,di Indonesia sulit sekali kita dapat
menikmati fasilitas umum dalam keadaan layak,baik,bersih,serta nyaman. Pasti ada coretan atau
kerusakan di sana-sini. Hal ini disebabkan karena ada ulah dari tangan-tangan yang tidak bertanggung
jawab yang merusaknya. Selain itu kurangnya rasa tanggung jawab dari pemerintah kita untuk mengadakan
perawatan rutin terhadap hal-hal itu. Petaka ini menurut saya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan
petaka-petaka/masalah-masalah yang lain. Banyak masyarakat kita sekarang hidup di bawah garis kemiskinan.
Hal ini akibat kurangnya etos tanggung jawab dari pemerintah kita. Rusaknya etika bangsa kita,
akan membawa bangsa ini menuju kehancuran. Hal ini tentu tidak kita ingini terjadi dan melanda bangsa ini.

Oleh karena itu,saya menyarankan agar para pemimpin pemerintah Indonesia seyogyanya mulai menyadari
tanggung jawab mereka untuk menyejahterakan masyarakat. Mereka seharusnya sadar bahwa mereka dipilih
oleh rakyat untuk membawa bangsa ini menuju kesejahteraan bukan untuk membawa bangsa ini menuju suatu kehancuran.
Bangsa ini membutuhkan suatu pendidikan etika untuk menuju kepada suatu kondisi sosial yang
sejahtera,nyaman,dan makmur yang dapat dirasakan setiap orang. Selain itu,menurut saya bangsa ini
membutuhkan penegakan hukum yang tegas. Tentu saja penegakan hukum yang tegas harus dibarengi oleh tingkat etika dan moralitas
yang baik dari para penegak hukum dan masyarakat Indonesia

Bangkit Indonesia!

by : Ricky Kristanda Suwignjo (XI D/33)

Ev0 mengatakan...

Budaya "Cuci Tangan " memang sudah mengakar di dalam diri setiap manusia, tidak hanya di Indonesia. Namun, hal ini ditekankan di Indonesia karena Indonesia masuk 10 besar dalam negara terkorup di dunia ini. Melihat lemahnya penegakan hukum di Indonesia membuat para koruptor merajalela. Sperti halnya Soeharto, dan kasus aliran dana BLBI. Bahkan, para penegak hukum itu sendiri pun juga ikut budaya "cuci tangan". Namun, memang sudah sifat dasar manusia untuk mencari celah supaya terbukti tidak bersalah. Sebab, jika ketahuan bersalah akan dijatuhi hukuman. Selain itu juga kesadaran manusia untuk mengakui kesalahan memang masih lemah.
Namun, hal ini masih bisa diimbangi dengan penegakan hukum yang tegas, supaya para koruptor jera untuk melakukan korupsi

Andrew Halim
XI-C/6

alberthutama mengatakan...

Memang, tindakan "cuci tangan" selalu ada di dalam setiap kehidupan kita. "Cuci tangan" bukannya malah membersihkan, melainkan sebaliknya, makin memperkeruh pandangan hati kita akan kejujuran dan tanggung jawab.

Tetapi, budaya "cuci tangan" yang sudah menular sejak lama dan terjadi dari hal mikro ke makro ini bagi "kebanyakan" orang adalah suatu hal untuk menyelamatkan diri dari kekeruhan duniawi, terutama nama dan reputasi. Nama dan reputasi, dapat kita sebut sebagai hal duniawi karena demi menyelamatkannya, kita perlu melanggar hal-hal rohani.

Jadi, tampaknya, kita tidak bisa membasmi hingga nol budaya "cuci tangan", tetapi kita hanya dapat mengurangi. Mengapa tidak bisa di-nol-kan? Karena, tidak semua orang bisa menghilangkan penghalang mata hatinya untuk melihat kejujuran yang sesungguhnya. Meskipun begitu, kita bisa menguranginya dengan cara belajar berbuat jujur dan bertanggung jawab, tanpa paksaan. Memang sulit, tetapi tidak ada salahnya untuk berusaha...

Albert Hutama XI-B/3

A.D.K mengatakan...

dewasa kini banyak sekali orang yang memiliki dasar diri yang tidak kuat sehingga mereka tidak mau bertanggung jawab atau lepas tangan tetapi ini semua karena tidak adanya sanksi yang didapatkan jika orang tidak bertanggung jawab.
di indonesia sendiri juga seperti itu seseorang akan lepas tangan begitu saja ketika ia tidak dapat menyelesaikan masalahnya sehingga walaupun itu merugikan ia tidak memikirkannya.

solusinya adalah bahwa setiap orng harus diajarkan sejak dini bahwa bertanggung jawab sangatlah penting karena semua itu akan menjadi luka dan olokan orang-orang jika mengetahuinya

saya sendiri pernah lepas tangan tetapi ketika itu masalah itu menjadi runyam dan akhirnya aku kembali setelah diejek terus-menerus dan akhirnya dapat membetulkan itu semua dengan tanggung jawab sebagai pengurus masalah tersebut

Davine XI-E/12

Unknown mengatakan...

menurut saya budaya cuci tangan ini kerap kali terjadi dalam kehidupan sehari-hari,khususnya kehidupan di negara kita ini, hal ini bukan berarti negara kita hanya satu-satunya negara yang mengadopsi budaya cuci tangan ini tetapi masih banyak juga negara yang mengadopsi budaya ini.

Seperti yang dikatakan dalam wacana di atas tentang jenis-jenis korupsi,salah satu yang paling sering dan paling mudah kita lihat adalah korupsi keuangan contoh konkret di Indonesia yaitu Soeharto dan beberapa pejabat lainnya,mereka memakan uang rakyat ,mengenyangkan diri mereka saja sedangkan rakyat menderita,mereka hidup senang dan rakyat untuk mencari sesuap nasi saja sudah harus bekerja membanting tulang siang dan malam.Inilah yang mengakibatkan negara kita menjadi susah untuk berkembang dan menjadi bangsa yang tertinggal.

Saat ini untuk menuntaskan masalah ini negara kita sudah membuat suatu organisasi yang bernama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)saya rasa hal ini sudah cukup baik dan merupakan suatu kemajuan,tetapi hal ini juga masih kurang karena yang ditangkap hanya pejabat-pejabat yang memegang jabatan cukup tinggi,sedangkan yang kecil dan kurang dikenal kurang diperhatikan misalnya ketua RT.

Memang susah untuk menghilangkan budaya ini,meskipun negara telah mempunyai hukum yang kuat.Karena pada dasarnya budaya ini sudah tertanam dalam diri setiap orang oleh karena itu apabila kita mau negara kita ini semakin baik lagi kita selayaknya sadar dan mau merubah kebudayaan cuci tangan yang telah tertanam di dalam diri kita.

Benny H/XI-E/9

steve edpin mengatakan...

Budaya "cuci tangan" memang sudah ada sejak zaman dahulu. Dari zaman Alkitab, hingga sekarangpun budaya ini makin berkembang. Terutama yang menjadi sorotan saya adalah yang berada di negeri kita sendiri, Indonesia.

Banyak sekali kasus seperti ini, dari masyarakat bawah, sampai para negarawan dan pejabat - pejabat sendiri.

Mengapa hal ini bisa terjadi?
Dalam kacamata dan sudut pandang saya sendiri, hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran setiap individu dan rendahnya kualitas moral di negeri kita ini.

Mereka (sang pelaku), hanya memikirkan kepuasan pribadi dan tidak berpikir jauh ke depan.
Mereka tidak berpikir lebih banyak kerugian dari tindakan "cuci tangan" mereka daripada keuntungannya. Bayangkan bagaimana kerugian Indonesia dari tindakan mereka tersebut? Lagipula, saya yakin pada akhirnya, mereka para oknum "cuci tangan" ini pasti akan mendapat ganjarannya juga. Seperti kata pepatah "sepandai - pandainya tupai melompat, suatu saat pasti akan jatuh juga." (sepandai - pandainya manusia menutupi sesuatu, nanti pasti akan terbongkar juga nantinya.) Pada intinya menurut saya, para pelaku adalah manusia yang tidak berpikir ke depan, dan manusia yang sangat tidak bermoral, karena sangat merugikan banyak sekali pihak.

Solusinya, menurut saya adalah menindak lanjuti dengan lebih tegas, para pelaku tindakan "cuci tangan" seperti ini. Saya setuju dengan aksi baru KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) yaitu, memberikan seragam tahanan khusus bagi pelaku kejahatan kerah putih. Karena selain menjalani hukuman di dalam penjara, hal ini juga dapat memberikan efek yang mendalam, yaitu efek jera karena malu.

Dan, kita sebagai generasi penerus bangsa, haruslah sadar, dan nantinya jangan sampai bertindak seperti itu. Karena kita sudah tahu akibatnya apabila melakukan tindakan "cuci tangan" tersebut.



Steve Edpin. XI A / 19

Daniel Christian mengatakan...

Korupsi merupakan masalah dan musuh utama dari bangsa Indonesia, oh mungkin bisa lebih dari itu, yaitu masalah seluruh dunia. Korupsi merupakan tindakan mengambil apa yang bukan menjadi miliknya, dapat berupa uang, waktu, sejumlah barang, dan lainnya. Intinya, korupsi merupakan perbuatan "mencuri". Namun masalah ini telah berakar di Indonesia, mulai dari pemimpin yang tertinggi hingga yang terendah. Sehingga, sulit sekali untuk mengungkap semuanya hanya dalam waktu yang singkat.
Pemerintah Indonesia sudah membentuk sebuah badan yang bertugas menelusuri tindakan yang mungkin berhubungan dengan korupsi, memeriksanya, dan melaporkannya. Lembaga ini bernama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Bagi saya ini merupakan sebuah kemajuan, bagi penyelesaikan carut-marutnya kasus korupsi.
Namun, pengadilan dan penjatuhan hukuman yang tepat harus dapat dilakukan, tanpa memandang siapakah diri orang tersebut. Bila perlu hukuman mati. Mungkin bagi beberapa orang melanggar hak asasi manusia, yaitu mengambil hak hidup. Namun, tidakkah mereka sadari, mereka sudah mengambil milik orang-orang lain ?

Perombakan sistem dengan orang-orang yang baru adalah salah satu cara yang dapat kita lakukan, pemilihan para wakil rakyat dan pejabat yang terbuka, membuat rakyat dapat melihat dengan jelas siapa calon pemimpinnya. Akhir kata, budaya cuci tangan dan korupsi harus mulai ditanamkan sejak dini sebagai hal yang buruk jika dilakukan. Semoga, 10, 20, 30 tahun lagi, atau kapan pun Indonesia dpat menjadi bangsa yang besar, bangsa yang melindungi rakyatnya, bangsa yang bebas dari praktek korupsi, dan bangsa yang diselamatkan oleh Tuhan

Daniel Christian mengatakan...

Maaf, data saya :
daniel christian
XI D /09

Unknown mengatakan...

Budaya 'cuci tangan' ini menurut saya lahir dari kurangnya pendidikan pembentukan kepribadian manusia yang utuh, sehingga manusia yang dihasilkan adalah manusia-manusia yang berwatak buruk. Manusia-manusia berwatak buruk ini kemudian melahirkan hal-hal buruk, termasuk perilaku koruptif dalam berbagai segi kehidupan kita: hukum, ekonomi, birokrasi, bahkan waktu.

Solusi yang tepat bagi permasalahan ini adalah pendidikan pembentukan pribadi yang utuh, termasuk di dalamnya sosialisasi nilai-nilai kejujuran, kejelasan, tanggung jawab, dan kepercayaan (trustworthiness) seperti yang diungkapkan penulis di atas.

Aditya Kristanto
XI-A / 1

Unknown mengatakan...

Alasan orang melakukan "cuci tangan" adalah karena ketidakberanian diri untuk mengungkapkan kepada orang-orang bahwa dirinya bersalah. Alasannya sederhana, tapi akibatnya panjang. Kita sebagai orang Indonesia sering melihat praktek cuci tangan ini. Dari kelas bawah sampai pejabat pun melakukan hal ini.

Jadi yang mutlak dibutuhkan adalah jiwa ksatria yang berani mengaku salah. Saya teringat kata-kata Bpk. Ruswanto ketika saya retret ketika kelas X, yaitu bahwa "kalau kamu laki-laki, kalau ada masalah, selesaikan secara laki-laki. Itu baru namanya berjiwa ksatria". Maka kita sebagai Kanisian juga dites untuk berani mengakui kesalahan dan bersikap layaknya seorang ksatria.Tidak harus seorang laki-laki yang berani mengakui kesalahan, bukankah perempuan juga bisa menjadi ksatria?

Kita perlu melihat jiwa ksatria biasanya tercermin di dalam bidang olahraga. Misalnya di bidang sepakbola. Contoh yang belum lama terjadi adalah ketika salah seorang pemain klub AS Roma, yaitu Danielle De Rossi mencetak gol dengan tangannya, tanpa ketahuan wasit. Dengan berani ia meminta wasit untuk menganulir golnya dan mengakui kesalahanny telah menyentuh bola dengan tangannya.

Mentalitas seorang ksatria seperti inilah yang perlu dikembangkan dalam diri setiap orang. Apabila jiwa ksatria sudah tertanam di dalam diri setiap orang, tentu kehidupan manusia dapat berjalan lebih baik lagi.

George Andreas Winata
XI-C / 21

Kevin Dana mengatakan...

Saya ingin menanggapi satu hal megnenai budaya cuci tangan ini,mengenai contoh Pontius Pilatus sebagai wakil dalam kitab suci mengenai bentuk korupsi politik.

Pontius Pilatus seringkali disalahartikan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam membuat Yesus dijatuhi hukuman mati.Saya justru tidak menganggapnya demikian;Pilatus menjatuhkan hukuman mati pada Yesus bukan karena kepentingan politik semata-mata (sperti halnya kasus Tibo cs) namun serbenarnya jika dititik dari keadaan sosial dan politik saat itu ia berada di tempat yang serba salah -yang mendesaknya untuk membebaskan Yesus sebagai Juru Selamat dengan resiko dicerca oleh para orang Yahudi atau bahkan memicu pemberontakan (terutama dari kalangan imam yang sangat menginginkan agar Yesus dihukum mati), atau setia pada hukum karena sebagai penanggung jawab kota Yerusalem saat itu ia harus menghukum orang yang menurut ketentuan hukum Roma saat itu,bersalah (dalam hal ini Yesus Kristus).

Dititik dari berbagai segi kepentingan,ia mengambil jalan teraman saat itu,yaitu dengan menyerahkan darah Yesus kepada orang Yahudi sepenuhnya dan tidak ikut campur dengan urusan menghukum mati Yesus.Bagaimanapun Pilatus bagi saya hampir tidak bertanggung jawab atas kematian Yesus sepenuhnya;ia sudah berkali-kali mencoba membebaskan Yesus (dalam interogasinya,ia mencoba membuktikan bahwa Yesus tidak bersalah apa-apa).Namun apa yang terjadi,Yesus tetap memutuskan kematiannya sendiri,karena Ia menyadari akan pemenuhan janji Allah sebagai Penebus.

Tony Blair pernah mengatakan bahwa Pilatus adalah contoh paling sempurna dari dunia politik : moral dan kebenaran yang bertetangan dengan opini publik,harus dilenyapkan dalam sekejap.

Bagi saya,hal ini juga mewakili seluruh statemen yang diberikan dalam postingan Pater : korupsi dan nepotisme adalah bagian tak terperikan dari sebuah sistem politik.Kematian Yesus sudah menjadi satu bukti bahwa sistem politik sejak jaman dahulu kala memang sudah dikuasai oleh birokrat-birokrat tertentu yang menginginkan kepentingan mereka sendiri-sendiri untuk direalisasikan dengan segera.Dalam prakteknya,maka korupsi,kolusi dan nepotisme menjadi satu kesatuan yang tak terhindarkan; ia akan ada selama kegiatan politik itu masih dilakukan oleh manusia.
Bukti : sejarah 2000 tahun manusia berpolitik dipenuhi dengan hal ini bukan?Dari pembunuhan Socrates hingga insiden Watergate,semuanya tak jauh berbeda dan mencerminkan kebobrokan dunia politik itu sendiri.

KEVIN DANA XI A/15

Unknown mengatakan...

Budaya "cuci tangan" ini memang masih sering sekali terjadi di Indonesia, bahkan di negara-negara lainnya. Hal ini sangat sulit untuk dihilangkan karena kebanyakan dari umat manusia sudah seperi menanamkan ilmu "kapan lagi kalau bukan sekarang" ataupun mencari-cari kesempatan pada saat kita bisa melakukannya demi keuntungan pribadi ke dalam hati kita. Maka dari itu, orang-orang yang berpendidikan atau bermoral tinggi pun akan sulit untuk menghindari tindakan seperti korupsi itu. Jadi menurut saya kita harus bisa mengajarkan bagaimana agar "ilmu-ilmu sesat" seperti yang di atas itu tidak tertanam pada penerus bangsa.

Yulius AJ
XI-E/41

Yohanes Wirawan Putranto mengatakan...

Budaya cuci tangan sangatlah tidak baik dikarenakan budaya ini terus menerus merusak bangsa dari satu generasi ke generasi lain. Apabila budaya ini dilakukan secara terus-menerus, maka bangsa kita akan hancur secara perlahan-lahan.

Cara terbaik untuk menghukum para koruptor adalah dengan memanggil mereka ke pengadilan dan mengampuni mereka dengan syarat pengembalian uang yang dikorupsi ditambah 10% dari total uang untuk memberikan hukuman agar kelak tidak mengulangi lagi. Sebab, kita tahu jika seseorang salah, dia akan menerima hukuman yang setimpal. Maka dari itu, para koruptor harus diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

BERANTAS KORUPSI!!!

BANGKIT INDONESIA!!!

Dibuat Oleh :
Yohanes Wirawan Putranto
XIC/40

kiel mengatakan...

Korupsi sudah menjadi kebiasaan di masyarakat. Banyak orang yang dengan memanfaatkan jabatan dan kedudukannya untuk kepentingan dirinya sendiri padahal seharusnya uang atau sesuatu yang dikorupsi tersebut merupakan miliki bersama. Mereka dengan seenaknya melakukan “cuci tangan” padahal hal itu sangat merugikan orang lain. Harus ditanamkan dalam diri kita bahwa mengambil hak orang lain dapat merugikan banyak orang. Selain itu juga harus ada kesadaran diri dalam setiap kita untuk menghindari korupsi karena merugikan banyak orang. Harus ada tindakan tegas yang ditetapkan pemerintah atau instansi yang berwenang untuk menghukum koruptor dengan seberat –beratnya agar dapat menumbuhkan kesadaran orang lain serta koruptor tersebut.
Sikap itu harus sudah kita kembangkan sejak muda agar dapat berguna di masa depan kelak. Ayo kita bersama – sama mengubah perilaku untuk INDONESIA YANG LEBIH BAIK !!!

Yehezkiel Nathanael S
XI D / 39

Unknown mengatakan...

Menurut saya budaya "cuci tangan" yang ada di Indonesia sudah sangat merajalela. Dari kalangan atas (eksekutif, yudikatif, legislatif) sampai kalangan bawah(masyarakat biasa. Pola hidup yang sudah berubah semakin keras acap kali membuat pikiran manusia mudah dimasuki pikiran jahat. Sehingga budaya ini didapati tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Mulai dari hal kecil hingga hal yang besar.

Perilaku ini dapat dikatakan sebagai perilaku "menyimpang". Maksudnya adalah penyimpangan dari masalah yang sedang dihadapi. Karena suatu masalah yang tidak dapat diselesaikan.

Bagaimana mau budaya "cuci tangan" ini hilang kalau para pemimpin nya bersikap seolah-olah mencontohkan budaya ini kepada rakyatnya. Seseorang yang seharusnya menjadi pengadil dan menjadi contoh malah menjadikan kekuasaannya sebagai pilar dibalik "cuci tangan" yang ia lakukan.

Sebenarnya pokok masalahnya tidak hanya itu. Selain itu juga, disebabkan oleh budaya yang sudah ditanamkan oleh seseorang sejak kecil. Maksudnya seolah-olah perilaku itu menjadi sebuah kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan.

Itulah yang menyebabkan budaya "cuci tangan " ini seolah menjadi sebuah kebiasaan yang berefek buruk. Oleh karena itu untuk menyelesaikan masalah budaya ini diharuskan menyelesaikan masalah dari kedua faktor diatas secara sinkron sehingga dapat menghilangkan budaya ini dengan menyeluruh.

"Untuk menyelesaikan suatu masalah diperlukan sekelumit solusi yang harus dapat memusnahkan suatu masalah dari akarnya (nol) hingga paling atas, sehingga masalah dapat dihilangkan"

Berantas "BUDAYA CUCI TANGAN"

Nicholas Hadi
XIC/27
_DN_

alexius mengatakan...

Budaya cuci tangan ini memang benar diakibatkan oleh kurang tegasnya hukum di Indonesia. masalah utama dari budaya cuci tangan sebenarnya adalah masalah berani tidaknya kita bertanggung jawab atas apa yang sudah kita lakukan.

Sebenarnya budaya cuci tangan ini bsa diatasi dengan memperberat/mempertegas sanksi yang didapat jika mereka kedapatan korupsi dll. Masalahnya jusrtu para pembuat hukum dan penegak hukum lah yang sering kali terlibat dalam masalah cuci tangan ini.Sehingga untuk era sekarang ini, budaya cuci tangan sudah agak susah untuk dihilangkan. Dan kita hanya bisa berharap untuk generasi mendatang, banyak sekolah yang akan menanamkan budaya tanggung jawab lebih dalam pada diri siswa siwa mereka, sperti apa yang sudah dilakukan kolese Kanisius kita ini.

alexius mengatakan...

maaf, saya adalah
Alexius Arief Handjojo
XIB/ 5

ERIK_XIC/16 mengatakan...

Sebagi manusia kita perlu mengutamakan kebersamaan. Jika orang di negara ini terus menerus ada budaya "cuci tangan" maka negara kita tidak akan maju. budaya ini harus ditindak lanjuti dengan serius oleh pemerintah. Sistem hukum yang kurang berani di Indonesialah yang membuat budaya ini tidak dapat menghilang.

Menurut saya cara untuk menangani budaya ini yaitu melalui kesadaran masing-masing untuk mencegah budaya ini. Jadi walaupun budaya ini terus berlanjut, jika tiap orang memiliki kesadaran untuk mencegahnya maka lama-lama budaya ini akan menghilang dengan sendirinya. Kesadaran untuk mencegah ini perlu ditanamkan bagi para penerus bangsa. Dengan begitu pasti, walaupun perlahan budaya "cuci tangan" pasti akan lenyap.

Leo Nugraha mengatakan...

Leo Nugraha / XI-B / 29

Menurut saya, budaya cuci tangan muncul karena sifat alami manusia, di mana manusia selalu merasa diri paling benar dan enggan dipersalahkan. Sebagai salah satu bentuk dari melarikan diri dari masalah, dikenal 2 budaya, budaya menyalahkan dan budaya cuci tangan.
Secara umum, budaya cuci tangan wajar karena seseorang selalu ingin mencari aman, namun menjadi tidak wajar bila merugikan banyak orang.

Di Indonesia hal ini bisa tumbuh karena pola hidup yang cenderung individualis. Akibatnya mereka hanya sekadar membela egonya dan tidak ambil pusing pada lingkungannya. Mereka cuma berpikir "Apa gunanya bagi saya kalau tidak memberi keuntungan pada saya." Pola individual seperti ini nantinya hanya akan menyebabkan seseorang menjadi cuek dan akhirnya berkembang menjadi budaya cuci tangan.

Sebagai penanggulangannya, kita sebagai manusia harus mengembangkan Compassion kita terhadap sesama, tujuannya untuk mengembangkan kepedulian dan tanggung jawab kita terhadap segala di sekitar kita. Secara naluri, manusia akan sulit diajak bertanggung jawab terlebih bila hasilnya tidak menguntungkan, manusia cenderung memikirkan enak bagi dirinya. Untuk itu pendidikkan moral dalam bentuk tanggung jawab sudah harus dilatih sejak dini.

Karena munurut saya kaum muda Indonesia berpotensi untuk mengentaskan budaya cuci tangan di negara ini dengan melatih sikap bertanggung jawab, karena sebenarnya masalah bertanggung jawab hanya menyangkut masalah hati nurani dan kepedulian kita dengan sesama.

Melvin mengatakan...

Kalau dilihat akar dari semua permasalahan di negeri ini, hanya mengacu kepada 1 hal.... KEMISKINAN

Semua ini tidak perlu terjadi apabila negara ini tidak miskin. Lihat saja negara maju di Eropa sana, memang ada yang korupsi? Atau melakukan suatu hal yang membuat negaranya malu sendiri? Saya pikir tidak ada. Karena satu hal... KESADARAN yang sangat tinggi

Mereka semua sadar akan dampak dari perbuatannya baik untuk orang lain maupun diri sendiri. Memang kita hidup di era kebebasan moral, yang berarti kebebasan bertanggung jawab pula. Namun saya tidak mengerti apakan saraf para pejabat kita sudah putus sehingga tidak bisa mematuhi apapun.

Hal yang sangat memprihatinkan ini tidak bisa dicegah begitu saja. Perlu penanganan sangat extra. Tidak bisa tanggung jawab, kejujuran dan transparansi yang sepadan dengan trustworthiness disosialisasikan begitu saja.

Kita tidak bisa memerintah manusia lain.Manusia itu sendiri yang berkuasa atas dirinya sendiri. Dibutuhkan internal power bukan external power. Kesimpulan saya, ini bukan masalah kacangan, tapi masalah besar dengan penanganan yang tidak mudah.

Mereka harus sadar dan berubah dengan sendirinya...

christian_linero_XI-C mengatakan...

Menurut saya, kalau mau menciptakan budaya bersih dan transparan, pertama-tama harus menerapkannya pada diri sendiri,kemudian harus disebarkan baik lewat mulut ke mulut ataupun lewat tindakan-tindakan(apa bila menjadi panutan atau tokoh2 penting yg dipandang oleh masyarakat).
Sebenarnya tindak korupsi juga didasarkan oleh sifat orang yang tamak. Yang tidak pernah puas dengan apa yang didapat. Juga sifat orang yang pemalas.
Apa bila orang memiliki sifat seperti itu, maka besar kemungkinan orang akan malakukan korupsi.

Paling baik menanamkan budaya bersih dan transparan adalah dari keluarga. Orang-orang terdekat kita, Ayah dan Ibu kita, dari situ kita akan mencontoh mereka.

Kalau semua menanamkan budaya ini kepada anak cucunya, lama kelamaan budaya korupsi dan cuci tangan akan hilang.

Budaya korupsi seperti kanker dalam tubuh. Sel kanker akan mempengaruhi sel-sel yang baik menjadi sel kanker juga.
Sama seperti korupsi, misalnya yang korupsi bosnya, pasti anak buahnya juga ikutan. Orang pimpinan aja korupsi.

Jadi dengan tekat dan kemauan untuk memperbaiki negara ini, pasti korupsi bisa dibernatas.

Ivanzz mengatakan...

Saya rasa kita semua.. bahkan pemimpin sekalipun harus sadar kalau mereka tidak bisa begitu saja lepas dari tanggung jawab. Saya rasa hanya pemimpin yang busuk saja yang mau lempar batu sembunyi tangan.

Ivan/XIB-25

Ry0_W4t4n4b3 mengatakan...

menurut saya, korupsi itu muncul akibat tidak kuatnya mental seseorang untuk menahan godaan. Banyak pejabat di Indonesia yang melakukan hal seperti itu. Mereka sudah silau oleh uang. Karena mereka termasuk pemimpin, maka ini mempengaruhi masyarakat Indonesia juga. Korupsi dapat diberantas dengan mulai dari diri sendiri untuk menahan diri dan rajin berdoa agar mental kita kuat dalam menghadapi godaan.

'Cuci tangan' disebabkan oleh seseorang yang sudah berbuat salah tetapi takut resiko dalam bertangung jawab. Mereka takut mendapat sanksi atau dikucilkan. Padahal, dengan bertanggung jawab, kita dapat mengetahui titik lemah kita dan tidak akan mengulanginya lagi.

Marvin XIC/26

Alfred mengatakan...

Dunia akan menjadi jauh lebih jika setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun, selama masih ada makhluk yang bernama manusia, sisi buruk tidak akan lenyap dari dunia ini, sebab manusialah yang menyatakan sisi baik dan sisi buruk. Hewan dan tumbuhan tidak pernah menyatakan sisi baik dan buruk. Kucing mencuri ikan dari atas meja, tikus merusak perabotan milik manusia(bukan milik tikus itu sendiri), tumbuhan menjulurkan akarnya hingga merusak pagar, dan lain-lain. Tentunya mereka tidak bertanggung jawab atas perbuatan mereka dan hanya manusialah yang dibebankan pada tugas ini.

Sebagai makhluk hidup, manusia masih memiliki sifat alamiah yang bertentangan dengan kemanusiaan. sifat itu antara lain adalah tanggung jawab. Pada alam bebas, seperti yang telah disebutkan di atas, tidak ada yang namanya tanggung jawab. Semua makhluk bebas untuk bertindak tanpa sebuah konsekuensi. Menurut hukum alam, perbuatan ini adalah sah bahkan pembunuhan antar spesies yakni predasi sah untuk dilakukan.

Akan tetapi, manusia sebagaimana makhluk yang memiliki akal budi hendaknya menjadi lebih bijaksana dibandingkan hewan dan tumbuhan. Dengan demikian, manusia wajib memegang sebuah tugas baru yakni tanggung jawab. Setiap perbuatan manusia menjadi tidak sebebas di alam liar, dimana manusia perlu menerima konsekuensi untuk setiap tindakan yang mereka perbuat entah berupa penghargaan atau berupa sanksi.

Korupsi memang adalah sebuah tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Mereka menggunakan hak milik orang lain untuk memuaskan keinginan pribadi baik berupa material maupun psikologikal. Jika pejabat melakukan korupsi, mereka tidak melakukan tugasnya sebagaimana seharusnya yakni mensejahterakan masyarakat. Mereka mengabaikan tugasnya sebagai pemimpin yang telah dipercayakan masyarakat kepadanya. Sebagai tambahan, mereka sendirilah yang mencalonkan dirinya seharusnya mereka mempertanggung jawabkan keputusan mereka dengan mencalonkan diri sebagai pemimpin.

Akan tetapi, menegakkan budaya tanggung jawab tidaklah mudah terlebih untuk keadaan negara Indonesia yang tergolong parah. Korupsi terjadi di mana-mana bahkan dapat dikatakan sudah mendarah daging sehingga dapat dianggap budaya tanggung jawab hanyalah sebuah idealisme. Walaupun tergolong cukup mustahil, masih ada kemungkinan Indonesia dapat berkembang menjadi negara yang bertanggung jawab. hal ini dapat terjadi jika didukung oleh semua pihak baik dari pihak pemerintah maupun pihak masyarakat.

Indonesia yang tidak bertanggung jawab tidak akan berkembang menjadi sebuah negara maju. Indonesia akan berkembang menjadi negara yang terus dalam tahap berkembang bahkan mungkin menjadi lebih buruk lagi. Maka, perjuangkanlah terus tanggung jawab terutama dalam kehidupan sehari-hari.

Semoga Indonesia menjadi negara yang bertanggung jawab.

Alfred Susilodinata
XIE/3

Unknown mengatakan...

Saya sangat setuju dengan pendapat diatas yang menyatakan bahwa korupsi sudah menyebar luas ke semua lapisan atau kelas masyarakat. Mulai dari masyarakat kelas atas, masyarakat kelas menengah, bahkan sampai masyarakat kelas bawah sekalipun. Mayoritas korupsi dilakukan oleh masyarakat kelas atas, namun bukan berarti hanya sedikit masyarakat kelas bawah yang melakukan korupsi. Korupsi mayoritas dilakukan oleh masyarakat kelas atas karena peluang-peluang untuk melakukan korupsi lebih banyak dibandingkan peluang masyarakat kelas bawah.

Korupsi yang sudah menjadi 'budaya baru' di Indonesia memang sudah sangat sulit untuk diberantas. Hal ini dikarenakan penanganan yang sangat lambat dan terkesan masa bodo. Mereka sudah menganggap bahwa korupsi adalah perbuatan sehari-hari yang sangat rutin dilakukan di Indonesia. Namun dengan hadirnya KPK, akhir-akhir ini mulai banyak koruptor yang tertangkap. Namun banyak pula koruptor yang telah tertangkap oleh KPK akhirnya bebas setelah menjalani persidangan. Para koruptor itu memang tidak ada jeranya. Setelah melakukan korupsi, mereka menyogok para jaksa dan hakim agar mereka bebas dari hukuman. Para koruptor itu tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah mereka lakukan. Berarti orang yang melakukan korupsi adalah orang yang tidak bertanggung jawab.

Untuk memberantas korupsi di Indonesia yang pertama kali harus dilakukan adalah supremasi hukum. Hukum harus jujur, adil, dan independen. Hukum itu berlaku dan mengikat secara umum tanpa terkecuali. Hukum di Indonesia saat ini sangatlah lemah. Hukum di Indonesia saat ini hanya berlaku dan mengikat kepada sebagian masyarakat saja. Hukum tidak mengikat para pejabat-pejabat tinggi negara Indonesia. Dibuktikan dengan Almarhum Mantan Presiden Soeharto yang sampai kematiannya, tindakan korupsi yang ia perbuat tak kunjung diadili di meja hijau.

Manusia yang melakukan korpusi adalah mereka yang tidak memiliki moral. Manusia yang melakukan korupsi adalah mereka yang tidak bertanggung jawab.


James Hidayat
XIE/24


26 September 2008

Mr. Mix mengatakan...

Sebenarnya setiap manusia memang memiliki sisi leviathan itu. Hanya saja ada orang yang mampu mengontrol leviathan tersebut atau tidak. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai berbagai macam orang dengan keunikannya masing-masing. Orang yang cenderung suka melihat sesamanya tertindas adalah orang yang tidak bisa mengurung leviathan tersebut. Biasanya, orang-orang yang memiliki sifat ini, adalah orang-orang yang jarang menggunakan rasio sebagai pembanding antara yang baik dan yang jahat. Dengan menggunakan rasio, orang lebih mengetahui perbuatan yang akan dilakukan, apakah baik atau buruk. Rasio itulah merupakan salah satu pembatas sisi jahat manusia.


Adrianus Steffan
XI E/1

daniel daniarta mengatakan...

budaya cuci tangan adalah budaya pengecut, bukan sikap ksatria.
Caranya memberantasnya, adalah dengan memperkuat sistem hukum Indonesia dan mempertegas perilaku pengadil sekaligus memperberat sanksi2nya kemudian penguatan undang-undang agar para penyidik dapat menemukan orang yang tepat untuk bertanggung jawab atas tindakannya dan praktek cuci tangan tidak terjadi.