19 Agustus, 2008

BERTUMPU PADA AKAL SEHAT

"Mengapa manusia punya sikap dan perilaku berbeda (dari binatang -ed)? Ada manusia yang berperilaku baik dan ada yang buruk. Salah satu penjelasan penting adalah karena kebutuhan untuk menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan berbagai faktor lingkungan. Karena itu, selalu ada bagian tertentu yang irasional dari kebudayaan. Tidak mengherankan jika budaya, karena harus bertahan, membuat pilihan-pilihan irasional.

Kodrat manusia
Thomas Hobbes mengakui, kodrat manusia adalah jahat dan destruktif. Manusia adalah leviathan. Sosok iblis (buruk -ed)ada dalam diri manusia, terwujud dalam perilaku koruptif, tamak, dan jahat kepada rakyat. Namun, kodrat buruk tidak berarti tidak bisa diatasi.

Maka, solusi Hobbes adalah menyandera karakter iblis (buruk - ed) pada diri manusia dengan rasio. Rasio mampu mengendalikan karakter leviathan. Jika rasio senantiasa digunakan untuk mengevaluasi tindakan, perilaku korupsi bisa dicegah. Karena itu, budaya rasionalitas (menggunakan akal sehat) harus terus disuntikkan kepada politisi. Terus memikirkan dan mengevaluasi tindakan dengan akal sehat. Masyarakat juga harus terus mengingatkan politisi (dan siapapun juga - ed) akan pentingnya akal sehat dalam perilaku politik (bermasyarakat - ed).

Sebagaimana dikatakan Socrates, hidup yang tidak dipikirkan adalah hidup yang tidak layak untuk dijalani. Perilaku koruptif, entah apa pun jabatan kita, adalah perbuatan amat nista sehingga tidak layak untuk dijalani."
(Eko Wijayanto, "Budaya Korupsi dan Akal Sehat", dalam KOMPAS, Selasa, 19 Agustus 2008, hlm. 6)

39 komentar:

Yohanes Wirawan Putranto mengatakan...

Setiap manusia memiliki sikap dan perilaku yang berbeda. Ini biasanya didasari oleh latar belakang pendidikan, lingkungan tempat seseorang bergaul dan juga pengaruh dari keluarga. Oleh sebab itu, seseorang yang memiliki pendidikan rendah, cenderung berperilaku buruk. Sebaliknya, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka kelakuannya dan perilakunya pun akan semakin sopan. Dari lingkungan tempat tinggal pun mempengaruhi cara berpikirnya. Apabila seseorang bergaul dengan preman, maka ia akan terbiasa untuk mengucapkan kata-kata kasar, sedangkan bila orang bergaul dengan kaum intelektual, maka sikap dan cara bicaranya pun akan berbeda dengan yang bergaul dengan preman. Didikan keluarga pun mempengaruhi kepribadian seseorang. Apabila di keluarga, seseorang dibiasakan berbuat semuanya, maka di masyarakat pun dia dapat berbuat semaunya. Maka ketiga aspek di atas sangatlah mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.

Untuk memiliki akal yang sehat, seseorang harus dididik secara benar sejak dini, namun bila dididik secara salah, dia akan berpikir bahwa yang salah adalah benar dan yang benar adalah salah. Di SMA Kanisius, kita diajarkan untuk berpikir sebelum bertindak atau berbicara. Dan juga sebelum mengambil keputusan, kita harus menimbang-nimbang keputusan yang akan kita ambil. Apakah menguntungkan diri kita dan sesama, atau menguntungkan diri kita dan merugikan sesama atau merugikan semua pihak. Berdasarkan berbagai macam pertimbangan, maka keputusan yang terbaik akan dapat diambil sehingga seluruh pihak dapat merasakan manfaatnya dan tidak ada yang merasa dirugikan. Maka akal yang sehat sangatlah dibutuhkan untuk mengambil keputusan dan berprilaku dalam masyarakat.

Yohanes Wirawan Putranto
XIC/40

rerez mengatakan...

Setiap manusia memang memiliki sikap dan perilaku yang berbeda. Setiap manusia bisa menjadi baik dan buruk. Namun saya kurang setuju dengan sifat asli manusia yang merupakan dengan kesan destruktif yang dilawan dengan akal sehat. karena semua itu tergantung dari keinginan dari manusia sendiri. Dan kalau manusia itu jahat lalu apa fungsi hati nurani kita? Tentu saja untuk memberi kita pilihan yang baik untuk diri kita ataupun orang lain.

Namun demikian kita juga harus mengetahui bahwa tidak semua sikap dipilih hanya lewat hati nurani saja tetapi juga lewat pertimbangan lain. Ada pribahasa Singa mendorong anaknya ke jurang. Walau ini merupakan sesuatu yang jahat tetapi ibu singa tersebut ingin yang terbaik untuk anaknya. Jadi misalkan polisi menembak seseorang untuk melumpuhkannya atau bisa sampai mati. Tentu kita tahu itu salah tetapi demi menghentikan sikap dan pilihan orang lain yang salah polisi harus melakukan itu. Tetapi perlu diingat itu bukan selalu menjadi jalan yang terbaik. Selalu ada berbagai jalan di setiap masalah tergantung pilihan dan sikap orang tersebut semua hal tersebut bisa menjadi sesuatu hal yang baik ataupun bersifat merusak.

Akal sehat manusia merupakan bagian di luar kesadaran manusia yang menilai secara rasional. Ini dipercaya Hobbes membantu kita menahan kodrat destruktif manusia. Menurut saya ini ada benarnya tetapi kalau kita tidak melakukan perbuatan destruktif lalu apa fungsi akal sehat? Jadi perlu ditekankan kondisi apa yang Hobbes bayangkan. Manusia tidak selalu jatuh ke jurang dosa, mereka dapat berfikir apa yang terbaik bagi mereka atau sesamanya. Namun ada kondisi di mana akal sehat tidak dilakukan. Dan saya percaya itu adalah naluri. Naluri membuat orang lepas dari zona amannya dan mengorbankan diri untuk orang lain seperti naluri ibu kepada anaknya.

Jadi buah pikiran irasional itu mungkin terjadi kapanpun dan di manapun dengan berbagai faktor.

Reinaldo Arifin/XI-B/35

panda mengatakan...

menurut saya sifat seseorang memang berdasarkan pada situasi dan kondisi lingkingan, sehingga seseorang yang tumbuh di lingkingan yang keras dan dipenuhi kriminalitas akan belajar untuk mengatkan bahwa kriminalitas itu siatu hal yang lumrah. Sedangkan seseorang yang tumbuh di lingkungan yang tumbuh di lingkungan yang saling menghargai, ia akan juga tumbuh sebagai seseorang yang mampu menghargai orang lain maupun apapun yang dimilikinya.

Namun, sifat dasar manusia yang jahat menurut Thomas Hobbes kurang dapat saya terima, hal ini disebabkan karena pada masa ia hidup, prilaku koruptif, tamak, dan jahat telah berakar dengan sangat dalam, dan oleh karena itu dapat dikatakan sebagai sifat yang ditumbuhkan selama beribu-ribu tahun dan tidak dapat dengan mudah dihilangkan lagi. Menurut saya justru sifat-sifat baik seperti kasih sayang dan kepedulian merupakan sifat dasar manusia, karena seperti yang telah kita ketahui pada awal zaman, Allah menciptakan segalanya baik adanya, dan juga bahwa Adam maupun Hawwa tidak jatuh kedalam dosa sebelum mereka dibujuk oleh sang ular. Dan barulah setelah bereka jatuh kedalam dosa, sifat buruk manusia mulai muncul dimana yang pertama adalah pada Kain, putra sulung mereka yang membunuh adiknya sendiri karena perasaan iri.

Ditambah lagi, solusi dengan cara memikirkan suatu hal secara rasional sebelum melakukan suatu tindakan juga tidak bisa digunakan sebagai suatu penyelesaian masalah akan sifat manusia ayng kini telah ada. Misalkan seorang koruptor yang hendak melakukan tindakan korupsi, ia memang berpikir secara rasional, "bagaimana agar saya bisa korupsi tampa ditangkap?" dan barulah setelah ia mendapatkan jawabannya ia baru melakukannya. Oleh karena itu untuk berpikir sebelum bertindak adalah hal yang normal untuk kita laukukan dalam situasi normal pula, dan barulah dalam suatu situasi panik seseorang baru akan melakukan suatu tindakan tampa berpikir dangan akal sehatnya, melainkan dengan perasaannya.

RTC mengatakan...

menurut saya, kodrat buruk tidak dapat diatsi hanya dengan rasionalitas. Rasionalitas menurut saya terkadang dapat menjerumuskan manusia ke dalam hal-hal yang buruk. Rasionalitas terbentuk dsri pandangan seseorang terhadap dunia. Rasionalitas setiap orang jelas berbeda. Tidak ada kepastian bahwa rasioanalitas mampu mengendalikan sisi buruk dalam diri manusia, malah rasionalitas dapat memperbesar sisi buruk dalam diri manusia. Sebagai contoh, dalam suatu badan pemerintahan yang menjadi tempat korupsi. Sebagian besar pegawainya sudah terbiasa melakukan praktek korupsi. Jika seseorang pegawai baru masuk, dan dia dikelilingi oleh orang-orang tersebut, pada suatu saat terdapat kesempatan untuk melakukan korupsi, maka dalam dirinya akan terjadi pergulatan batin. Apakah dia akan melakukannya atau tidak. Pada saat itu rasionalisasi dalam dirinya bekerja. Terdapat pemikiran "semua rekan kerja saya melakukan, lagipula saya juga butuh uang". Ini adalah rasinalisasi yang salah.

karena itu menurut saya bukan rasio -lah yang harus digunakan untuk menyandera sisi buruk dalam manusia, tetapi yang diperlukan adalah pendidikan Agama dan hati nurani

Unknown mengatakan...

Saya rasa manusia pada dasarnya selalu berperilaku buruk. Jujur saja, manusia mana yang tidak pernah melakukan dosa? Tidak mungkin ada manusia yang bersih dari dosa.
Yang menjadi pemikiran sekarang adalah cara mengatasi. Yang terbaik menurut saya adalah menggabungkan antara akal sehat dan hati nurani. Banyak hal di dunia ini yang mengarahkan kita pada kejahatan. Yang harus kita perbuat adalah mengekang diri dengan rasionalitas dan hati nurani.
Dengan rasionalitas : berpikir seandainya aku menjadi orang yang kusakiti, apa yang akan terjadi padaku
Hati nurani : Mendengarkan apa yang harus kulakukan lewat suara hati

Dhani.P
XI-C/13

alberthutama mengatakan...

Memang benar sekali pendapat dari Bapak Eko Wijayanto. Segala perilaku yang akan kita lakukan harus selalu didasarkan pada akal sehat, sadar 100% tentang kondisi yang dihadapi. Tanpa akal sehat yang diberikan Tuhan, apa jadinya manusia.

Unknown mengatakan...

Menurut saya, sikap dan perilaku seseorang tidak selalu berdasarkan sifat dasar orang itu sendiri. Ketika dalam proses bertindak, seringkali ada berbagai pengaruh dari luar yang bisa dikatakan mengacaukan keputusan yang seharusnya ia ambil. Walaupun sejak dini sudah ditanamkan berbagai sifat yang dikatakan positif, tidak semua orang dapat teguh kepada sifat dasarnya. Bisa saja ketika ia mengambil keputusan untuk bertindak, dia mendapat tekanan dari pihak lain, atau ego dalam dirinya muncul dan berusaha mengambil alih. Ini bisa menjadi alasan mengapa seseorang yang dipandang baik melakukan hal yang tidak pantas; hanya karena sekali error saat pengambilan keputusan.

Saya kurang setuju dengan pandangan Hobbes. Rasio belum tentu bisa menahan sifat destruktif manusia, karena akhir-akhir ini, manusia sering mengalami suatu proses yang disebut "rasionalisasi". Proses ini pada umumnya terjadi karena orang tersebut terbiasa melihat suatu hal yang dipandang kurang baik dilakukan, atau bahkan orang itu sendiri sering melakukan hal yang kurang baik tersebut. Karena "rasionalisasi" ini, belum tentu jika seseorang berpegang pada rasionya, dia melakukan tindakan yang benar. Seringkali karena proses ini, rasio justru mendukung sifat destruktif. Karena itu, saya rasa yang diperlukan untuk menekan sifat destruktif manusia adalah kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Dan cara yang baik untuk mempelajari hal tersebut adalah pelatihan mental dan mendekatkan diri dengan Tuhan.

Arza T. O. Waas
XIE/7

Erick mengatakan...

menurut saya prilaku manusia memang berbeda-beda karena keadaan lingkungan yang membentuk kpribadiannya seperti itu. Dan untuk itu kita membutuhkan rasio untuk mempertimbangkan baik buruknya tindakan yang akan diambil. Tapi seringkali leviathan yang ada dalam diri kita, bukannya dikendalikan oleh rasio, malah ia yang mengendalikan rasio. Akibatnya tindakan yang diambil tidak sesuai dengan hal yang benar.

Seharusnya, paham akan norma yang baik yang selalu menemani rasio, sehingga dengan adanya timbal balik seperti itu, akan tercipta pikiran dan tindakan yang sesuai dengan nilai dari norma yang baik tersebut.

FRederick Adhi Putranto XIC/20

steve edpin mengatakan...

Karena itulah manusia memiliki akal budi. Kita harus bisa memilah-milah, mana hal-hal yang baik, dan juga hal-hal yang tidak baik. Manusia memang sering bertindak bodoh, dikarenakan oleh keadaan dan situasi.
Maka dari itu, kita jangan sampai bertindak seperti mereka. Berpikirlah sebelum bertindak, dan janganlah sampai kita berbuat gegabah.

Saya kurang setuju dengan kodrat manusia menurut Hobbes. Jikalau manusia berkodrat jahat, mengapa masih banyak pula orang baik di dunia ini?

Steve Edpin. XIA / 19

WaroengLordz mengatakan...

gradiyanto XI-D/18

Tanggapan saya mengenai berita ini secara keseluruhan bisa saya terima, tetapi ada beberapa bagian yang tidak dapat saya terima.
Saya merasa pendapt Thomas Hobbes itu memang ada benarnya, tetapi bukan berarti manusia adalah leviathan,Menurut saya manusia masih memiliki sifat hewan, karena memang manusia berasal dari primata yang berakal budi.

secara umum, memang faktor menyesuaikan diri terhadap lingkungan adalah hal yang terpenting dalam perkembangan manusia. Maka dari itu lingkungan tempat kita tumbuh kadang menentukan pola hidup kita. Kita lahir dalam sebuah lingkungan tertentu yang sudah memiliki kebudayaan tertentu, sehingga nilai-nilai yang ada di lingkungan tersebut.

Budaya korupsi itu sendiri tumbuh dari kebudayaan dan kebudayaan itu sudah berakar kuat di Indonesia. Pasti setiap orang lebih suka menghindari sengsara dan lebih ingin nikmatnya saja. Hal itu menjadi motif orang yang TAK MAU BEKERJA KERAS DAN TIDAK MENGGUNAKAN AKAL SEHATuntuk mendapatkan kenikmatan dengan jalan yang SALAH yaitu dengan KORUPSI

Menurut saya perbuatan koruptif di Indonesia sulit diberantas. Karena korupsi di Indonesia sudah dimulai dari jama Suharto sampai sekarang, sistem hukum Indonesia sungguh lemah, bahkan Sistem pemerintahannya korup, sulit ditegakkannya keadilan di Indonesia yang Mata duitan.

Saya setuju dengan pendapat manusia haru bisa berkipir menggunakan akal sehat!
Hanya hal itulah yang bisa kita harapkan dan harus dilatih dalam kehidupan kita apabila ingin lepas dari budaya korupsi!!!

Sekian apabila ada ketidaksuaian kata-kata saya mohon maaf!

RadjaKodoq mengatakan...

Fabian Surya P. XID/1

setelah saya membaca postingan pater, saya merasa kurang setuju terhadap pendapat hobbes kalau manusia itu berkodrat buruk.. saya malah menganggap kalau manusia itu justru dilahirkan tidak dengan kodrat baik ataupun buruk sekalipun. selain itu, saya juga mengacu kepada kitab kejadian, kalau semua yang diciptakan Tuhan adalah baik (termasuk kita, manusia). sehingga menurut saya kodrat hanyalah tanggapan khususnya obyektif dari masyarakat tentang seseorang setelah orang tersebut berkembang, jadi bukan dari sono nya.

saya setuju dgn tanggapan teman2 diatas, kalau banyak sekali hal luar yang mempengaruhi akal sehat, dan pada akhirnya mempengaruhi munculnya setan-setan nakal dalam dirinya. karena tanpa pengaruh2 yang telah disebutkan di atas, akal kita tidak mungkin bergerak menjadi akal sehat atau justru akal yang tidak sehat.

jadi ya, kalau kita dibilang memiliki kodrat yang buruk terutama kalau pengaruh yang kita terima kebanyakan pengaruh baik (gereja, dsb), saya agak tidak setuju.

terima kasih, amdg

Richard mengatakan...

Saya setuju dengan pernyataan pertama, yang mengatakan bahwa terkadang manusia melakukkan pilihan yang terkadang dipandang secara umum sebagai pilihan yang rasional karena faktor lingkungan.

namun saya kurang setuju akan pernyataan kedua yang dikutip dari opini Thomas Hobbes.

Memang manusia tidak ada yang sempurna ataupun tidak pernah berdosa, namun itu tidak mengartikkan bahwa kodrat manusia adalah jahat dan destruktif maupun disebut sebut sebagai sosok leviathan

Allah menciptakan segalanya baik adanya, di balik sifat buruk manusia, Tuhan menganugrahi kita hati nurani

Menurut saya, akal sehat (rasionalitas) saja tidaklah cukup.

1. Rasio itu bersifat subyektif, di dasarkan pada tingkat akal budi / tingkat pendidikannya. Seseorang yang berpendidikan rendah tentu memiliki pandangan akan rasionalitas yang berbeda dengan sesorang yang berintelktual / berpendidikan tinggi.

2. Rasio itu sendiri tergantung dari kondisi dan situasi dari lingkungan orang tersebut sendiri

3. Pada kenyataannya, yang kerap terjadi adalah, kita menganggap bahwa kita telah menggunakan rasio, namun ternyata anggapan itu sendiri merupakan akibat dari sifat leviathan itu sendiri / sifat itulah yang memegang kendali akan rasio kita.

Karena itu, menurut saya,

untuk menanggulangi hal tersebut, diperlukan Akal Budi ; Akal Sehat ; Hati Nurani ; Penanaman Iman sejak dini

dengan pendidikan yang tinggi, setidaknya kita mengetahui benar hal yang kita hadapi , kemudian gunakan akal sehat kita untuk menanggapinya berdasarkan jawaban dari hati nurani kita.
Untuk dapat memiliki hati nurani yang terlatih, maka ada baiknnya individu tersebut mendapat pedidikan iman yang sudah mantap.

sekian opini saya, semoga dapat dimengerti
AMDG

Antonius Richard / XIE / 5

Unknown mengatakan...

Jovian Jevon / XI-D / 22

Saya sangat setuju dengan pendapat Thomas Hobbes bahwa manusia adalah leviathan. Jadi, di dalam diri tiap manusia pasti ada sosok iblis (kejahatan). Tidak mungkin ada manusia yang bersih sama sekali dari kejahatan (tidak ada manusia yang tidak berdosa). Maka, baik atau jahatnya manusia akan tergantung dari bagaimana manusia menyandera karakter iblis tersebut.

Orang yang baik adalah orang yang mampu menyandera karakter iblis tadi dengan baik. Sedangkan, orang jahat adalah orang yang tidak mampu menyanderanya, sehingga iblis dapat menguasai diri orang itu dan mempengaruhi orang tadi untuk berbuat jahat.

Maka, kita seharusnya berusaha menyandera karakter iblis tersebut. Caranya adalah dengan menggunakan akal sehat serta hati nurani.

Jason Hamdani mengatakan...

Memang apa yang dikatakan Hobbes ada benarnya, yakni di dalam setiap manusia, ada perilaku destruktif. Dan perilaku destruktif ini sendiri berbeda - beda kadarnya pada setiap orang, tentu dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal.

Tetapi menurut saya orang - orang yang menyalahkan faktor - faktor eksternal atas ke'dekstruktif'an yang mereka buat adalah kesalahan. Sebagai contoh adalah para pejabat kita. Ketika ditanya alasan mereka korupsi, mereka menjawab "Lha, memang begitu kan negara ini. Toh teman - teman saya juga berbuat seperti itu." Ini adalah kesalahan yang besar. Mereka menyalahkan faktor eksternal sebagai dasar dari kesalahan yang mereka buat.

Tentunya kekuatan 'destruktif' itu ada di dalam manusia itu sendiri. Lalu siapakah yang bisa membatasi kekuatan itu? Kitalah, manusia itu sendiri yang bisa. Jadi apapun yang kita lakukan, salah ataupun benar, toh kita yang mengontrolnya. Kita tidak dapat menyalahkan orang lain atas kesalahan yang kita buat sendiri.

Maka di sini yang penting adalah nilai yang kita semua anut - Conscience - kesadaran diri sendiri, hati nurani. Kita tahu kapan kita berbuat salah, di mana kesalahan itu, dan kita berusaha memperbaikinya. Dengan begitu kita dapat terus berkembang setiap harinya.

Jason.H / 22 / XI-C

Febrian mengatakan...

Menurut saya, manusia berperilaku berbeda dikarenakan akal budi manusia lebih baik daripada ciptaan Tuhan yang lain (seperti yang disebutkan di Kitab Kejadian). Oleh karena kemajuan akal budi tersebut, budaya dan sistem sosial manusia lebih kompleks daripada binatang. Namun, karena perbedaan sudut pandang yang dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan dan tingkat pendidikan, manusia memiliki tindakan yang berbeda - beda, dan melakukan apa yang menurut mereka baik. Kita tidak bisa menstandarisasi "baik" dan "buruk" karena bagi setiap orang, "baik" dan "buruk" berbeda. Contohnya: bagi orang - orang di Eropa, hubungan pra-nikah bukanlah hal yang buruk, namun bagi orang - orang Timur, hubungan pra-nikah adalah hal yang terlarang dan melawan agama dan budaya.

Saya kurang setuju dengan pendapat Thomas Hobbes yang menyatakan kodrat manusia adalah jahat dan destruktif karena dalam Kitab Kejadian, Tuhan melihat bahwa manusia adalah ciptaan-Nya yang amat sangat baik dan sangat dicintainya. Namun, iblis senantiasa berusaha untuk mempengaruhi manusia agar melakukan tindakan - tindakan yang tidak sesuai dengan perintah dan larangan Tuhan.

Saya setuju dengan solusi yang ditawarkan Thomas Hobbes, yaitu menggunakan rasio untuk menilai baik - buruknya tindakan kita, dengan menggunakan ukuran Tuhan dan bukan ukuran manusia. Manusia dapat menilai baik - buruknya tindakan dengan senantiasa mendengarkan hati nurani, yang merupakan sanggar suci Allah, tempat Allah mengingatkan manusia akan perintah dan larangan-Nya.

Pernyataan Socrates adalah sangat benar, hidup yang tidak direncanakan, tidak disusun, dan tidak bertujuan adalah hidup yang tidak layak dijalani. Oleh karena itu, kita hendaknya senantiasa memikirkan tujuan hidup kita dan apa yang ingin kita perbuat dalam hidup kita.

Febrian Sidharta XI C/ 18

A.D.K mengatakan...

mungkin banyak manusia yang menganggap bahwa semua di atur atau di latar belakangi akal sehat tetapi semua itu tidaklah benar karena banyak faktor dalam bersifat dan berperilaku yang tidak berdasar pada akal sehat tetapi ada juga memakai tekanan,emosi dan pikiran yang diakibatkan oleh pihak lain atau suatu masalah yang sangat mendesak mungkin menurut Thomas hobbes yang menyatakan semua itu dapat ditutupi oleh rasio yang mengibaratkan selain akal sehat sebagai leviathan tetapi semua itu membuat segala sesuatunya berubah karena banyak sekali hal yang tidak dapat dimengerti oleh akal sehat saja.

dahulu saya sendiri pernah melakukan hal diluar akal sehat dimana waktu itu di pepetkan oleh suatu drama dimana sangat mendesak sehingga tanpa pikir panjang langsung membuat dan membuat suatu cerita dimana itu diluar akal sehat dengan itu semua dapat nilai yang cukup memuaskan.
maka dari itu maka setiap orang memiliki cara dalam berpikir dan bersifat walaupun itu dianggap diluar akal sehat orang lain.

davine XIE/12

candidate cxx- persevere mengatakan...

Manusia ...adalah sesuatu hal yang komplex dan bukanlah hal mudah untuk mengetahuinya seseorang pernah berkata tentang hati perempuan jauh dalam dari lautan hal itu adalah benar...

mangapa?

sesuai sebab tadi apa yang membedakan kita dengan binatang ???

kita adalah satu ciptaanya tetapi mengapa kita berbeda...?

karena manusia dijadikan penguasa di dunia , manusia dijadikan untuk menjaga binatang dan alamnya karena itu Tuhan membedakan kita dengan binatang ..kita memiliki akal sehat..

Tetapi apa artinya bila akal sehat itu tidak digunakan bukankah hanya akan menjadi suatu pemberian Tuhan yang sia-sia..?

manusia memiliki Leviathan dalam dirinya , sebenarnya apa itu Leviathan??? menurut kitab suci leviathan adalah suatu naga besar yang jahat dan buas dan tinggal di tujuh samudra , adapun leviathan dikenal juga sebagai rahab

sosok itu adalah binatang yang menyerupai naga, sebuah sosok dark side dari seseorang yang tinggal di dalam diri kita, cara terbaik adalh dengan menggunakan rasio yaitu akal sehat dimana itulah satu-satunya hal yang membedakan kita dengan binatang....

manusia memiliki akal sehat dan sudah sebaiknya bertindak dengan akal sehat bukan dengan instinct layaknya binatang...

Unknown mengatakan...

Apa itu rasionalitas? Rasionalitas (kerasionalan) adalah pendapat yang berdasarkan pemikiran yang bersistem dan logis.(1)

Berdasarkan definisi tersebut, bisakah rasionalitas mengendalikan karakter jahat? Saya rasa tidak. Banyak kejahatan yang direncanakan dengan sangat logis dan sistematis, sehingga jika hanya rasionalitas saja yang dipakai karakter jahat tidak dapat "disandera". Dengan demikian, saya tidak setuju dengan pendapat Hobbes.

Pendapat Hobbes yang lain yang tidak saya setujui adalah pendapat bahwa manusia pada dasarnya berkarakter jahat. Saya berpendapat bahwa manusia pada dasarnya berkarakter baik. Hal ini juga sesuai dengan apa yang tercantum dalam Kitab Suci: manusia diciptakan sebagai citra Allah.(2) Sedangkan, Allah adalah figur kebaikan mutlak. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya manusia diciptakan sebagai makhluk yang baik.

Perilaku koruptif secara khusus atau perilaku jahat secara umum dilakukan karena tidak didengarkannya suara hati sehingga tercipta karakter jahat. Perlu ditekankan, bahwa perilaku jahat di sini adalah perilaku dengan maksud jahat. Suara hati selalu menyuarakan apa yang baik menurut standar nilai yang dipegang oleh seseorang, sehingga perilaku bermaksud baiklah yang akan dilakukan ketika seseorang mengikuti suara hati. Hanya saja (dalam konteks mengikuti suara hati) dapat terjadi kesalahan pengambilan keputusan ketika nilai yang dipegang seseorang itu tidak sesuai dengan standar nilai yang berlaku secara umum.

Nilai sebagai produk kebudayaan juga mengandung unsur irasionalitas seperti yang telah dipaparkan di atas. Rasionalitas perlu juga untuk dapat memikirkan dampak positif maupun negatif yang dihasilkan dari tindakan yang hendak dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan keseimbangan antara nilai dan pemikiran yang logis-rasional dalam mengambil keputusan yang benar (hasilnya baik dan bermaksud baik).

(1) Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 933.
(2) Kejadian 1:26-27

Aditya Kristanto
XI A / 1

Jason Suteja (Teja) mengatakan...

Menurut saya, memang dalam hidup/sifat manusia terdapat berbagai macam jiwa. Contohnya adalah: jiwa binatang. Di dalam Jiwa binatang tersebut terdapat berbagi macam sifat yang buruk dan tidak beretiket. JIwa itu lah yang mungkin dimaksudkan sebagai leviathan/iblis yang ada di dalam hati manusia.
Saya pribadi merupakan penganut agama Buddha. Menurut ajaran Buddha, dalam hati setiap manusia, pasti terdapat jiwa binatang dan jiwa Buddha. Jika kita kadang-kadang merasa marah, iri, malas, rakus, nafsu, dan sombong. Pada saat itu berarti jiwa binatang kita sedang menguasai hati kita. Jika hal itu terjadi, maka kita harus berdoa dan berefleksi agar kita menjadi sadar dan dapat kembali ke jalan yang benar. Sebaliknya, jika kita merasa senang untuk menyayangi orang lain, tidak iri terhadap orang lain, dan sebaginya. Berarti pada saat itu jiwa Buddha yang kita miliki telah keluar dan hal itu dapat memberikan hal yang positive bagi diri kita sendiri dan orang lain.
Menurut ajaran agama Buddha, cara yang paling benar untuk memunculkan Jiwa Buddha dari dalam hati kita adalh dengan tetap berpikir dengan akal sehat. Karena manusia merupakan mahluk yang memiliki akal budi dan seharusnya manusia bisa memilih hal yang harus kita lakukan dengan hal yang tabu untuk kita lakukan.

Jason Suteja
XI A / 13

Anonim mengatakan...

Blognya Menarik. akan saya tunggu updates berikutnya.
Salam kenal.

GBU

steven_licin mengatakan...

Manusia mempunyai sikap dan perilaku yang berbeda karena itu sudah merupakan kodrat mereka. Tuhanlah yang memberikan sikap dan perilaku yang berbeda - beda terhadap manusia, hal itu dilakukan agar manusia saling membantu dan saling mengasihi satu sama lain sehingga hidup terasa begitu indah.

Saya tidak setuju dengan pernyataan hobbes,dimana ia mengatakan bahwa kodrat manusia adalah jahat dan destruktif. Saya tidak setuju karena Allah pada awal mula kehidupan telah memberikan kuasa kepada manusia untuk melestarikan hidup mereka dan menjadi banyak, memang manusia mempunyai sifat jahat dan destruktif,akan tetapi tidak semua jahat, yang mereka lakukan hanyalah semata untuk memperkarya hidup mereka. Mereka tidak selalu merusak,manusia juga melestarikan lingkungan dan menjaga alam yang diberikan oleh Tuhan.

akan tetapi saya setuju dengan pernyataan hobbes yang mengatakan bahwa 'Rasio mampu mengendalikan karakter leviathan'. Hal tersebut memang benar menurut saya,sebab sifat rasio setiap manusialah yang selalu mengendalikan karakter jahat setiap manusia untuk tidak berbuat hal - hal yang tidak baik.

Jadi kesimpulan saya mengenai topik ini adalah manusia tidaklah sepenuhnya jahat dan sifat jahat manusia itu dapat dikendalikan dengan rasio yang dipunyai oleh setiap diri manusia itu.

Stepz mengatakan...

Saya setuju dengan pendapat Hobbes yang mengatakan kalau manusia pada dasarnya itu jahat. Kalau kita kaitkan dengan cerita Adam dan Hawa, di situ jelas terlihat kalau setiap manusia sebelum dilahirkan sudah mempunyai dosa... Tapi sebenarnya, apakah hubungannya??? Dosa yang disebabkan oleh Adam dan Hawa bukanlah murni kesalahan dari iblis. Kita bisa tahu kalau pada dasarnya manuisa itu memiliki rasa keingintahuan. Dan hal itulah yang membuat manusia terkadang terlewat batas untuk memenuhi rasa tersebut yang berakibat bisa timbulnya perilaku jahat yang tidak sesuai dengan perintah Tuhan.
Satu hal yang kita tahu bahwa pada dasarnya manusia itu egois. Keegoisan setiap manusia tidak luput dari rasa ingin mendapatkan keuntungan itu.. Manusia terkadang melakukan hal yang tidak wajar di luar batas demi memenuhi keuntungan pribadi. Tapi, apakah manusia itu jahat sejak lahir?? perlu kita ketahui kalau pribadi manusia itu terbentuk dari lingkungan. Memang manusia memiliki akal sehat. Tapi lingkungan yang buruk bisa membutakan akal sehat tersebut. Hal yang mungkin terjadi adalah kita tidak bisa lagi berpikir dengan sehat kalau kita tidak memiliki dasarnya. Sebagai contoh, manusia yang tinggal di lingkungan yang berisi pencuri akan memiliki pola pikir kalau mencuri itu adalah hal yang biasa sehingga ia tidak tahu kalau itu adalah sesuatu yang salah. Inilah yang menjadi titik balik sebuah leviathan. Saat manusia tidak memiliki akal sehat, ia akan mempunyai pikiran jahat dan pikiran seorang penghancur seperti iblis. Namun, satu hal yang menurut saya masih bisa mempengaruhi hal itu adalah hati nurani. Tuhan memberikan setiap insan hati nurani untuk membimbing setiap manusia ke jalan yang benar...

Stefanus Setiawan
XI-F/37

Ry0_W4t4n4b3 mengatakan...

Menurut saya manusia diciptakan memiliki 2 hal yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya, yaitu hati nurani dan akal sehat. Dengan akal sehat, manusia dapat membedakan baik dan buruk. Dengan manusia mengetahui baik dan buruk melalui akal sehat, maka manusia pun menjadi merasa bersalah jika melakukan hal yang dianggapnya buruk, itulah yang disebut hati nurani. Tapi, ada orang yang melakukan hal yang salah tetapi sengaja dilakukan karena menurutnya hal itu sah-sah saja dilakukan, karena akal sehatnya sudah dipengaruhi oleh suara iblis yang menggodanya untuk memuaskan hasrat dalam dirinya.
Contohnya adalah seorang pejabat yang melakukan korupsi terhadap sumbangan yang seharusnya ditujukan kepada rakyat. Uang yang dalam jumlah banyak dan godaan iblis telah mempengaruhi dirinya untuk berbuat kejahatan yang menutup suara Tuhan untuk tidak melakukannya. Hal-hal ini dapat dicegah dengan banyak berdoa kepada Tuhan agar iman kita semakin kuat dan godaan iblis tidak mudah mempengaruhi kita.

Marvin XIC/26

Alfred mengatakan...

Memang benar manusia adalah penghancur. Dunia yang dihuni oleh manusia tidak bertambah baik untuk setiap makhluk hidup malah semakin buruk untuk setiap makhluk hidup. Polusi terjadi di mana-mana. Bencana alam dan perubahan-perubahan iklim dan cuaca terus terjadi. Dengan ini, makhluk hidup menemukan sebuah kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang kian memburuk

Sosok buruk manusia memang dapat dicegah dengan berpikir rasional. Dengan berpikir secara rasional, manusia akan terus mencari kebenaran walaupun kebenaran bagi setiap manusia berbeda-beda. Maka, pada akhirnya mereka akan mencari-cari kebenaran akan kepercayaan mereka dan akan berusaha untuk menciptakan idealisme baru. Pada akhirnya, manusia akan melenceng dari kehendak Allah yakni dengan menciptakan Allah baru.

Walaupun ini adalah penggunaan rasio, penggunaan rasio sejenis ini adalah salah. Sebab dengan berbuat demikian, manusia akan berusaha untuk mencari-cari kesalahan Allah seperti saat manusia mencobai Yesus. Maka, rasio yang kita gunakan hendaknya tidak melenceng dari kehendak Allah. Adapun contoh yang lebih konkret yakni saat kita menyadari ada teman kita yang mencontek saat ulangan. Pada saat itu kita akan dihadapkan oleh kedua pikiran rasional yakni menegurnya atau membiarkannya. Pada pikiran rasional pertama, kita akan dibenci oleh teman kita. Pada pikiran rasional kedua, kita tidak akan dibenci oleh teman kita. Pada kasus ini, teman kita tersebut belum tentu akan berubah di kemudian hari atau usaha kita dapat sia-sisa. Lalu manakah yang akan kita pilih?

Sebagai teman yang baik, kita akan menegurnya dengan konsekuensi kita dibencinya. Kita tidak boleh berpikir negatif dimana ia tidak berubah. Kita harus percaya bahwa ia tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Setelah ia sadar akan perbuatannya, hubungan persahabatan hendaknya terjalin kembali. Inilah kebenaran yang sesuai dengan kehendak Allah dan pada kebenaran yang kedua adalah kebenaran menurut manusia dimana kebenaran tersebut bersifat mencari keuntungan sendiri.

Akhir kata, pendapat saya kita harus hidup dalam rasional yang sesuai dengan kehendak Allah bukan rasional yang sesuai dengan kehendak manusia sehingga rasio tumpuan kita haruslah sesuai dengan kehendak Allah

Alfred Susilodinata
XIE/3

pgumulia mengatakan...

menurut pendapat saya,ada banyak faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. yang paling mempengaruhi dan utama adalah pendidikan.
semua orang pasti memiliki sisi buruk masing-masing. Pendidikan merupakan sarana untuk dapat melawan sisi buruk tesrsebut, karena pendidikan YANG BAIK dapat membuka dan menjernihkan jalan pikiran seseorang, begitu juga sebaliknya.Pendidikan yang baik juga dapat menjadi pedoman dalam mengambil keputusan.
secara tidak langsung pendidikan juga mempengaruhi akal sehat seseorang. Maka dari itu penting unutk disadari bahwa pendidikan yang baik dan bermutu harus diterapkan pada masing-masing pribadi sejak kecil.

Peter Hansel Gumulia
XIC/30

pgumulia mengatakan...

menurut pendapat saya,ada banyak faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. yang paling mempengaruhi dan utama adalah pendidikan.
semua orang pasti memiliki sisi buruk masing-masing. Pendidikan merupakan sarana untuk dapat melawan sisi buruk tesrsebut, karena pendidikan YANG BAIK dapat membuka dan menjernihkan jalan pikiran seseorang, begitu juga sebaliknya.Pendidikan yang baik juga dapat menjadi pedoman dalam mengambil keputusan.
secara tidak langsung pendidikan juga mempengaruhi akal sehat seseorang. Maka dari itu penting unutk disadari bahwa pendidikan yang baik dan bermutu harus diterapkan pada masing-masing pribadi sejak kecil.

Peter Hansel Gumulia
XIC/30

Ricky Kristanda mengatakan...

Saya setuju dengan apa yang dikatakan Thomas Hobbes bahwa manusia memiliki kodrat sebagai leviathan
(sosok iblis) yang berarti manusia berperilaku koruptif,tamak,dan jahat. Hal ini dapat kita jumpai
pada masa awal kehidupan manusia diciptakan oleh Tuhan. Manusia pertama (Adam dan Hawa) jatuh ke
dalam dosa akibat sikap-sikap yang disebut oleh Thomas Hobbes sebagai sosok leviathan. Pada awalnya
Tuhan menciptakan manusia baik adanya. Ia memberikan dan mencukupkan manusia dengan segala sesuatu
yang dibutuhkan manusia. Namun,karena sikap koruptif (yaitu mengkorupsi apa yang menjadi milik Tuhan
dengan makan apa yang bukan menjadi haknya yaitu memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat
yang dilarang oleh Tuhan),ketamakan(sudah diberi kebebasan oleh Tuhan untuk mengkonsumsi buah-buah
dari semua pohon yang ada di Taman Eden,tetapi manusia masih ingin memakan buah yang dilarang Tuhan),dan
jahat (manusia ingin merebut kemuliaan Tuhan karena pada waktu itu iblis yang menjelma menjadi ular
mengatakan bahwa apabila manusia memakan buah itu,ia akan menjadi serupa dengan Allah). Sehingga
apa yang menjadi dosa awal manusia telah menurunkan kepada manusia jaman sekarang.

Tidak hanya sosok politisi yang berperilaku koruptif seperti iblis.
Saya mengatakan bahwa kita saat ini dapat menemukan banyak setan-setan (iblis-iblis) yang berkeliaran
di sekitar kita. Iblis pada masa sekarang bukan lagi iblis dengan wujud yang seram sehingga membuat
takut manusia,melainkan iblis pada masa sekarang kelihatannya menarik bagi manusia.Sebagai contoh
apa yang saya sebut dengan iblis adalah wanita-wanita yang berpakaian sangat mini berkeliaran di
tempat umum sehingga mengundang hawa nafsu orang lain. Ada pula banyak godaan-godaan lain baik itu
dari barang ataupun orang lain yang membawa kita semakin jauh dari Tuhan. Apabila kita tidak menggunakan
akal sehat untuk mewaspadai akan sosok-sosok iblis seperti ini,tentu saja kita pun akan menjadi iblis-iblis
berikutnya.

Menjelang hari Tuhan yang mendekat (di mana keadaan dunia akan semakin jahat),menurut saya,
kita harus lebih lagi untuk menggunakan rasionalitas kita
untuk bertindak. Jangan sampai kita terseret pada arus dunia yang saat ini telah dipenuhi oleh iblis.
Kita harus mampu menjadi beda dengan dunia ini (kita menjadi terang Allah yang bersinar di tengah
kegelapan dunia ini). Kita harus mampu menunjukkan kepada banyak orang bahwa kalau sosok iblis itu
akan membawa kehancuran dan kesengsaraan bagi orang lain (contoh : tindakan korupsi menyengsarakan
rakyat),tetapi kita sebagai umat Allah,terangNya Allah,dan duta kerajaan Allah mampu menjadi saluran
berkat bagi banyak orang. Kita dapat membawa orang-orang yang telah terjerumus dalam dunia gelap
untuk berbalik memuliakan Allah.Oleh karena itu,mintalah pada Tuhan curahan Roh KudusNya untuk senantiasa
memberikan kepada kita hikmat untuk senantiasa menggunakan rasionalitas kita dengan baik.

Ad Maiorem Dei Gloriam

Berikan pada kami
Hati yang mengasihi
Jiwa-jiwa yang belum
Mengenal kasih Bapa

Mereka yang dalam gelap
Mereka yang tersesat
Hati kami iba
Seperti hatiMu Yesus

Tuhan ini tugas kami
Beri keberanian bagi kami
Taruhlah roh yang rela melayani
Dan menyenangkan hati Tuhan
Itu yang kuingini

Kevin Dana mengatakan...

pendapat Hobbes adalah bahwa dalam intisari jiwa manusia terdapat kehendak yang terus menerus memaksa manusia untuk berbuat jahat.Dalam konteks yang sedang Pater bahas saat ini adalah bahwa kehendak jahat tersebut membuat manusia terus menerus ingin mengkorupsi.

Satu hal yang saya tidak setujui dari pendapat Hobbes ini adalah bahwa "dalam diri manusia itu terdapat kehendak untuk terus-menerus berbuat jahat"
Jika demikian,tidak masuk akal apabila kodrat manusia-sebagai alasan yang membedakan manusia dengan binatang,terletak pada hal-hal seperti korupsi, berbohong,dan membunuh,dan hal0hal destruktif lainnya.
Masih ada dorongan-dorongan dan kehendak baik yang terdapat pada manusia,kehendak untuk mencintai,kehendak untuk bahagia. Masalahnya adalah Hobbes justru menganggap kehendak tersebut sebagai cara untuk "melawan" dorongan-dorongan jahat dalam diri manusia.Kenyataanya, banyak manusia yang dualisme,mereka memiliki kehendak untuk menciptakan negara yang adil,namun dalam prakteknya,ribuan orang sengsara kemudian dalam pemerintahannya.Ini kontradiksi dengan pemikiran Hobbes bahwa logika dan rasional dapat mengalahkan sifat jahat dan destruktif dalam diri manusia;karena kenyataanya rasionalisasi biasanya justru digunakan sebagai cara untuk membela diri oleh pihak-pihak seperti koruptor.Dengan tujuan membuat rakyat bahagia,mereka membangun pemerintahan berlandaskan logika,yang akhir-akhirnya justru menyengsarakan rakyat.

KEVIN DANA XI A /15

kiel mengatakan...

Sikap manusia itu dibangun dari sejak kecil. Menurut saya sifat manusia juga akan dipengaruhi orang lain terutama oleh keluarga. Memang manusia itu memiliki sisi yang jahat tetapi bukan berarti bahwa secara keseluruhan manusia itu seperti iblis. Ini yang saya kurang setuju dengan Thomas Hobbles karena ia mengatakan manusia adalah leviathan. Saya tidak setuju karena manusia itu bertindak karena keinginan yang dilatar belakangi oleh suara hatinya. Suara hati manusia itu merupakan hal yang baik, maka manusia itu juga memiliki sisi baik. Hal yang kini menghambat hanyalah keinginan dalam berbuat baik. Bila ada keinginan maka manusia pasti akan dapat menjadi baik. Manusia harus memiliki penguasaan diri dan mengontrol diri agar dapat menekan sifat destruktifnya.

Yehezkiel Nathanael S
XI D / 39

ERIK_XIC/16 mengatakan...

Tidak ada satu manusiapun yang memiliki sifat atau kelakuan yang sama persis. Oleh karena itu kita setiap manusia mempunyai keinginan yang berbeda, sehingga bisa disebut ada yang jahat, dan ada yang baik. Tetapi pada dasarnya mereka hanya melakukan apa yang ada pada kehendak mereka. Akan tetapi, sebenarnya mereka perlu mengendalikan perasaan dan tahu yang mana yang layak dan tidak untuk dilakukan. Seperti pada zaman ini banyak anak-anak SD yang sudah bisa berkata-kata kasar, walaupun setau saya ketika saya kecil, kata-kata kasar hanya keluar dari mulut orang yang cukup tua atau anak nakal. tetapi sekarang sudah banyak anak yang bisa bekata-kata kotor. Mungkin hal ini disebabkan oleh pengaruh dari keadaan sekitar yang mereka yaitu dari kakak, atau orang-orang luar, tetapi yang paling bisa mempengaruhi mereka adalah apa yang mereka setiap hari lihat yaitu televisi.

Cara pencegahan dari sifat-sifat buruk, yaitu dengan penjagaan kata-kata dari orang tua dan orang tua harus menjaga anak-anak mereka dari tontonan yang dapat merusak pribadi mereka. Untuk dapat berkelakuan baik sebenarnya juga didasari oleh keinginan secara alamiah. jadi tidak mudah untuk membuat orang baik menjadi jahat ataupun sebaliknya jika seseorang sudah memiliki keinginan secara almiah tersebut. jadi kita para kanisian yang lebih tua harus bisa memberi contoh pada anak-anak di sekitar kita atau pada adik kita sendiri.

Anonim mengatakan...

Gabriel Alexander/XI-E/21
Waktu saya masih kecil, ada suatu perkataan yang bagi saya terdengar tidak enak. Perkataan itu adalah "Manusia dilahirkan jahat."
Bagi saya hal itu sangat menganggu saya, perkataan itu seolah-olah menunjukkan bahwa manusia itu sendiri adalah satu-satunya kejahatan yang paling parah di muka bumi ini. Dan sampai sekarang pikiran itu masih mengangguku sampai sekarang.
Tetapi selama beberapa waktu aku juga telah menemukan sesuatu yang cukup menarik. Memang manusia mempunyai diri yang "jahat" dalam dirinya. Tetapi manusia juga mempunyai sisi yang "baik" dalam dirinya. Ke-2 sisi ini akan saling mempengaruhi tindakan yang dilakukan oleh pribadi sesorang dalam kehidupannya. Bisa dibilang sisi yang "jahat" ini seperti leviathan yang disebutkan oleh Hobbes.
Dan sisi "baik" manusia adalah rasio. bagian dari kepribadian mereka yang masih memiliki akal sehat. Dalam mengambil keputusan, manusia cenderung berhenti di suatu persimpangan, antara jahat dengan yang baik. Sisi leviathan akan mendorong manusia untuk mengambil pilihan yang jahat. Tetapi sisi rasio manusia akan menghambat bujukan leviathan dan membujuk manusia untuk mengambil pilihan yang baik. Itulah konsep dasar hati nurani pada umumnya.
Tetapi seiring waktunya berjalan, pilihan-pilihan yang dihadapi manusia akan semakin kompleks. Masalah-masalah yang ada tidak merupakan antara hitam dan putih lagi. Selain itu rasio yang dipercaya oleh seseorang belum tentu merupakan rasio yang sama dengan orang lain. Hal ini memungkinkan proses rasionalisasi seseorang malah membuat seseorang untuk mengambil tindakan yang jahat, sesuai dengan "akal sehat" yang dimilikinya, demi kebaikan dirinya atau orang lain yang berarti baginya. Perubahan-perubahan seperti inilah yang mungkin menyebabkan masyarakat kita menjadi amburadul seperti ini.
Kita tidak bisa menyalahkan rasio mereka yang salah, mereka mungkin mempunyai alasan teretentu akan rasio mereka tersebut, beberapa mungkin hanya menetapkan rasio yang sesuai dengan kenyamanan mereka sendiri.
Tetapi kita harus sadar bahwa "baik" dalam diri kita tidak hanya ditentukan oleh rasio. Meskipun anda tidak menyadarinya, selalu ada hal lain di dalam diri kita yang mempunyai nilai baik dan akan selalu mengingatkan kita akan nilai-nilai baik yang asli. Mungkin itu adalah sifat atau nilai tersembunyi yang sudah ada di dalam diri kita sejak lahir, atau mungkin itu adalah Allah sendiri yang berada di dalam diri kita, membimbing kita untuk selalu berbuat sesuai kehendak-Nya.

Unknown mengatakan...

Saya kurang setuju dengan pendapat hobbes. Menurut saya manusia diciptakan baik adanya, karena tidak mungkin bukan, bahwa Tuhan menciptakan sesuatu yang jahat. Namun, adakalanya juga manusia menjadi jahat, oleh karena adanya hawa nafsu dan egoisme seperti pada binatang. Untuk mencegah hal-hal tersebutlah kita mempunyai akal budi atau rasio dan hati nurani, yang merupakan perbedaan kita dengan binatang.

christian_linero_XI-C mengatakan...

Menurut saya, itulah keunikan manusia. Ada yang baik dan ada yang buruk. Manusia memiliki dosa asal yang berasal dari Adam dan Hawa. Tetapi bukannya karena dosa asal tersebut kita merasa kita orang berdosa dan tidak perlu berbuat kebaikan. Malah, karena dosa asal itu, kita dituntut menjadi orang yang lebih baik lagi. Yang mau menuruti apa kata Tuhan, jangan mengulangi kesalahan Adam dan Hawa.

Sebenarnya Tuhan telah memberikan kita pedoman,yaitu kitab suci.
Tetapi Tuhan tetap memberikan kita kebebasan.
Tuhan bukan seorang ditaktor yang selalu memberikan kita perintah2 supaya kita jalan pada kehendaknya.
Tuhan menginginkan kesadaran dan keinginan dari hati kita.
Apakah kita benar2 ingin mengikuti Tuhan, atau tidak.

Manusia dilengkapi juga dengan suara hati. Suara hati tidak selalu benar, tetapi suara hati diciptakan sesuai dengan jalan yang benar. Seiring berjalannya waktu, suara hati dapat dipengaruhi dan berubah menjadi sesuatu yang menyesatkan atau tidak benar.

Menurut saya kodrat manusia tidaklah jahat. Manusia diciptakan sesuai dengan GAMBARAN ALLAH. Kalau Thomas hobbes mengatakan bahwa kodrat manusia adalah jahat dan destruktif, berarti Mr. Hobbes mengatakan secara tidak langsung bahwa gambaran Tuhan adalah gambaran yang JAHAT dan DESTRUKTIF.

Ivanzz mengatakan...

dalam berbicara, dalam bertindak, dalam melakukan sesuatu hendaknya memang dipikirkan dulu dampaknya terhadap sesama, khususnya yang dikenai perbuatan kita. Buat apa kita diberi akal sehat oleh Tuhan kalau tidak digunakan. Bukannya akal sehat itu yang membedakan kita dengan binatang? Jadi, kalau berbuat tanpa dipikirkan dulu, kita tidak beda dengan seekor anjing yang buang hajat sembarangan, toh mereka tidak memikirkan dampak hajatnya ke orang banyak..

Unknown mengatakan...

Setiap manusia pasti memiliki karakter yang jahat. Setiap manusia pasti memiliki dosa. Namun yang membedakan adalah apakah dosa atau perbuatan jahat yang dilakukan manusia itu termasuk kedalam yang berat atau yang ringan. Contoh dosa atau perbuatan jahat yang berat adalah membunuh, mencuri, berzinah/berbuat cabul, dan mencuri termasuk KORUPSI.

Seseorang melakukan korupsi karena didorong oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor ekonomi. Meskipun korupsi dilakukan oleh orang kecil/orang yang sangat membutuhkan uang tetap saja manusia tersebut berbuat dosa yang berat. Seseorang yang hanya ikut-ikutan saja melakukan korupsi atau hanya mencoba-coba saja lama kelamaan mereka akan ketagihan. KORUPSI MEMILIKI 'ZAT-ZAT' YANG MENYEBABKAN KECANDUAN. Apalagi kalau bukan materi(uang). Seseorang yang sudah melakukan korupsi sangat sulit untuk berhenti. Oleh sebab itulah manusia dikatakan leviathan. Manusia memiliki iblis didalam batin mereka yang mempengaruhi setiap perbuatan yang mereka perbuat.

Untuk menghapus karakter iblis itu dalam diri manusia, dapat dilakukan dengan rasio. Setiap perbuatan yang kita lakukan harus berdasarkan rasio. Dengan menggunakan rasio, kita dapat mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan. Misalnya, apakah saya pantas melakukan perbuatan itu? Apakah keuntungannya bagi diri saya sendiri dan orang lain? Apakah kerugian atau dampak yang dirasakan oleh orang lain akibat perbuatan diri saya sendiri? Dengan melakukan evaluasi dengan manusia diharapkan dapat melakukan suatu tindakan dengan akal sehat.

Saat ini di Indonesia, korupsi saudah merupakan sebuah budaya. Seperti kita ketahui, budaya sangat sulit untuk dihilangkan apalagi dihapus. Untuk mengatasi Budaya Korupsi diperlukan suatu budaya yang bertentangan yaitu Budaya Rasionalitas.

Seperti yang saya katakan diatas, siapapun pelaku tindakan korupsi, baik sekalipun orang yang sangat membutuhkan uang, tetap saja perilaku koruptif adalah perilaku yang sangat nista sehingga tidak layak untuk dijalani, dicontoh, dicoba, ditiru, apalagi diulangi kembali.


James Hidayat
XIE/24


26 September 2008

Azla mengatakan...

Soni Hartono XID/35

Manusia berkodrat iblis? Saya tidak setuju.
Ada tertulis:
"Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya"
Bagaimana mungkin ada iblis yang tertanam pada manusia jika kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah?
Memang ada sangat banyak manusia yang jahat, tetapi bukan karena ada iblis di dalam manusia. Yang benar adalah iblis menggoda manusia. Konsep ini tidak hanya ada di agama Katolik dan Kristen, tetapi juga dalam agama Islam dan Buddha.
Karena itulah mungkin saja manusia itu destruktif dan koruptif, tapi bukan berarti manusia berkodrat iblis.

Sedangkan mengenai akal sehat, bagi saya itu saja tidak cukup karena akal sehat tidak selalu benar setiap saat. Dalam kehidupan sehari-hari contohnya adalah jika kita menerima uang kembalian yang lebih, akal sehat akan mengatakan bahwa kita untung dan tidak perlu mengembalikan kelebihannya. Di saat seperti ini, yang akan berkata benar adalah hati nurani. Hati nurani akan menyuruh kita untuk mengembalikan kelebihannya. Karena itulah kita harus menggunakan akal sehat DAN hati nurani.

daniel daniarta mengatakan...

Manusia = leviathan = insting, manusia bukan setan. Hal-hal tersebut hanyalah insting dasar makhluk hidup untuk saling mendominasi dan bersaing dengan segala cara agar dirinya bisa survive.
Tetapi ada yang membedakan manusia dengan makhluk lain yakni watak dan hati nurani menurut saya dan rasio menurut Hobbes. Sehingga insting tersebut dapat diarahkan ke arah yang lebih baik sehingga menguntungkan banyak pihak. Saya kira sesimpel itu..

Unknown mengatakan...

saya sangat setuju bahwa rasio dapat membuat korupsi menjadi berkurang secara perlahan-lahan sehingga akhirnya musnah karena para koruptor akan menjadi sadar bahwa tindakan yang ia lakukan adalah salah dan tidak pantas untuk dilakukan. meskipun hal ini sangat sulit untuk dilakukan, tetapi kita dapat memulainya dari diri kita sendiri untuk selalu menggunakan akal sehat dalam bertindak dan baru setelah itu kita dapat mengajarkan hal ini kepada orang lain.

Yulius AJ XI-E/41

Fernando mengatakan...

Bernardinus Fernando Lili // XI6 - 01// CC'25

Menurut saya, teks ini menggali ke dalam aspek gelap dan terang dari kodrat manusia, mengingatkan kita betapa pentingnya akal sehat dalam memerangi sisi jahat kita. Pentingnya rasionalitas sungguh penting dalam berbagai kehidupan. Rasionalitas sangat penting untuk selalu dilakukan. Gaya Hobbes yang melihat manusia sebagai leviathan, atau sosok iblis, memang kasar tapi realistis. Idenya tentang menggunakan rasio sebagai tali penjinak yang bisa mengendalikan kecenderungan buruk kita itu menarik banget. Oleh karena itu, di dalam kodrat manusia itu jahat tetapi bisa sslalu ditimbang dengan rasionalitas. Saya setuju dengan artikel ini. Sekian dan terima kasih.