31 Oktober, 2008

Kehidupan Milik Siapa?



"... Kembar perempuan lahir di Manchester pada 8 Agustus 2008. Nama yang sebenarnya tidak diumumkan, tetapi oleh pengadilan Inggris untuk mudahnya diberi nama Mary dan Jodie. Dari segi medis, kondisi mereka sangat berat. Tulang pinggul mereka menempel dan tulang punggung beserta seluruh bagian bawah tubuh menyambung. Kaki-kaki ada pada tempatnya dalam posisi silang menyilang. Keadaan itu tampak pada gambar yang dikeluarkan oleh RS St. Mary's. Jantung dan paru-paru Mary tidak berfungsi, lagi pula otaknya tidak berkembang penuh. Jodie tampak dalam keadaan fisik yang normal, tertapi jantung dan paru-parunya mendapat beban berat, karena harus menyediakan darah beroksigen juga untuk saudaranya. Menurut para dokter keadaan ini hanya bisa berlangsung tiga sampai enam bulan. Kalau keadaan ini dibiarkan lebih lama, dua-duanya akan meninggal dunia.

Dengan demikian kasus kembar siam ini menimbulkan suatu dilema yang amat memilukan. Orang tuam, staf medis, dan semua pihak yang terlibat dalam kasus ini menghadapi suatu pilihan yang sangat sulit. Jika Mary dan Jodie tidak dipisahkan, mereka dua-duanya akan meninggal. Jika mereka dipisahkan melalui operasi, Mary pasti akan mati, karena ia tidak bisa bernafas sendiri, sedangkan Jodie mempunyai peluang baik untuk hidup dengan agak normal, walaupun dalam keadaan cacat dan harus menjalani banyak operasi lagi untuk sedikit demi sedikit membetulkan kondisi fisiknya.

Orang tua kedua bayi perempuan ini adalah pemeluk agama yang saleh. Mereka berpendapat, Mary dan Jodie sebaiknya tidak dipisahkan, karena cinta mereka untuk kedua anak ini sama besarnya. Mereka tidak bisa menerima jika, jika yang paling lemah harus dikorbankan kepada yang paling kuat. Karena itu mereka memilih menyerahkan seluruh masalah ini kepada kehendak Tuhan. Jika kedua bayi ini nanti meninggal merekak bersedia menerimanya sebagai rencana Tuhan. Staf medis di RS Mary's tidak setuju. Sesuai dengan naluri kedokteran yang umum, mereka beranggapan bahwa kehidupan yang mungkin tertolong, harus ditolong juga....
(K. Bertens, Sketsa-Sketsa Moral, 30 Esai tentang Masalah Aktual, Yogyakarta, Kanisius, 2004, hlm. 85-86)

95 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya lebih condong kepada perbuatan orang tua mereka. Sebab Mary dan Jodie harus diperlakukan dengan adil. Bila hanya yang kuat yang ditolong, itu akan menyebabkan ketidakadilan. Walaupun Jody bisa diselamatkan, Mary akan meninggal. Berarti Mary tidak bisa merasakan cinta kasih dari orang tua mereka karena Mary tidak diberikan kesempatan untuk hidup. Lain halnya bila keduanya tidak dipisahkan. Walaupun keduanya kemungkinan akan meninggal, orang tua mereka masih memberikan keduanya kesempatan untuk hidup. Berarti keduanya sempat merasakan cinta kasih dari orang tua mereka. Cinta kasih ini berasal dari Tuhan melalui orang tua mereka.

Jovian Jevon / XI-D / 22

alberthutama mengatakan...

Menurut saya, apa yang dilakukan orang tua pasti, sebaiknya, dan seharusnya benar. Banyak ungkapan bahwa anak merupakan titipan Tuhan kepada kita. Jika orang tua dari Mary dan Jody memutuskan untuk tetap untuk tidak memisahkan kedua tubuh mereka, mungkin itulah jalan yang terbaik. Orang tua mereka sudah siap untuk menanggung tanggapan-tanggapan baik halus maupun pedas atas kondisi anaknya yang kembar siam.
Jika orang tua dari Mary dan Jody memutuskan untuk menjalankan operasi pemisahan tubuh mereka, kemungkinan besar akan gagal karena organ tubuh di dalamnya harus juga dipisahkan. Tetapi, apa boleh buat jika meninggal. Orang tua sudah memberikan usaha untuk anak mereka.
Hidup ini milik individu dengan merasakan dukungan Tuhan melalui orang tua.

WaroengLordz mengatakan...

Hal ini sangat sulit dilakukan karena adanya beda pandangan antara pihak Rumah Sakit dan juga orang tua. Memang benar pihak Rumah Sakit lebih baik menyelamatkan salah satu anaknya daripada harus membunuh keduanya. Karena mereka berdua sudah berjuang untuk hidup, kita harus bertindak agar bisa menyelamatkan jiwa salah satu dari mereka. Menurut saya, jika keduanya dibiarkan mati, sungguh disesalkan dan kita seperti tidak menghargai hidup mereka...

Memang orang tua sulit untuk memutuskan karena mereka berdua menyayangi kedua anak mereka. Membuat keputusan untuk mengakhiri hidup salah satunya pasti akan membuat penyesalan karena tega membunuh anak sendiri...


Gradiyanto SI-D/ 18

candidate cxx- persevere mengatakan...

Hummh..sulit dimana seseorang harus memilih diantara kedua piihan yang paling berpengaruh...

Saya rasa saya akan memilih untuk menyelamatkan yang lebih kuat saja memang rasanya tidak adil..
Akan tetapi memang semua ada rencana Tuhan,

Justru tindakan untuk menyerahkan semuanya kepada Tuhan tanpa memilih adalah tindakan yang salah !!!
Apalagi kalau keduanya meninggal!

Apa yang akan terjadi pada orang tua mereka? menyesal? dan marah? , merasa dikhianati Tuhan? Menyalahkan semuanya kepada Tuhan?, atau apa?!

Benar-benar tindakan yang tidak bertanggung jawab!

Mungkin ada benar kalau saya mungkin hanya bisa berkata saja dan bila dibalikan ke situasi saya pasti saya akan bingung?

Tapi, semua adalah rencana Tuhan
mungkin juga hal tersebut adalah salah Orang tua Mereka, yang melakukan tindakan yang salah, atau mungkin semuannya kehendak Tuhan.

Ingat Saja bahwa tertulis di Kitab Suci bahwa semua ciptaan Tuhan adalah baik adanya...
Apapun yang terjadi kepada keduanya atau salah satunya adalah rencana Tuhan.
Disini bukan masalah adil atau tidak adil, disini lebih mempersoalkan kehidupan

Kita berbicara soal hidup manusia bukan Barang! yang semata-mata bisa dicari tindakan mana yang paling adil...

Terkadang pengorbanan itu perlu...

sekali lagi maaf kalau saya hanya bisa berkata saja di mulut saya, akan tetapi ini perasaan saya sesungguhnya....

panda mengatakan...

menurut saya, pandangan kedua belah pihak tidak dapat disalahkan. Orang tua "Mary" dan "jodie", sebagai pemeluk agama yang saleh merasa bahwa kejadian ini adalah suatu cobaan oleh Tuhan, dimana mereka dapat belajar dan memahami secara betul-betul arti hidup bagi seorang manusia, dan juga dari sudut pandang Tuhan. Seperti yang kita ketahui, kepercayaan seseorang dapat mempengaruhi kondisi fisik dirinya, maupun orang lain, para psikiater menyebutnya dengan istilah sugesti, oleh karena itu pilihan kedua orang tua mereka tidak dapat disalahkan. Namun, di lain pihak, para dokter justru memandangnya dalam segi manusiawi, dimana daripada 2 nyawa melayang, bukankah lebih baik mengorbankan salah satunya?

Daniel Christian mengatakan...

Hal ini merupakan salah satu contoh dilema, satu sisi benar, namun di sisi lain salah. Mary dan Jodie memang seharusnya diperlakukan dengan adil. Bila hanya yang kuat yang ditolong, itu akan menyebabkan ketidakadilan. Walaupun Jody bisa diselamatkan, Mary akan meninggal.
Namun, di luar itu, saya lebih setuju untuk menyelamatkan Jodie (yang lebih kuat). Saya percaya dan yakin, kalaupun Mary meninggal, itu merupakan rencana Tuhan dalam kehidupan keluarga tersebut. Jangan bicara ketidakadilan, melainkan bicara mengenai apa yang dapat kita lakukan selam kita hidup. Tuhan sudah memiliki rencana dalam kehidupan Jodie, keluarganya, bahkan kita semua. Hanya bagaimana kita menjalaninya.

Daniel Christian
XI D/09

Unknown mengatakan...

Kalau saya menjadi orangtua Mary dan Jodie, saya akan berdoa pada Tuhan untuk menemukan jalan yang terbaik. Dalam situasi dilema seperti ini, Tuhan pasti memberikan jalan yang terbaik, yang mungkin tak terpikirkan sebelumnya. Ada saat di mana kita harus meminta solusi kepada Tuhan, sementara kita melakukan yang terbaik yang kita bisa. Apapun yang terjadi nantinya, Tuhan pasti mempunyai rencana di balik itu semua.

Aditya Kristanto
XI-A/1

numb_uh_2 mengatakan...

Saya lebih kepada keputusan tim medis dan para dokter. Memang keputusan ke-2 orang tua Mary dan Jodie adalah atas dasar kasih sayang dan iman mereka kepada tuhan. Dan benar juga bahwa untuk menyelamatkan Jodie, maka Mary harus direlakan , menurut sebagian besar orang tindakan membiarkan Mary meninggal adalah tindakan yang kejam dan dapat dimasukkan ke dalam kategori dosa besar, tetapi bila membiarkan ke-2nya meninggal tanpa melakukan apapun kecuali berdoa bukankah lebih parah. Dalam situasi ini Berdoa pada tuhan memang pasti dilakukan semua orang, tetapi tanpa melakukan apapun, maka menurut saya Tuhan pun tidak bisa menolong banyak.
TIdak harus segera sebuah keputusan diambil orang tua dari Jodie dan Mary masih memiliki waktu sekitar 3 bulan. Saat itu harus dipergunakan dengan baik untuk mencari jalan lain atau memikirkan dengan baik keputusan yang akan di ambil.

Daniel Andhika Putra Subeng
XID/08

Febrian mengatakan...

Pilihan antara membiarkan seorang bayi hidup atau kedua-duanya mati adalah pilihan yang harus diambil oleh kedua orang tua Mary dan Jodie.

Adalah benar bahwa keadilan dan tidak menganakemaskan salah seorang dari anak-anak mereka adalah sebuah prinsip yang sangat luhur dan berasakan pada keadilan dan kasih sayang.

Akan tetapi, bila salah satu dari mereka memiliki kemungkinan untuk hidup dengan cara dipisahkan dari saudarinya, akan lebih baik bila Jodie dibiarkan hidup dengan pemahaman bahwa dia hidup bukan hanya mewakili dirinya sendiri akan tetapi mewakili saudarinya, Mary, yang telah 'mengorbankan diri' demi Jodie untuk hidup. Hal tersebut akan menginspirasi dan memotivasi Jodie untuk menjalani hidupnya dengan baik.

Adalah benar bila persamaan dan tak ada pembedaan adalah hal yang sangat baik, akan tetapi, hak hidup adalah hal yang juga harus dijunjung tinggi dan akan menginspirasi banyak orang untuk menghargai hidup.

Oleh karena itu, akan lebih baik bila kedua bayi dipisahkan agar yang bertahan hidup dapat memberikan kontribusi kepada dunia.

Febrian Sidharta XI C/18

Ricky Kristanda mengatakan...

Berita yang dimuat dalam artikel di atas merupakan berita mengenai kasus yang cukup mengesan dan merupakan kasus yang cukup sulit untuk dipecahkan. Tetapi saya yakin dan percaya bahwa hal tersebut tidak terlepas dari hal-hal yang Tuhan rancangkan dalam hidup kita,umatNya. Ini merupakan cobaan yang diberikan Tuhan untuk menguatkan iman dari kedua orang tua bayi tersebut. Pasti ada hal-hal besar yang ingin Tuhan lakukan melalui kasus ini untuk menyatakan kebesaranNya.

Suatu pilihan yang sulit untuk memilih apaka menyelamatkan salah satu ataukah membiarkan keduanya tetap hidup hingga pada akhirnya keduanya akan meninggal. Kasih orang tua kepada kedua bayi ini sama besarnya. Tetapi menurut saya,alangkah baiknya apabila bayi ini dipisahkan karena apabila kedua bayi ini Tuhan ijinkan untuk hidup,mereka akan tetap bersatu hingga dewasa nanti. Ketika bayi itu dipisahkan melalui proses operasi,kita akan melihat campur tangan Tuhan yang menyelamatkan kedua bayi ini atau mungkin salah satu. Apabila Tuhan turut bekerja dalam operasi itu,tentu tidak ada yang mustahil. Kalaupun hanya satu bayi yang selamat,kita akan melihat suatu karya Tuhan yang sungguh ajaib dalam kehidupan salah satu bayi tersebut.

Tetapi sebaliknya apabila dibiarkan tetap satu hingga keduanya meninggal,itu berarti kita telah “menutup kesempatan” bagi Tuhan untuk menyatakan keagungan dan kebesaranNya melalui kehidupan bayi ini. Ini berarti kita telah membiarkan 2 orang bayi meninggal. Kita telah menghilangkan hak 2 orang bayi untuk merasakan dan menikmati kasih setia Tuhan dalam hidupnya. Kita harus menyerahkan segala upaya-upaya yang dilakukan ke dalam tangan Tuhan. Biarlah kehendak Tuhan saja yang terjadi karena apa yang menjadi rancangan Tuhan pastilah sesuatu yang mendatangkan sukacita dan damai sejahtera dan bukan suatu rancangan yang mendatangkan malapetaka (Yeremia 29 : 11).

Apa yang kau alami kini,mungkin takdapat engkau mengerti
Cobaan yang engkau alami,tak melebihi kekuatanmu
Tuhanku tak akan memberi ular beracun pada yang minta roti
Satu hal yang engkau alami,indah sempurna yang Tuhan beri
Tangan Tuhan sedang merenda suatu karya agung mulia
Saatnya kan tiba nanti kau lihat pelangi kasihNya.


By : Ricky Kristanda Suwignjo (XI D / 33)

kiel mengatakan...

Peristiwa ini sangat sulit untuk dicari penyelesainya karena merupakan dilema besar bagi piha orangtua dan rumah sakit. Mary dan Jodie memang seharusnya diperlakukan dengan adil. Tetapi itu akan membuat keduanya akan mati. Tetapi dokter hanyalah manusia biasa. Mungin Tuhan memilih rencana lain di balik semuanya. Menurut saya jalan terbaik adalah meminta karunia Tuhan dan meminta jawaban dari Tuhan karena Tuhan pasti membuka jalan bagi hambaNya. Kita harus menyerahkan segala upaya-upaya yang dilakukan ke dalam tangan Tuhan. Biarlah kehendak Tuhan saja yang terjadi.

Yehezkiel Nathanael
XID / 39

Ry0_W4t4n4b3 mengatakan...

menurut saya, untuk memperoleh sesuatu, harus ada pengorbanan. Kalau mau Jodie selamat, Mary harus berkorban atau dua-duanya meninggal. Ini berarti Mary harus mengorbankan hidupnya untuk Jodie. Menurut saya, mengorbankan Mary adalah pilihan yang terbaik; tetapi orangtua mereka berpikir bahwa nasib mereka adalah mati karena kasihan memisahkan mereka. Pendapat setiap orang ada benarnya juga; tidak dapat disalahkan. Mereka berpikir bahwa hidup anak mereka adalah milik Allah dan terjadilah pada mereka menurut kehendak-Nya. Tetapi, pendapat saya adalah lebih baik salah satu berkorban untuk keselamatan yang lain; seperti Yesus yang mengorbankan diriNya di kayu salib demi umat manusia.

Marvin
XIC/26

Unknown mengatakan...

Saya lebih setuju kepada dokter daripada orang tua dari Mary dan Jodie. Alasannya karena dengan melakukan operasi salah satu dari anak itu dapat bertahan hidup. Dibandingkan dengan membiarkannya begitu saja dan lama kelamaan keduanya akan meninggal juga. Lebih baik mengorbankan satu nyawa dibandingkan mengorbankan dua nyawa meskipun hal ini merupakan keputusan yang sulit untuk orang tua Mary dan Jodie.

Selagi ada kesempatan untuk menolong nyawa seseorang lebih baik hal itu dilakukan daripada disia-siakan begitu saja. Tuhan masih memberikan kesempatan kepada Jodie untuk hidup. Sebaiknya operasi itu dilakukan agar kedua nyawa tidak melayang begitu saja.

James Hidayat
XI-E / 24

Unknown mengatakan...

Kasus ini sangat sulit, bahkan bagi pembaca seperti saya. Saya bertanya-tanya betapa beratnya beban yang dialami pihak keluarga dan rumah sakit. Pastilah begitu besar.
Kalau keadaan begini, apa yang harus dilakukan? Hal pertama tentu meminta bimbingan Tuhan. Saya yakin jalan Tuhan adalah yang terbaik. Pertanyaannya adalah kita harus mengambil keputusan. Dunia ini tidak selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita harus dapat menatap jauh ke depan. Bukan hanya aspek hati nurani saja, tetapi dari aspek rasionalitas pula.
Saya pribadi lebih condong pada arah keputusan dokter. Sebagaimana kita tahu, kesempatan hidup Mary sangat rendah. Memang tidak tega juga, tetapi apa mau dikata, kita harus menyelamatkan salah satu diantara mereka. Dua memang lebih baik darpiada satu tetapi satu masih lebih baik dibandingkan tidak ada sama sekali. Kita harus dapat meninjau sudut pandang Jodie. Karena itu, sebaiknya mereka berdua dipisahkan karena selain dari hati nurani kita harus mengutamakan nyawa yang lebih banyak seperti Yesus mati di kayu salib, secara rasionalitas tentu lebih rasional untuk menyelamatkan Jodie dibandingkan diam dan menunggu. Semoga persoalan ini dapat diselesaikan sebaik-baiknya oleh pihak yang terlibat secara langsung.

Dhani P
XIC/13

HEHEHEHE mengatakan...

Menurut saya, orang tua Mary dan Jodie harus banyak berdoa dan mohon bimbingan dari Tuhan. Mereka harus mendekatkan diri kepada Tuhan agar diberikan jalan yang terbaik. Namun menurut saya memang sebaiknya mereka melakukan suatu usaha, yaitu dengan memilih operasi memisahkan kedua anak mereka. Karena manusia hanya bisa berusaha, dan selanjutnya kita hanya bisa berserah diri kepada Tuhan.

HEHEHEHE mengatakan...

Menurut saya, orang tua Mary dan Jodie harus banyak berdoa dan mohon bimbingan dari Tuhan. Mereka harus mendekatkan diri kepada Tuhan agar diberikan jalan yang terbaik. Namun menurut saya memang sebaiknya mereka melakukan suatu usaha, yaitu dengan memilih operasi memisahkan kedua anak mereka. Karena manusia hanya bisa berusaha, dan selanjutnya kita hanya bisa berserah diri kepada Tuhan.

Fransiskus Kevin Prasetya XI D / 16

Jason Hamdani mengatakan...

Bagi saya perbuatan orang tua Mary dan Jodie adalah suatu hal yang benar. Membuat salah seorang dari kedua bersaudara itu mati secara sengaja adalah ketidak adilan.

Tentunya keputusan kedua orang tua itu tidak secara spontan mereka keluarkan. Pasti mereka telah lebih dahulu berpikir bersama mencari jalan keluar, karena merekalah orang yang paling menyayangi kedua bayi itu. Maka dari itu, menurut saya keputusan mereka bisa telah melalui pemikiran yang keras dan ulet, jadi sudah dipersiapkan baik - baik.

Selain itu, Mary dan Jodie adalah karya Tuhan yang lain. Tuhan telah menciptakan kehidupan mereka seperti itu. Biarlah manusia yang menjalaninya tanpa mengubah - ubahnya. Kehidupan datang dari Tuhan, bukan dari manusia. Bahwa kenyataan yang terjadi harus dapat diterima, merupakan cobaan bagi kedua orang tua mereka.

Jika kita percaya sepenuhnya pada Tuhan tidaklah mustahil nantinya terjadi keajaiban, yang tidak dapat diperkirakan tim medis, pada kedua bayi tersebut.

Jason Hamdani / 22 / XI-C

Le0nard mengatakan...

Setelah membaca artikel tersebut, saya lebih sependapat dengan keputusan orang tua mereka. Karena, apabila dilakukan operasi maka sudah dapat dipastikan salah satu meninggal. Tetapi apabila dibiarkan, kematian belum dapat dipastikan (hanya "akan"/prediksi dokter).

"Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Lukas 1:37)

LEONARD
XI-D/25

steve edpin mengatakan...

Kehidupan dasarnya berdasarkan atas ijin Tuhan, jikalau Dia mengkehendaki manusia/makhluk tersebut dapat hidup, maka makhluk hiduplah manusia tersebut. Tetapi, jikalau sudah digariskan cukup sampai disini, maka matilah makhluk tersebut.

Memang sedih sekali apa yang dialami orang tua Mary dan Jodie. Saya yakin, mereka pasti mengasihi kedua anak mereka, dan tidak ingin sebetulnya jikalau harus memilih, yang mana yang harus mereka korbankan, karena bagaimanapun, Mary dan Jodie adalah anak kandung mereka berdua.

Menurut saya, mungkin memang sebaiknya, salah satu dari mereka harus dikorbankan. Jikalau Jodie diharapkan mampu lebih dapat bertahan hidup daripada Mary, mengapa tidak? Daripada apabila mereka tidak dipisahkan, otomatis kesempatan hidup untuk mereka berdua makin terancam.

Apabila salah satu dikorbankan untuk hidup yang lain, memang berat bagi semua orang yang mengasihi dan menyayanginya. Tetapi, seharusnya, sebagai umat Kristiani yang taat dan saleh, kitapun pasti akan mengerti, bahwa pengorbanan Mary tidaklah sia-sia.

Dan satu yang harus kita ingat, bahwa Tuhan tidak akan mencobai umatNya, melebihi dari kekuatan kita, dan harus kita percaya bahwa, rancanganNya dalam hidup kita ialah yang terbaik.


Steve Edpin. XIA / 19.

Kevin Dana mengatakan...

Menurut saya tujuan dari kehidupan itu sendiri adalah untuk mencapai kebahagiaan.

Yang mau saya katakan adalah,oragtua dari Mary dan Jodie telah merenggut sekian kemungkinan dari kemungkinan-kemungkinan yang ada bagi keduanya sekaligus untuk dapat bertahan hidup.

Bayangkan saja perbuatan menyerahkan diri sepenuhnya pada Tuhan anak2nya yang dilakukan mereka,hal itu adalah sebuah pembunuhan yang dilakukan secara perlahan-lahan.Hal tersebut akan membuat orangtua dan anak-anaknya sendiri untuk menderita dengan amat sangat sebelum kedua anak tersebut (Mary dan Jodie) dapat beristirahat dengan tenang.

Bagi saya jalan terbaik daripada euthanasia yang dilakukan secara perlahan-lahan ini amsih tetap dengan membiarakan salah satunya saja untuk hidup.Sebab dengan demikian tindakan ini akan membebaskan keduanya dari penderitaan (satu : mati dan satunya lagi : bertahan hidup.Apapun itu,mati dan bertahan hidup,yang penting terbebas dari keadaaan mereka yang sekarang.
Sekian jawaban saya.

"Ecce terra coram te est recede a me obsecro"

Kevin Dana
XI A / 15

Evan'S mengatakan...

Secara medis memang benar. Kehidupan sekecil apa pun akan diusahakan sehingga memperoleh nilai kehidupan yang maksimal. Dalam konteks dua kembar siam ini, nilai kehidupan maksimalnya adalah dengan memisahkan keduanya, sehingga salah satu anak akan hidup penuh dan normal. Itu nilai penuh. Seandainya dibiarkan, kedua bayi tentu akan mati, dan tidak ada nilai penuh. Bahkan kosong sama sekali.

Namun, dalam konteks pembicaraan antropologis, mengenai hidup dan mati, kita tidak cuma berbicara mengenai nilai di atas. Ada nilai-nilai spiritual juga yang berperan dalam unsur kehidupan manusia. Kita tak bisa membuang bayi kedua begitu saja sebagai jasad yang disamakan dengan sampah yang tak berguna. Tentu saja bukan mereka yang minta untuk dijadikan seperti itu oleh Tuhan bukan? Jika mereka diizinkan meminta dari awal, apakah mereka akan meminta dilahirkan dalam keadaan seperti itu? Tentu tidak.

Di samping itu semua, tidak seiring dengan medis, kasih cinta mengalir melalui mereka. Tanpa kita sadari, mereka telah menjadi suatu dian, dimana orang-orang akan mencintai mereka dengan tulus, mengajari orangtua mereka bersabar dan bersyukur pada Tuhan, bahkan, mereka belajar untuk saling mencintai.

Jadi, apa pun yang terjadi, ada baiknya sejenak kita tidak memikirkan hal-hal duniawi, tetapi mulailah berpikir dengan hal-hal yang menuju kemuliaan Tuhan (AMDG). Ingat, usaha kita tidak ada pa-apanya dengn kuasaNya.

:: Evan W. Tanotogono (XI-B/20) ::

Leo Nugraha mengatakan...

Leo Nugraha XIB 29

Menurut pendapat saya, saya lebih memilih tindakan yang diputuskan oleh orang tua mereka. Mereka telah benar untuk mengambil keputusan supaya tidak memisahkan mereka berdua, karena bila dilihat dari segi fisik, pasti akan ada salah satu yang akan dikorbankan, dan ini tentu akan sangat merugikan salah satu pihak. Keua orang tua mereka (Mary dan Jodie) juga tidak mau mengorbankan salah satu dari mereka karena mereka tahu, Tuhan lah yang menentukan takdir hidup mereka. Tuhan yang akan menentukan alasan mereka dilahirkan demikian, walaupun sekarang kita tak tahu tentang apa yang akan terjadi pada mereka nantinya. Karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk tidak mengambil keputusan yang gegabah dan tergesa - gesa, terlebih bila menyangkut nyawa manusia. Kedua orang tua Mary dan Jodie memilih untuk tidak memisahkan mereka karena selain beresiko mengorbankan satu dari mereka, tak menutup kemungkinan pula hal itu malah akan mengorbankan mereka berdua. Kalau hal ini sampai terjadi, penyesalan yang akan terjadi.

cafa mengatakan...

Keadaan yang diderita oleh Mary dan Jodie mengetuk pintu hati kita, karena dari keadaan mereka, kita diajarkan untuk saling menopang, dan saling membantu walau apapun keadaannya.
Saya sangat terharu dengan ke-2 orang tua Mary dan Jodie, yang telah memasrahkan, dan berserah kepada Tuhan tentang keadaan anak mereka. Apapun yang terjadi itu lah Kehendak Tuhan. Manusia dapat merencanakan tetapi Tuhan lah yang menentukan. Jikalau dokter memutuskan untuk sebisa mungkin mengobati mereka berdua atau salah satunya, tetapi Tuhanlah yang menetukan/berkehendak apakah pengobatan itu sesuai dengan yang Ia inginkan.
Rizky – 11A-17

Unknown mengatakan...

yang dilakukan oleh kedua orang tua itu lah sangatlah bijaksana dan patut dicontoh. mereka sadar bahwa apabila mereka memutuskan untuk memisahkan kedua bayi tersebut, mereka lah sendiri yang akan merasakan kehilangan yang mendalam karena salah satu anaknya meninggal. tetapi mereka harus tetap terus optimis pada kondisi kedua anaknya itu dan janganlah menyerah pada keadaan.

Yulius AJ XI-E/41

Unknown mengatakan...

Saya kurang setuju dengan keputusan yang dibuat oleh orang tua Mary dan Jodie.

Adalah benarnya bila mempunyai keinginan untuk memperlakukkan adil kedua buah hatinya, dan menjalanjankan perintah agama.

Namun menurut saya, Tuhan punya kuasa, sedangkan manusia berusaha

Jika ia hanya mempasrahkan diri , sama saja dengan membiarkan kedua anaknya mati, sama saja halnya dengan ia membunuh anaknya pelan-pelan,dan hidup dalam penderitaan dan tanpa kebahagiaan.

Jika ia memang ingin menyerahkan pada Kuasa Tuhan, benarlah mereka melakukkan operasi dan berharap kuasa Tuhan agar keduanya dapat terselamatkan, setidaknya ada salah satu diantara mereka yang mampu hidup demi berbuat kebaikan dan melakukkan tindakan yang lebih memuliakan nama Tuhan.


Antonius Richard/xie/5

Unknown mengatakan...

saya setuju dengan apa yang dilakukan oleh orang tua Jodie dan Mary. karena hak hidup untuk semua orang adalah sama sehingga apabila kedua bayi itu dipisahkan dan yang lebih kuat bisa diselamtkan namun yang lemah akan meninggal,hal tersebut merupakan tindakan yang tidak adil untuk dilakukan.
Dan apabila mereka dibiarkan begitu meskipun nantinya mungkin mereka akan merasa minder tetapi setidaknya mereka berdua telah bisa merasakan cinta kasih dan rasa kehidupan sehingga terjadi suatu keadilan.
dan menurut kebanyakan wacana yang saya baca mengenai bayi kembar dempet,kemungkinan untuk hidup lebih besar apabila tidak dipisahkan apabila dibandingkan dengan kedua bayi tersebut dipisahkan.

Benny H/XIE/9

Unknown mengatakan...

Sudah banyak kasus kembar siam di dunia.
Menurut saya permasalahan yang ditimbulkan dalam operasi pemisahan kembar ini adalah masalah pandangan hidup dari pihak terkait.

Keadilan dan ketidakadilan yang diperbincangkan adalah relatif. Suatu keadilan hanya bisa dinilai dari individu tersebut, tetapi karena bayi ini tidak bisa memberikan pandangannya oleh karena itu orang tua mereka yang memberi solusi permasalahan ini.

Pandangan orang tua Mary dan Jodie dipengaruhi oleh keagamaan oleh karena itu condong untuk tidak mengorbankan salah satunya sebagai bentuk keadilan. Tetapi bagi dunia kedokteran keadilan adalah mencoba menyelamatkan kehidupan Jodie yang lebih kuat.

Bagi saya kedua pendapat ini tidak bisa disalahkan. Dan dalam kasus ini dipisahkan ataupun tidak dipisahkan, kemungkinan hidup mereka kecil. Walaupun Jodie masih bisa diselamatkan dengan canggihnya teknologi sekarang.

Menurut saya agama tidak bisa menjadi sandaran hidup tetapi menjadi pengarah hidup kita menjadi lebih baik. Oleh karena itu saya kurang setuju dengan orang tua mereka yang menyerahkan kepada Tuhan.
Tetapi saya setuju untuk tidak memisahkan mereka, karena menurut saya hal negatif yang ditimbulkan dari pemisahan ini lebih banyak daripada hal positifnya...

Jadi, untuk menjawab judul posting ini ("Kehidupan Milik Siapa?") tergantung dari pandangan hidup karena manusia bebas menentukan jalan hidupnya masing-masing...


Marcellus Catur Bhaskara (XI-F/ 31)

Fransiskus Raymond mengatakan...

Kehidupan adalah milik kita. Kita lah yang memilih untuk hidup, sebab kita telah dilahirkan dengan takdir yang diberikan oleh Tuhan.

Dengan kondisi yang dilematis, jika harus memilih, kita harus mengambil salah satu. "Hidup adalah pilihan. Demikian reaksinya, "Pilihan adalah hidup." Kasih adalah salah satu pilihan, namun kalau kasih tidak bisa membawa hidup, maka kasih itu bukanlah kasih yang sebenarnya.

Fransiskus Raymond
XIE/20

Yohanes Wirawan Putranto mengatakan...

Kehidupan adalah milik Tuhan..
Sungguh agung lah keputusan yang diambil pasangan itu.
Hal yang akan terjadi biarkanlah terjadi, sebab Tuhan memiliki tujuannya sendiri dan semua akan indah pada waktunya..

Yohanes Wirawan Putranto
XI C/40

Unknown mengatakan...

Karena keputusan sudah dibuat oleh orang tuanya. Saya hanya dapat berdoa agar Tuhan memberikan kehidupan yang indah kepada Mary dan Jodie.

Namun apabila kondisi semakin kritis, saya hanya dapat berharap Orang tua mau memilih untuk menyelamatkan Jodie.

Saya sendiri akan memilih untuk memisahkannya karena saya akan menyelamatkan nyawa Jody. Bila dibiarkan mungkin keduanya akan semakin parah dan ini malah membiarkan mereka berdua menderita.

endii mengatakan...

Apapun keputusan orang tua Mary dan Jodie tidak bisa kita cela karena mereka pasti juga berat dalam mengambil keputusan tersebut.

Tapi menurut saya, Tuhan memberikan kesempatan kepada Jodie untuk dapat hidup meskipun harus mengorbankan saudaranya, Mary. Kesempatan hidup yang diberikan itu sebaiknya tidak disia-siakan karena rasanya tidak adil juga apabila Jodie harus senasib dengan Mary. Jodie terpaksa untuk tidak bisa tumbuh dan berkembang karena keadaan saudaranya.
Bagaimanapun juga, menurut saya, lebih baik menyelamatkan Jodie daripada harus mengorbankan dua-duanya, karena bagaimanapun juga keputusan yang diambil tetap tidak akan adil, dan menurut saya lebih baik mengorbankan satu nyawa daripada harus mengorbankan keduanya.

Benedict Osvaldo mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Benedict Osvaldo mengatakan...

Setelah membaca dan memperhatikan lagi dengan betul, saya lebih condong ke arah keputusan rumah sakit. Karena, dari yang saya pelajari, moral kristiani mendukung dan menjunjung tinggi kehidupan. Menurut saya, jika Mary dan Jodie ditinggalkan saja mati berdua dengan alasan tidak mau mengorbankan nyawa yang lebih lemah, saya malah berpikir kalau mengikuti keputusan rumah sakit, dan memisahkan kedua bayi itu, mereka dapat menyelamatkan salah satunya, yang berarti mereka telah memperjuangkan kehidupan, bukan hanya meninggalkan kepada keputusan Tuhan. Karena jika ditinggalkan saja, kedua bayi tersebut akan mati. Walau memang terdengar tidak etis, saya rasa hidup Jodie harus dipertahankan dengan memisahkan badannya dari Mary, sehingga Jodie hidupnya tetap dapat berlanjut.

Benedict Osvaldo K. XI-A5/09

kevas xia5/23 mengatakan...

Kevas XIA5/23
menurut saya tindakan yang benar dilakukan adalah untuk mengorbankan mary agar jodie dapat tetap hidup karena menurut saya pada akhirnya kita harus berusaha untuk menyelamatkan sebanyak mungkin hidup. jika pada dua pilihan tersebut yaitu untuk tidak memisahkan jodie atau memisahkan jodie, jodie sama saja tetap tidak dapat diselamatkan memurut saya bahwa itu memanglah kehendak tuhan dan tindakan yang benar memang untuk memisahkan jodie karena dapat menyelamatkan nyawa mary yang masih memiliki kesempatan untuk hidup

Bryan.T mengatakan...

Memang dalam kasus seperti ini, keputusan yang harus diambil sangatlah berat. Di satu sisi, apabila Mary Dan Jodie tidak dipisahkan, kemungkinan besar mereka berdua bisa berkahir dengan tragis. Di sisi yang lain, apabila mereka di pieahkan, pasti Salah satu diantara mereka Ada yang harus berkorban(Jodie). Walaupun dengan begitu Mary kemungkinan besar akan bisa hidup dengan normal, Kita harus bisa mempersatukan Dari sisi gereja, apabila Kita memilih untuk mengorbankan satu demi yang lain berarti kita sudah melanggar aspek keadilan.

Memang sulit untuk membuat keputusan, namun dalam kasus ini menurut Saya demi kebaikan keluarga mereka, mereka harus mengorbankan Salah satunya Karena apabila tidak mengorbankan satu, ujung-ujungnya mereka akan mati berdua. Walaupun tidak Adil namun lebih baik mengorbankan satu untuk yang lain daripada mati dua-duanya.

Bryan Tjandra
XIA5/11

Vincent XIA5 28 mengatakan...

Jika saya berada di posisi orangtua mereka, saya setuju dengan apa yang dilakukan orangtua mereka. Sesungguhnya yang berkehendak hidup atau mati hanyalah Tuhan yang Maha Esa. Kita tidak akan pernah tau rencana apa yang terbaik dari Tuhan yang telah ia rencakan untuk kita manusia. Apa yang akan terjadi selanjutnya kepada kedua buah hati tersebut pun hanya Tuhan yang mengetahuinya.

Tanggapan saya mengenai tim medisnya adalah dunia kedokteran seharusnya hanya mendukung dan membantu para pasien bukan untuk bertentangan dengan apa yang dikehendaki pasien dan dalam kasus ini yang bertanggungjawab atas anak itu adalah sepenuhnya orangtua putri tersebut.

Jika menyinggung mengenai kasus pembunuhan, justru ketika kita harus memilih salah satu diantara mereka menjadi suatu ketidakadilan bagi yang dikorbankan, dan secara tidak langsung kita menjadi pembunuh yang berencana, dan kita telah mengambil hak hidup seseorang. Sehingga, kita hanya perlu menjaga dan merawat apa yang Tuhan berikan sebaik-baiknya tanpa harus mengambil hak hidup salah satu dari mereka dan Tuhan telah merencanakan yang terbaik bagi umat manusia.

Vincent Winarta XIA5 28

Unknown mengatakan...

Menurut saya yang harus dilakukan adalah pemisahan kedua bayi tersebut. Karena jika mereka berdua tidak dipisahkan, mereka akan menderita dan mereka berdua harus meninggal. Menurut saya lebih baik menyelamatkan 1 bayi yang sudah pasti selamat daripada berusaha menyelamatkan kedua bati yang berisiko meninggal. Memang keputusan ini cukup berat namun di realitanya menurut saya lebih baik menyelamatkan bayi yang sudah pasti saja. Meskipun begitu keputusan ada di tangan mereka dan saya tidak punya hak untuk memaksakan pendapat saya. Saya juga berpendapat mereka harus menentukan keputusan terbaik untuk menentukan nasib bayi mereka.
Michael Vincent PLT XIA5/26

Daven Darmawan Sendjaya mengatakan...

Pada kasus ini bayi kembar siam ini akan dipisahkan namun tindakan ini tidak langsung akan mengancam nyawa bayi lainnya. Hal ini disebabkan oleh organ bayi yang tidak sempurna sehingga masih bergabung satu dan yang lainnya.

Prinsip Moral Kristiani mengajarkan bahwa kita harus senantiasa mendukung kehidupan bagaimanapun caranya karena kehidupan tersebut adalah titipan Allah dan kita pun tidak boleh mencabut pemberian Allah kepada dunia.

Saya merasa akan lebih baik bila bayi kembar siam ini tidak dipisahkan dari saudara kembarnya, meskipun kata dokter harapan hidup mereka sangat kecil. Hal ini akan lebih adil mengingat kedua bayi akan mendapat rasa adil yang sama.

Terkait dengan proses pemisahan bayi, mengingat organ vital dari bayi yang harus dipisahkan, saya rasa risiko gagal sangat mungkin terjadi karena kedokteran pun tidak dapat menjamin bahwa operasi pemisahan ini dapat berjalan lancar seperti yang diharapkan. Bisa juga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan sang bayi yang dipisahkan, misalnya kebocoran jantung atau pembuluh darah akibat operasi yang tidak sempurna dan hanya akan berujung penderitaan kepada sang bayi.

Bila memang nyawa sang bayi tidak tertolong di masa mendatang, setidaknya bayi tersebut meninggal secara wajar (tanpa unsur kematian yang disengaja) dan kematian ini merupakan kuasa Allah dan sebagai orang tua harus dapat menerimanya.

Daven Darmawan Sendjaya XI-A5/13

WWEBlogger mengatakan...

Menurut saya keputusan dari orang tua Jodie dan Mary juga tidak dapat digugat karena merekalah yang berhak atas hukum untuk menentukan keputusan tersebut.
Nasib Jodie yang harus menemani saudaranya menuju kematian merupakan hal yang salah.Jodie juga memiliki hak untuk hidup, opini dari dokter yang menyatakan bahwa jika mereka dipisahkan maka Mary pasti akan mati sedangkan Jodie masih memiliki kesempatan untuk hidup meski cacat sedikit.
Orang tua kedua anak tersebut harusnya punya kesadaran seperti ini, tetapi mereka terlalu sayang dengan kedua anak mereka.
Pada kondisi ini, menurut saya harusnya Jodie dipisahkan dari saudaranya.Tuhan telah memberikan kesempatan kedua bagi orang tuanya dan Jodie untuk hidup meski harus mengorbankan saudaranya Mary.Kesempatan ini harus dimanfaatkan sepenuhnya dengan mengambil kesempatan untuk menghargai hidup ini.

DUSTIN XIA5 15

Manu mengatakan...

Setelah saya baca lagi kasusnya, ternyata orangtua Mary dan Jodie memutuskan untuk memisah bayinya. Ternyata benar. Jodie bisa diselamatkan dan akhirnya melanjutkan hidup sedangkan kembarannya Mary meninggal. Saya sangat menghargai keputusan orangtua karena membuat keputusan seperti itu tidaklah mudah. Keputusan orangtua dari bayi kembar tersebut menurut saya adalah keputusan yang paling tepat karena kita harus memperjuangkan kehidupan yang telah diberikan oleh Tuhan daripada hanya berpasrah kepada kehendak Tuhan dan tidak berusaha sama sekali.

Unknown mengatakan...

Setelah mencermati alasan dari kedua belah pihak (pihak rumah sakit dan orang tua dari Jodie dan Mary) dalam memutuskan pilihan mereka, saya lebih setuju dengan pilihan pihak rumah sakit.
Hidup merupakan anugerah dari Tuhan, maka kita harus berusaha sebaik mungkin untuk mempertahankan hidup. Mary dan Jodie kedua-duanya memiliki hak untuk hidup, namun jika situasi mereka dibiarkan, keduanya akan kehilangan nyawa mereka.
Daripada membiarkan keduanya meninggal, seharusnya nyawa salah satu diselamatkan sebab nyawa manusia sangat berharga.
Farrell Samadhana XIA5/18

Daven Darmawan Sendjaya mengatakan...

Pada kasus ini bayi kembar siam ini akan dipisahkan namun tindakan ini tidak langsung akan mengancam nyawa bayi lainnya. Hal ini disebabkan oleh organ bayi yang tidak sempurna sehingga masih bergabung satu dan yang lainnya.

Prinsip Moral Kristiani mengajarkan bahwa kita harus senantiasa mendukung kehidupan bagaimanapun caranya karena kehidupan tersebut adalah titipan Allah dan kita pun tidak boleh mencabut pemberian Allah kepada dunia.

Saya merasa akan lebih baik bila bayi kembar siam ini tidak dipisahkan dari saudara kembarnya, meskipun kata dokter harapan hidup mereka sangat kecil. Hal ini akan lebih adil mengingat kedua bayi akan mendapat rasa adil yang sama.

Terkait dengan proses pemisahan bayi, mengingat organ vital dari bayi yang harus dipisahkan, saya rasa risiko gagal sangat mungkin terjadi karena kedokteran pun tidak dapat menjamin bahwa operasi pemisahan ini dapat berjalan lancar seperti yang diharapkan. Bisa juga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan sang bayi yang dipisahkan, misalnya kebocoran jantung atau pembuluh darah akibat operasi yang tidak sempurna dan hanya akan berujung penderitaan kepada sang bayi.

Bila memang nyawa sang bayi tidak tertolong di masa mendatang, setidaknya bayi tersebut meninggal secara wajar (tanpa unsur kematian yang disengaja) dan kematian ini merupakan kuasa Allah dan sebagai orang tua harus dapat menerimanya.

Daven Darmawan Sendjaya XI-A5/13

Raditya Arkananta mengatakan...

Menurut saya, dalam kasus ini, memang agak rumit untuk dipikir secara logika karena pilihan yang ada itu sama-sama merugikan. Si Mary yang hidupnya bergantung dengan Jodie karena hanya paru-paru dan jantungnya yang hidup, harus di pisahkan. Kalau tidak, mereka berdua akan mati, tetapi di sisi lain mereka harus dipisahkan. Logika berkata bahwa logis untuk memisahkan mereka berdua. Lebih baik kehilangan 1 daripada kehilangan 2. Juga, Jodie akan tetap bisa hidup normal meskipun harus ada sedikit kecacatan. Tapi menurut ajaran agama, seharusnya biarkan Tuhan yang berkehendak. Hal ini sudah diputuskan oleh orang tuanya untuk membiarkan Tuhan berkehendak. Tapi naluri dokter berpikir untuk tetap memisahkan mereka berdua karena Jodie memiliki peluang hidup yang jauh lebih baik

Stanislaus Raditya A.P. 11S1/23

Alip mengatakan...

Menurut pendapat saya,orang tua tersebut melakukan hal yang benar dengan membiarkan kedua bayi tersebut menyatu walaupun tau dengan risiko kematian.Tapi Jodie masih bisa diselamatkan dengan melepas Marie dan merelakannya.Dari pengetahuan yang saya dapst bahwa gereja selalu “Pro Life” yaitu selalu mengutamakan kehidupan.Dalam masalah ini bisa menyelamatkan satu nyawa dengan mengorbankan nyawa yang satunya daripada dua duanya meninggal.Dari pihak dokter juga tidak salah jika ingin menyelamatkan Jodie karena kemungkinan hidupnya lebih besar.

Apapun pilihan orang tua mereka tidak bisa kita paksakan.Dokter sudah menyarankan untuk menyelamatkan Jodie tapi orang tuanya memilih membiarkan mereka berdua dan jika memang waktunya tiba memang sudah jalan Tuhan.

Anthony Fillip Prawiro XIS1/4

Unknown mengatakan...

Dari artikel tersebut, saya lebih setuju dengan pihak rumah sakit.

Niat orang tua itu baik tetapi menurut saya cinta tersebut berlebihan. Keinginan mereka untuk tidak memisahkan anak mereka sama seperti bersikap pasrah. Jika didiamkan saja, kedua bayinya akan meninggal. Jika dilaksanakan operasi, maka masih ada kemungkinan salah satu hidup. Salah satu bayi tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sedangkan yang satu lagi mempunyai kesempatan hidup. Maka, kehidupan dapat dipertahankan. Sama seperti konsep gereja yang pro-life.

Pihak orang tua dan rumah sakit mempunyai tujuan yang baik (mirip) tetapi cara pandang rumah sakit lebih mengarah ke kesempatan hidup sedangkan orang tua mencintai anaknya dan kematian mereka sudah mereka kehendak Tuhan.

Adriel T / XIS1 / 1
Tahun Ajaran 2019-2020

Unknown mengatakan...

Saya sebagai seorang Kristiani setuju dengan tindakan yang dilakukan oleh kedua orang tua Mary dan Jodie. Bagaimanapun gereja katolik mengajarkan ajaran prolife, dan kedua orang tua mereka melakukan hal yang tepat dan sesuai dengan ajaran Gereja dimana kedua orang tua tidak membiarkan satu anaknya meninggal karena suatu perbuatan yang disengaja.

Bagaimana pun kita semua perlu menyadari bahwa hidup dan mati berada di tangan Tuhan, dan manusia tidak berhak untuk mengakhiri hidup sendiri atau mengakhiri hidup orang lain. Kita harus percaya bahwa kita harus selalu mengandalkan Tuhan. Sikap mengandalkan Tuhan ditunjukan oleh kedua orang tua mereka ketika mereka memutuskan untuk tidak memisahkan mary dan Jodie, dan mempasrahkan seluruhnya ke tangan Tuhan. Memang kita sebagaimana manusia harus berusaha, tetapi jika berkaitan dengan nyawa , Tuhan lebih berkuasa atas hidup dan mati manusia

Unknown mengatakan...

Saya sebagai seorang Kristiani setuju dengan tindakan yang dilakukan oleh kedua orang tua Mary dan Jodie. Bagaimanapun gereja katolik mengajarkan ajaran prolife, dan kedua orang tua mereka melakukan hal yang tepat dan sesuai dengan ajaran Gereja dimana kedua orang tua tidak membiarkan satu anaknya meninggal karena suatu perbuatan yang disengaja.

Bagaimana pun kita semua perlu menyadari bahwa hidup dan mati berada di tangan Tuhan, dan manusia tidak berhak untuk mengakhiri hidup sendiri atau mengakhiri hidup orang lain. Kita harus percaya bahwa kita harus selalu mengandalkan Tuhan. Sikap mengandalkan Tuhan ditunjukan oleh kedua orang tua mereka ketika mereka memutuskan untuk tidak memisahkan mary dan Jodie, dan mempasrahkan seluruhnya ke tangan Tuhan. Memang kita sebagaimana manusia harus berusaha, tetapi jika berkaitan dengan nyawa , Tuhan lebih berkuasa atas hidup dan mati manusia

Vincentius CK Laiyan XI-S1/ 24

Unknown mengatakan...

Francis Xavier 11a3/16 cc21
Menurut saya, seharusnya mengikuti kata dokter yaitu memisahkan mereka walaupun harus mengorbankan Mary. Alasan saya adalah cinta orang tua sangat berlebihan dan sama adil dan sama rata tidak bisa semena-mena diterapkan. Jody yang masih mempunyai kesempatan untuk hidup harus dimaksimalkan dengan prinsip menyelamatkan yang bisa diselamtkan. Jika dibiarkan begitu saja dengan harapan memperpanjang umur Mary, maka mereka secara tidak langsung menyiksa Jodi dan membiarkan Jodi meninggal.

Unknown mengatakan...

Saya sebagai umat katolik setuju akan perbuatan kedua orang tua Jody dan Marie, karena saya mengerti bahwa gereja mengajarkan cinta kasih yang kental dan universal (tidak pandang bulu) tapi ada baiknya kita sebagai manusia yang memiliki akal budi juga mempertimbangkan keputusan lain untuk menyelamatkan nyawa seseorang bukan hanya malah membiarkan kedua jiwa tersebut mati begitu saja. Oleh karena itu saya lebih mencondongkan diri pada piham rumah sakit, karena pada dasarnya rumah sakit juga telah menerapkan hukum cinta kasih serta daya berpikir prolife (mendukung kehidupan), saya yakin tanpa adanya rasa kasih sayang pada nyawa bayi tersebut pihak rumah sakit pun akan ikut lepas tangan akan kejadian kembar siam ini. Jadi jika saya di posisi orang tua maka saya sebisa mungkin bersikap logis dan memakai nalar daripada harus kehilangan dua nyawa buah hati tercinta.

Unknown mengatakan...

Richard Aditya Purnama XIA3/30

Hansel mengatakan...

Mengorbankan hidup seseorang untuk orang lain termasuk pelanggaran moral terlebih tanpa persetujuan dari orang tersebut. Demikian pula hal ini melanggar moral kristian yang memrlihara kehidupan.

Saya sependapat dengan orangtua Mary dan Jodie untuk tidak memisahkan atau mengorbankan salah satu dari mereka untuk salah satu dari mereka. Mereka memiliki hak untuk mendapat kasih secara sama serta setiap orang juga memiliki hak asasi seperti hak hidup ya ng telah dimiliki setiap orang sejak dalam kandungan.

Memang ada resiko yang membahayakan nyawa mereka apabila tidak diambil tindakan. Namun, sebaiknya dalam kondisi ini orangtua Mary dan Jane memberi kasih yang merata pada mereka, tidak hanya memilih salah satu dari mereka. Untuk sisanya, kita mohon bantuan Tuhan dan juga berserah padaNya, kita harus bisa menerima rencanaNya dan menyerahkan segala usaha dan upaya kita ke dalam tangan Tuhan.

Adrian Hansel Wijaya XIA3/2

Unknown mengatakan...

Sebagai seorang Katolik, mungkin seharusnya saya mengamini , memuji, mendukung tindakan orangtua Jodie & Mary yang menyerahkan segalanya ke tangan tuhan, dengan tidak melakukan tindak pemisahan Marie & Jodie.

Tapi di sisi lain, ada sebabnya tuhan memberikan manusia sebuah organ bernama otak. Sebagai manusia berakal sehat, ialah suatu tindakan kurang cerdas untuk membiarkan dua anak, yang sedemikian berharganya, sama-sama menemui akhir hidupnya karena semata-mata, apa yang dapat saya katakan, cowardice mereka untuk mengambil tindakan yang jelas diperlukan yaitu pemisahan.

Benar, ada kalanya harus berserah pada tuhan. Tapi ada juga kalanya harus menerima bahwa tidak bisa semuanya berserah, cuci tangan, dan tidak mengambil keputusan apapun. Dalam hal ini, membuka mata (tepatnya keluar dari denial) dan mengambil keputusan untuk menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan daripada membiarkan dua manusia nyawanya terbuang sia-sia.

Bukankah itu yang selalu diperjuangkan Gereja, konservasi hidup? Bagi saya dengan tidak menindak sama sekali, orangtua kedua anak ini telah memberi vonis mati, melakukan euthanasia pasif kepada anaknya sendiri. Shame on you...

Unknown mengatakan...

Sebagai seorang Katolik, mungkin seharusnya saya mengamini , memuji, mendukung tindakan orangtua Jodie & Mary yang menyerahkan segalanya ke tangan tuhan, dengan tidak melakukan tindak pemisahan Marie & Jodie.

Tapi di sisi lain, ada sebabnya tuhan memberikan manusia sebuah organ bernama otak. Sebagai manusia berakal sehat, ialah suatu tindakan kurang cerdas untuk membiarkan dua anak, yang sedemikian berharganya, sama-sama menemui akhir hidupnya karena semata-mata, apa yang dapat saya katakan, cowardice mereka untuk mengambil tindakan yang jelas diperlukan yaitu pemisahan.

Benar, ada kalanya harus berserah pada tuhan. Tapi ada juga kalanya harus menerima bahwa tidak bisa semuanya berserah, cuci tangan, dan tidak mengambil keputusan apapun. Dalam hal ini, membuka mata (tepatnya keluar dari denial) dan mengambil keputusan untuk menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan daripada membiarkan dua manusia nyawanya terbuang sia-sia.

Bukankah itu yang selalu diperjuangkan Gereja, konservasi hidup? Bagi saya dengan tidak menindak sama sekali, orangtua kedua anak ini telah memberi vonis mati, melakukan euthanasia pasif kepada anaknya sendiri. I dare say, shame on you...

Ariel Kusnoto (XIA3/7)

Jeremy A mengatakan...

Kalau diminta untuk melihat dari sudut pandang moral, saya pribadi tidak setuju dengan pendapat orang tua Mary dan Jodie.

Para staf medis yang ahli di bidangnya sendiri telah mengatakan bahwa jika mereka tidak dipisahkan maka kedua anak itu akan mati. Namun jika mereka berdua dipisahkan, maka Jodie berpeluang besar untuk hidup, dengan mengorbankan nyawa Mary.

Saya merasa akan salah secara moral apabila orangtua mereka memutuskan untuk tidak melakukan operasi. Dengan tidak mengambil tindakan operasi, orangtua mereka telah membuang kesempatan salah satu anak nya untuk hidup. Orangtua mereka adalah orang yang egois, karena mereka mengedepankan kepentingan mereka, "agar membiarkan Tuhan menentukan" dan tidak mengambil sikap atas keputusan yang ditawarkan kepada mereka. Sehingga jika ujungnya kedua anak tersebut meninggal, orangtua mereka bisa "lepas tangan" karena "Tuhan yang menentukan". Meskipun secara realita, mereka bisa membuat keputusan yang terbaik. Yakni menyelamatkan apa yang masih bisa diselamatkan.

Kedua, saya rasa, meski orangtua Mary dan Jodie "menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan", mereka tetap bersalah atas pembunuhan kedua anak mereka. Ketidakmampuan mengambil keputusan dalam situasi seperti ini, sama saja dengan membunuh anak yang masih memiliki kesempatan, yakni Jodie. Orangtua mereka menghilangkan "hak hidup" Jodie yang memiliki peluang besar untuk hidup sehat.

Kesimpulannya, saya tidak setuju dengan tindakan orangtua Mary dan Jodie. Dengan tidak mengambil keputusan, dan membiarkan kedua anak tersebut meninggal, mereka sama saja dengan membunuh Jodie.
"Ketidakmampuan mengambil keputusan dalam situasi hidup dan mati, sama saja dengan membunuh mereka yang pada dasarnya masih mempunyai kesempatan untuk hidup"


Jeremy Alva P.
XIA3/21

Devin Ezekiel P. XIA4/9 mengatakan...

Menurut saya, saya lebih setuju dengan pendapat dari pihak dokter karena lebih baik diselamatkan 1 daripada harus kehilangan dua duanya, karena Tuhan pasti punya jalan dan dan rencanaNya sendiri, kita tidak bisa merelakan nyawa dari dua itu hilang, lebih baik diselamatkan yg memiliki peluang lebih besar. Meskipun tidak adil, tetapi lebih baik demikian, karena jika kehilangan semua maka akan tidak ada artinya sama sekali dan lebih cenderung salah.

Devin Ezekiel P. XIA4/9 mengatakan...

Devin XIA4/9

Unknown mengatakan...

Menurut saya , saya tidak setuju akan pendapat orangtua dari Jodie dan Mary. Tentu dokter serta para serta staf medis telah mengatakan bahwa apabila Jodie dan Mary tidak dipisahkan maka kedua dari mereka memiliki peluang untuk meninggal.

Namun menurut saya dengan adanya melakukan operasi maka orangtua dapat memberikan kesempatan untuk salah satu anaknya untuk hidup. Apabila mereka tidak melakukan operasi , orangtua membuang kesempatan peluang besar untuk salah satu anaknya yang bisa sebagai penerus keturunan.

Mereka menyerahkan segalanya kepada Tuhan, menurut saya salah karena apabila tidak melakukan operasi itu sama saja dengan membunuh kedua anak. Sementara merebut hak untuk hidup salah satu anak yang dapat diselamatkan melalui pemisahan operasi.

Maka dari itu kesimpulan saya adalah setiap dari kita harus dapat memutuskan keputusan yang baik dan benar meskipun resiko tersebut tinggi, itu merupakan rencana Tuhan supaya kita dapat menghadapi dan mengatasi suatu tantangan. Kita harus dapat memilih keputusan yang lebih baik untuk di masa depan.

Joseph Ryan S.
XI-A4/24

Harris H mengatakan...

Saya secara personal lebih condong kepada posisi kedokteran, karena menurut saya bagaimanapun juga usaha kita seharusnya adalah untuk menyelamatkan nyawa.

Saya mengerti bahwa mengorbankan nyawa seseorang untuk menyelamatkan nyawa lain bukanlah hal yang mulia,tetapi bukankan lebih baail selamat 1 daripada mati 2? Maupun kita orang beriman ataupun tidak kita akan selalu memiliki dorongan untuk menyelamatlan sesama kita. Dengan keputusun orang tua untuk membiarkan Mary dan Jodie dengan keadaan seperti bukankah dapat dikatkan mereka membiarkan mereka mati? Mereka penuh mengerti bahwa dengan membiatkan mereka berdua hidup maka mereka akan saat meninggal di beberapa kemudian.

Dengan memilih untuk mengorbankan satu akan memiliki peluang lebih besar untuk menyelamtkan sebuah hidup daripada kita tak bernuat dan membiarkan dua duanya meninggal. Dengan dokter menyarankan untuk memisahkan mereka pasti banyak pertimbangan dibaliknya termasuk juga peluang untuk menyelamtkan keduanya.

Maka saya setuju dengan dokter. Munglin bukan cara yang paling mulia tetapi bagaimanapun juga cara ini merupakan jalan yang paling baik dalam menyelamtakan anak tersebut. Di momen seperti ini meurut saya merupakan waltu mengambil keputusan yang besar

Benedictus Harris XIA4/3

Michael Rich mengatakan...

Saya kurang setuju dengan kelutusan yang diambil orang tua. Walaupun kasih yang diterima kedua anak harusnya sama. Tapi saya rasa lebih berharga untuk menyelamatkan salah satunya.

Karena peluang kehidupan Jodie lebih besar bila dioperasi. Saya rasa dibalik semua masalah ini ada rencana Tuhan.




Michael Rich XIA1/ 21

DIO_690 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
James R Y L mengatakan...

Dalam kasus ini memang terdapat dua pilihan, sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Bisa menyelamatkan satu dan mengorbankan yang lain, atau dapat mengusahakan kehidupan keduanya, namun dengan kemungkinan yang sangat kecil.
Dalam kondisi ideal, sebaiknya diselamatkan yang paling mungkin diselamatkan, sesuai prinsip Gereja. Daripada keduanya meninggal, lebih mending mempertahankan kehidupan salah satunya.

Tapi bisa juga bila orang tua ini tidak menginginkan anak yang cacat, atau tidak mampu untuk terus mengoperasi anak itu bila dipertahankan hidup. Dengan itu mereka beralasan untuk menyerahkan kepada Tuhan saja(tidak diselamatkan). Dalam hal ini orang tua pasti salah karena beralasan mereka menyerahkan kepada Tuhan, namun sebenarnya tidak mau memiliki anak itu.

Di sisi lain, bisa juga bahwa orang tua ini memang yakin bahwa jalan idealnya adalah membiarkan mereka. Tapi mereka semestinya dapat merelakan salah satu, untuk menyelamatkan yang lain. Mereka berkata “cinta untuk keduanya sama”, tapi bila mereka berpikir seperti itu, betul sih sama, tapi cintanya ga ada pada keduanya.

James R Y L XIA1/14

Unknown mengatakan...

Menurut saya, naluri dan cinta kasih tidak bisa mengalahkan hal ketidakadilan. Hal ini membuat saya setuju kepada pihak rumah sakit dibandingkan dengan apa yang orang tua mereka telah pikirkan.

Saya lebih condong ke pihak rumah sakit, yang mengatakan bahwa bisa menyelamatkan 1 dari antara 2 orang untuk hidup. Jika diteliti lebih dalam, kita sebagai umat manusia dituntut untuk menomorsatukan hukum cinta kasih Allah dibandingkan dengan yang lain, dan menurut saya apa yang dipikirkan oleh pihak rumah sakit, berlandaskan hukum tersebut. Sehingga, apa salahnya jika kita dapat menolong salah satu dari mereka dibandingkan tidak menolong keduanya?

Mungkin, orang tua mereka lebih mengetahui keadaan anaknya. Sehingga, mereka lebih cenderung untuk tidak tega melihat anak yang satunya dikorbankan. Hingga pada akhiran untuk tidak menolong anak mereka sama sekali dengan alasan ikatan persaudaraan yang dilandasi ketidakadilan jika menolong salah satu dari mereka saja

Hingga pada akhirnya, saya berpendapat, untuk mendapatkan suatu yang besar, perlu adanya sebuah pengorbanan. Hal ini membuat saya mengemukakan pendapat saya ke arah setuju terhadap bidang medis

William W/XIA1/30

DIO_690 mengatakan...

Saya secara pribadi lebih memilih untuk mengikuti sisi kedokteran. Diketahui bahwa kondisi Mary sudah tidak memungkinkan untuk hidup. Di lain sisi Jodie memiliki kemungkinan besar untuk hidup dan menjalani hidup normal walaupun ada cacat pada dirinya.

Diketahui bahwa kondisi Jantung dan Paru-paru Mary tidak dapat menyuplai oksigen untuk tubuhnya. Sedangkan jantung dan paru-paru Jodie bekerja keras untuk menyuplai oksigen ke tubuh nya dan juga tubuh Jodie. Selain itu juga diberitahu bahwa otak Mary tidak mengalami perkembangan.

Apabila dibiarkan seperti ini maka kedua anak ini akan meninggal dalam beberapa bulan. Sedangkan sebenarnya ada kesempatan besar untuk selamat bagi Jodie.

Menurut saya, dari sudut pandang saya, apa yang dilakukan orang tua nya sama saja dengan euthanasia pasif. Ia akan merelakan anaknya mati begitu saja. Menurut Youcat 382 tindakan Euthanasia sangat lah dilarang. Baik Euthanasia pasif dimana orangtuanya merelakan anaknya mati tanpa usahaa menyelamatkan.

Padahal apabila Jodie diselamatkan maka akan ada peluang masa depan yang cerah bagi Jodie. Ia dapat berkembang menjadi anak yang hebat. Oleh karena itu dengan segala pertimbangan yang ada. Menurut saya menyelamatkan salah satu akan lebih baik. Kondisi Mary sendiri pun sudah tidak memungkinkan untuk selamat. Sehingga menyelamatkan salah satu lebih baik daripada mengorbankan keduanya

Ivan Timothy Dio XIA1/12-CC'21

Unknown mengatakan...

Pertama - pertama kasus ini menurut saya merupakan dilema terutama bagi orangtua dari Mary dan Jodie. Jika saya menempatkan diri saya di posisi mereka. Saya akan berpikir bahwa kedua anak saya sama berharganya dan saya ingin melakukan segala cara yang ada agar keduanya selamat. Saya tidak ingin mengorbankan anak saya yang satu untuk yang lain karena saya mencintai keduanya. Saya juga akan bergantung pada Tuhan dan ikut dengan kehendak-Nya.

Namun, jika dilihat dari perspektif kristiani. Kehidupan harus dibela dan dijunjung tinggi. Berdasarkan Youcat 382, pembiaran Mary untuk mati ini tergolong eutanasia pasif dan hal ini bertentangan dengan prinsip hidup itu kudus dan harus dibela.

Dari perspektif pihak rumah sakit, prinsip mereka adalah menolong hidup yang masih bisa ditolong sekalipun itu membutuhkan pengorbanan. Menurut saya prinsip ini ada benarnya karena setidaknya ada satu hidup yang bisa diselamatkan dalam kasus ini.

Pendapat saya adalah bahwa saya lebih setuju dengan keputusan kedua orangtua Mary dan Jodie. Mereka menunjukkan kasih dan cintanya pada kedua anaknya dan mereka ingin membela kehidupan seperti perspektif kristiani. Menurut saya, jika Tuhan berkehendak untuk keselamatan Mary dan Jodie, maka keduanya akan selamat dengan pertolongan-Nya.


Kevin Tadeus, XIA1, 18

Dionysius Fernando Xaverio mengatakan...

Menurut Saya, langkah yang diambil oleh orangtua dari Mary dan Jodie merupakan jalan keluar pengecut yang tidak peduli akan realita yang mereka hadapi. Dalam kasus ini, terdapat dua pilihan, dimana dalam hal ini, saat dilihat dari sudut pandang moral sangatlah jelas pilihan mana yang seharusnya dijalani oleh orang tua dari Mary dan Jodie. Ketidakpedulian mereka lebih terlihat lagi saat mereka saja tidak dapat diganggu untuk bahkan memberikan kedua anak mereka nama.

Memang Niat orang tua dari Mary dan Jodie baik, namun dengan dilakukannya operasi maka merekapun dapat memberikan kesempatan agar salah satu anaknya dapat tetap hidup,dimana apabila mereka tidak melakukan operasi, merekapun sama saja seperti membuang kesempatan hidup yang telah sangat berharganya diberikan oleh Tuhan.

Memang kita sebagai makhluk ciptaan Allah harus menyerahkan seluruhnya kepada Tuhan, namun bukan berarti kita dapat begitu saja mencuci tangan dan tidak mengambil keputusan apapun. Dalam hal ini, sebagai seorang Khatolik, prioritas utama kita seharusnya adalah dalam memperjuangkan hidup manusia dan tidak menyia-nyiakan hidup yang telah diberikan oleh Allah.

Tentu orangtua Jodie dan Marie dan pihak rumah sakit keduanya memiliki tujuan yang baik, namun kita harus tetap mengingat bahwa hal yang paling mulia dan dapat menyelamatkan hidup seseorang tentu memerlukan pengorbanan, dan pengorbanan pengorbanan itulah yang tidak ingin diterima oleh orangtua Mary dan Jodie

Dionysius Fernando Xaverio, XIA4/10

Bima mengatakan...

Saya kurang setuju dengan keputusan yang dibuat oleh kedua orang tua tersebut. Menurut saya sikap orang tua tersebut tidak mencerminkan usaha dalam mewujudkan keadilan,melainkan justru pasrah terhadap suatu keadaan dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki keadaan tersebut.

Melihat kondisi kedua bayi tersebut,secara nalar dapat kita bilang bahwa Jodie memiliki peluang hidup yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Marie. Pada kasus ini, keputusan yang paling baik adalah dengan menyelamatkan Jodie. Kehidupan yang masih bisa dipelihara haruslah terus diperjuangkan karena gereja sangat mendukung pemeliharaan kehidupan. Jadi,saya rasa alasan keadilan bukanlah sesuatu yang logis untuk melakukan hal tersebut.

Apabila dilaksanakan tindakan secepatnya, maka Jodie akan memiliki kemungkinan hidup yang lebih baik kedepannya. Jodie dapat lebih mungkin hidup bahagia,berkarya dalam dunia dan menebarkan kebahagiaan bagi banyak orang. Bandingkan dengan aapabila orang tua pasrah terhadap apa yang terjadi pada kedua bayi tersebut. Besar kemungkinan orang tua tersebut malah kehilangan keduanya

Ignatius Bima XIA2/14

NUGAS mengatakan...

Menurut saya, kasus ini tidak ada jawaban yang paling pasti dan yang paling benar karena kita membahas hidup manusia. Karena pada kasus ini orangtua dari anak kembar ini dihadapkan dengan pilihan yang sulit karena pada satu sisi mereka bisa menyelamatkan salah satu anak mereka dengan "mengorbankan" yang lain. Tetapi mereka juga bisa mengorbankan keduanya.
Jika saya di posisi mereka, mungkin saya akan mengorbankan yang satu untuk menyelamatkan yang lain karena kita harus ingat bahwa gereja mengedepankan kehidupan jadi walaupun ada ketidakadilan atau tidak berperikemanusiaan tetapi kita harus mencoba sebisa mungkin untuk menyelamatkan yang bisa diselamatkan agar bisa terjadi kehidupan itu

Billy M Sidhunata / XIA2 / 5

Chris Luk. mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Chris Luk. mengatakan...

Menurut saya, orang tua dari anak tersebut memiliki hak untuk menentukan nasib mereka. Tapi orang tua tersebut salah Kenapa? Karena, bagi saya, kita harus menyelamatkan salah satu anak tersebut. Karena, hal itu adalah pilihan terbaik, salah satu anak bisa hidup lebih lama dengan mengorbankan nyawa 1 anak lainnya. Dibandingkan dengan kedua anak tersebut mati dalam 6 bulan. Saya lebih setuju dengan menyelamatkan satu nyawa dan kehilangan satu dibanding hilang dua nyawa.

Tetapi, jika waktu 6 bulan tersebut disebut kalau kedua anak itu bisa meninggal, belum pasti hal tersebut 100% benar, tidak sedikit kasus yang menunjukan kalau anak yang diberikan waktu beberapa tahun sebelum meninggal, bisa hidup lebih lama dari waktu yang diberikan tersebut.

Ignatius C. L./XIA2/15

Unknown mengatakan...

Menurut saya keputusan yang dilalukan orang tua merupakan keputusan yang sangat susah. Dimana keputusan yang diberi harus dipikir dengan lama.

Saya kurang setuju dengan keputusan orang tua dan lebih setuju dengan keputusan rumah sakitnya. Karena saya lebih memilih untuk mengorbankan satu orang agar satunya bisa hidup. Saya mendukung keputusan rumah sakit sakit karena kalau kedua anaknya akan mati di 6 bulan ke depan, saya lebh memilih untuk memisahkan saja karena diakhir akhir akan ada yang meninggal dalam waktu sebentar.

Jadinya keputusan orangtuanya merupakan keputusan yang kurang tepat karena ia memilih untuk membuat keduanya anaknya meninggal dimana ia sebenarnya bisa menyelamatkan salah satunya.

Glenn Jeremiah Bahana XIA2/12

Unknown mengatakan...

Saya tidak setuju dengan adanya moralitas objektif. Secara pribadi, sebagai seorang existentialist, saya setuju dengan Sartre bahwa existence precedes essence - hidup tidak memiliki makna dalam dirinya sendiri. Makna hidup dibentuk oleh orang-orang yang menghidupinya dan tidak bisa dihakimi orang lain. Pendapat ini tentunya dilatarbelakangi oleh premis bahwa Tuhan tidaklah nyata, suatu paham yang tidak akan saya coba benarkan dan saya minta anda terima untuk sekarang, setidaknya untuk keperluan diskusi dan perspektif tambahan.

Apa konsekuensinya ke kasus ini?

Jika saya ada di tempat orangtua tersebut, saya akan memisahkan kedua anak saya. Menurut saya, pemerintahan ideal seharusnya menghargai hidup sebagai berharga karena dan hanya karena kita bebas. Ini bukanlah moralitas objektif tetapi kesimpulan bdk. kepentingan pribadi yang diturunkan oleh Nozick dalam Anarchy, State, and Utopia. Hidup berharga saat kita bebas untuk menentukan makna hidup kita dan untuk bertindak sesuainya. Misalkan anak A adalah yang bisa diselamatkan dan anak B adalah yang, secara praktis, vegetatif. Hidup anak B tidak perlu diperjuangkan atau dipertahankan karena, dari perspektif medis, ia tidak mungkin tiba² menjadi tidak vegetatif. Ia tidak akan pernah sedikit pun bebas dan hidupnya tidak layak dipertahankan.

Namun, orangtua tersebut "benar", karena memang tidak ada keputusan yang salah. Mereka bertindak konsisten dengan kepercayaan mereka. Dari pemahaman saya akan moral Kristiani, hak untuk hidup tidak bisa dicabut bahkan untuk menyelamatkan hidup lainnya. Masing-masing manusia memiliki hak hidup yang diberikan oleh Allah. Hal ini dianggap tidak bisa diganggu gugat. Maka, tentunya, seorang pemercaya agama Abrahamik yang saleh dan konsisten tidak akan memisahkan anak mereka. Rumah sakit tidak berhak untuk memaksa penyelamatan nyawa anak A dengan mengorbankan nyawa anak B dan sepatutnya menghargai keputusan orangtua, karena pemerintahan harusnya menjaga kebebasan.

Lalu?
Singkatnya, bertindaklah berdasarkan kepercayaan masing-masing. Seorang penganut agama Abrahamik yang saleh dan konsisten sepatutnya tidak memisahkan anak A dan B. Hal apapun yang dipilih tidaklah benar ataupun salah dan pemerintah tidak berhak memaksakan kehendak atau kepercayaannya kepada subjek-subjeknya.

Juan Lee XIA2/17 CC'21

Vier mengatakan...

Menurut saya, pertindakan orang tua Mary dan Jodie tidak memberi mewartakan kehidupan. Di dalam kasus ini, kita melihat bahwa orangtua Mary dan Jodie membiarkan kedua anaknya meninggal dan menyerahkannya kepada Tuhan, tetapi kenapa mereka lahir pada kehidupan ini? Menurut saya, Tuhan memberi sebuah pilihan kepada mereka, sebab hal ini ada dua pilihan yang beda. Menyelamatkan salah satu anak dan membiarkan satunya meninggal atau membiarkan mereka berdua meninggal tampaknya sulit untuk ditentukan terutama bahwa di dalam kasus ini ada dua pendapat yang beda. Masalah ini sama saja seperti satu orang meninggal kelindas kereta berisi penumpang atau satu orang selamat tetapi penumpang semua meninggal, dan jelas sekali bahwa kita memilih untuk mengorbankan satu orang untuk kereta berisi penumpang.

Kasus ini membuat saya ingin bertanya kepada orangtua Mary dan Jodie, "Mengapa kalian ingin anak sendiri meninggal begitu saja?" dan "Mengapa kalian bersenang dengan kematian buah hati mereka?" Masalah-masalah ini justru masih diuji oleh Tuhan apakah kita akan memilih yang tepat atau yang tidak tepat. Orangtua Mary dan Jodie bukanlah seorang pemeluk agama yang baik karena pertanggungjawaban mereka untuk anaknya sendiri mereka abaikan. Kita diberi pertanggunjawaban oleh Tuhan dengan kehidupan seorang anak, dan itu harus kita perjuangkan sampai meninggal.

Javier Rainhard Tiwow XIA2/16
CC'21

Unknown mengatakan...

Menurut saya, orangtua Mary dan Jodie tentu melakukan tersebut karena rasa kasih sayang. Namun dalam ajaran gereja katolik, salah satu ajaran yang penting dalam membuat keputusan adalah pemeliharaan kehidupan.

Di dalam konteks inilah saya kurang setuju dengan keputusan yang dibuat oleh orangtua Mary dan Jodie, walaupun mereka ingin kedua anaknya hidup tetapi lebih baik Jodie dapat hidup dengan baik sampai akhir hayatnya daripada keduanya mati setelah 6 bulan.

Saya setuju dengan keputusan yang ingin dilakukan oleh para dokter rumah sakit, namun saya mengerti bahwa dalam konteks situasi seperti ini yang berhak menentukan nasib atas Mary dan Jodie bukanlah para dokter namun orangtuanya.

Raditya Prajnabuwana XIA2/27/CC'21

Gregorius Ferdinand mengatakan...

Kasus ini adalah satu dari banyak kasus kembar siam yang terjadi di dunia. Kebanyakan orang tua memutuskan menyelamatkan salah satu anak melalui operasi. Bedanya dalam kasus ini adalah sang orangtua memutuskan untuk menunda operasi dan menunggu bagaimana keputusan dari tuhan dan berharap sebuah mujizat terjadi. Menurut saya tindakan dari orangtua anak tersebut adalah sebuah hal yang menunjukan bagaimana mereka mencintai anak mereka dan mereka sangat kebingungan harus memilih apa dan tidak melakukan apapun dan menyerahkan semua masalah tersebut ke Tuhan. Saya merasa dalam kasus ini kedua orangtua harus mengambil tindakan yang dapat menyelamatkan anaknya yaitu dengan memisahkan kedua anak tersebut meskipun salah satunya akan meninggal. Dalam gereja katolik ada sebuah pendekatan dalam kasus unik seperti ini yaitu pendekatan pastoral. Dalam kasus ini pendekatan yang paling baik adalah dengan melakukan operasi dan anak yang masih bisa diselamatkan.

Gregorius Ferdinand XIA2/13 CC21

Unknown mengatakan...

Rama Aryasuta Pangestu
XI-A3/28

Setiap manusia diberi kehendak bebas. Kadang dalam memilih suatu perbuatan, baik dan buruk tidak jelas. Kadang kita kita dapat memilih diantara dua pilihan buruk, yang mana yang paling tidak buruk.

Dalam kasus ini, tidak ada pilihan yang benar. Tiap orang mempunyai kepercayaan dan dan ideologi hidup masing masing, maka mereka pun bebas berbuat. Pandangan pemeliharaan hidup dalam Gereja Katolik dapat ditafsirkan dengan dua pandangan yang berbeda.

Tidaklah salah untuk menilai pemeliharaan hidup yang didasari perampasan hidup lainnya sebagai tidak sah / tidak layak - sebuah hal yang buruk. Inilah jika mereka dipisahkan.

Sebaliknya, Gereja juga mengakui bahwa pemeliharaan hidup sesuai yang mana yang kemungkinan hidupnya lebih besar. Ini juga merupakan sudut pandang dari pihak kedokteran.

Sehingga, dalam kasus ini orang tua bebas bertindak sesuai kepercayaan mereka dan hasil diskusi dan pemikiran yang telah matang. Disini, tidak ada ada benat atau yang salah.

Muhammad Rizky mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Muhammad Rizky mengatakan...

Menurut saya, tindakan dari orang tua Mary dan Jodie serta dari pihak kedokteran tidak ada yang benar atau salah. Karena orang tua dari kedua anak tersebut melihat dari sisi kasih yang tidak bisa dibagi. Orang tua mereka telah menggunakan kehendak bebas mereka dan memutuskan untuk tidak memisahkan kedua bayi tersebut. Pihak kedokteran juga tidak salah karena dalam keadaan apapun, apabila ada nyawa yang bisa diselamatkan, hendaklah pihak kedokteran berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan nyawa terse but.

Mubammad Rizky / XI-A6 / 22
CC 21

Phillip Jonathan/CC 21 mengatakan...

Menurut saya, kita harus menerima apa yang sudah diberikan tuhan, tuhan melakukan segala suatu hal ada tujuannya mungkin itu jangka panjang ataupun jangka pendek. JIka saya sebagai orangtuanya, saya pastinya tidak akan rela membedah salah satu dan membiarkannya yang lemah meninggal begitu saja. Tentu saya akan menerima pemberian dari tuhan walaupun nanti saya tahu keduanya akan meninggal namun saya tetap yakin bahwa tuhan melakukan itu demi tujuan yang lebih baik yang lebih baik dan lebih mulia.

Danin mengatakan...

Saya setuju dengan para dokter, karena secara medis juga disimpulkan bahwa nyawa marie dan jodie sudah tidak lama lagi dan juga mereka tidak memiliki kesempatan hidup yang besar. Dengan memgikuti keputusan dokter, paling tidak salah satu dari mereka memiliki kesempatan untuk hidup, meskipun saya menyadari hal ini bukanlah hal yang mudah bagi orangtua mereka. Yang saya ketahui dalam ajaran gereja katolik, kehidupan dijunjung dengan tinggi, maka dari itu menurut saya yang ingin dilakukan dokter lebih baik, meskipun semuanya kembali lagi ke keputusan dari orangtua.

Danin HJ/ XIA6/10

Mario H mengatakan...

Mario XIA6/8
CC 21
Dalam hal ini apapun yang terjadi, akan ada kematian. Yang sengaja ataupun tidak sengaja. Jika dibiarkan dan menganggap itu rencana Tuhan, menurut saya salah. Karena Gereja memiliki pandangan untuk memperjuangkan hidup. Dalam peliharaan hidup manusia, ada pengorbanan. ����God bless. ������. Saya setuju dengan pendapat Mubammad untuk memperjuangkan hidup. Tapi jika dengan sadar menjadi alasan kematian hidup seseorang itu adalah pembunuhan. ������ Don’t hate
No ��

Jack mengatakan...

Saya rasa tidak ada pilihan di atas yang merupakan pilihan tidak bermoral, orangtua Jodie dan Mary boleh memilih kedua pilihan tersebut sesuai hati nurani mereka karena merekalah yang paling mengerti anak mereka.

Menurut saya sendiri, mereka seharusnya menyelamatkan hidup sebanyak mungkin dengan melakukan operasi dan menyelamatkan Jodie. Tidak ada yang sebanding dengan nyawa manusia dan untuk mengorbankan 2 nyawa jauh lebih buruk daripada mengorbankan 1. (Karena saya rasa yang dijelaskan cerita di atas adalah ada kemungkinan besar Jodie akan bisa hidup.)

Saya kurang setuju dengan pernyataan bahwa melakukan operasi tersebut berarti pilih kasih. Jantung Mary sudah tidak berfungsi dan oleh karena hal tersebut, menurut beberapa definisi medis, tidak hidup.

Marco Medhavanto/XIA6/15
CC21

ravi mengatakan...

Ravi Harun / XI-A6 / 26 CC’21
Kasus seperti ini memang merupakan kasus yang jarang dan menjadi sangat kontroversial apabila memang ada dilema yang separah ini. Namun apabila saya merupakan orangtua dari kedua anak ini, pastinya saya akan memperjuangkan kehidupan dari kedua anak ini, meski berarti mengorbankan salah satu dari kedua anak saya.

Menurut saya, semua orang memiliki hak untuk hidup. Tentunya apabila kita bertanya seorang bayi, mereka tidak bisa menjawab, namun hal itulah yang menjadi masalah di kasus-kasus seperti ini, yakni adanya orang lain yang bisa menentukan nasib bayi tersebut. Maka hanya logis apabila memang ada pilihan dimana salah satu dari bayi tersebut bisa diselamatkan, saya jelas akan memilih pilihan tersebut.

Saya percaya bahwa segala kehidupan harus diperjuangkan, sebab dengan memberikan seseorang kesempatan untuk hidup, maka sama saja kita memberikan mereka peluang-peluang baru dalam hidup, yang dimana tidak bisa didapatkan apabila orang tersebut meninggal di awal kehidupannya. Meski dalam kasus ini diberitahukan bahwa Jodie bisa hidup tapi dengan banyak kekurangan, kita tidak bisa melihat hal tersebut sebagai alasan untuk membiarkan Jodie meninggal. Sebab dengan peluang2 yang saya sebut tadi, merupakan alasan bahwa kehidupan itu bisa indah dan karena itulah Jodie tidak boleh dibiarkan meninggal.

Maka dari itu, haruslah kita relakan Mary demi memberikan Jodie kehidupan yang lebih baik dan lebih sehat. Maka menurut saya tidaklah logis bagi kedua orangtua tersebut untuk membiarkan kedua anak mereka meninggal dengan merasionalisakan keadaan dimana kedua anak mereka saling ‘mencintai dengan menyatu satu badan.

Cesta mengatakan...

Saya merasa bahwa kita harus menghargai hidup. Untuk melakukan semaksimal mungkin demi menyelamatkan nyawa. Dalam kasus ini saya lebih memilih pilihan dokter untuk menyelamatkan Jodie Yang memilikikesempatan untuk hidup lebih besar. Menurutku ini bukan masalah orangtua memberi cinta yang sama tetapi ini masalah memberikan kesempatan untuk hidup. Tentu dengan pilihan ini Mary akan mati, tetapi bukankah lebih baik satu diselamatkan dibanding dua duanya mati. Itu sama saja membiarkan mereka mati walaupun mengetahui ada kemungkinan besr satu bisa diselamatkan.

Apabila kita memilih pilihan orangtua untuk membiarkan mereka, anda merampas masa depan Yang bisa dijalankan Jodie. Mary akan mati——> itu merupakan kemungkinan Yang besar terjadi. Tetapi Jodie akan hidup merasakan suka dan duka hidup ini, fulfilling his life for Mary’s sake. Mary disisi lain walaupun mati ia akan mati mengetahui bahwa ia melakukan hal Yang benar. Ia memberikankesempatan kepada Jodie untuk Hidup.

Saya mengerti tentang cinta yang dimiliki oleh orangtua, tetapi saya tidak bisa terima dengan adanya sikap pasrah. Orangtu apabila sungguhis mencintai seharusnya menyelamatkan apapun resikonya. Saya mengerti mereka akan hidup teringat bahwa mereka sengaja membunuh Mary, tetapi ketahuilah bahwa itu tindakan Yang harus dilakukan demi memberi hidup bagi Jodie.

“Life is unfair, accepting it is what we called, being alive”

Cestarangga Adikerta XIA3/08 CC’21

J Clement XIA4 mengatakan...

John Clement Batara Narada XIA4/20 1813452

Saya setuju dengan keputusan dokter. Karena berdasarkan ajaran pemeliharaan kehidupan, kita harus menyelamatkan orang orang. Sedangkan orangtua memilih untuk membiarkan dan menyerahkan hidup atau meninggalnya 2 anaknya kepada Tuhan. Padahal sudah dikatakan kalau mereka akan meninggal jika tidak dilakukan operasi pemisahan antara Mary dan Jodie.
Menurut saya seharusnya mereka memilih keputusan dengan cepat berdasarkan pemeliharaan kehidupan dan tidak menyerahkan begitu saja. Karena dengan adanya operasi kemungkinan hidup salah satu anaknya akan lebih besar dibandingkan dibiarkan

Kevin H. Lawson XI-S2/19 mengatakan...

Kevin Hugo Lawson XI IPS2/19
Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda - beda. Saya setuju dengan keputusan dari dokter bahwa nyawa salah satu bayi, Jodie bisa diselamatkan. Bila mereka tidak dipisahkan maka akan kehilangan nyawa dari kedua anak tersebut. Walaupun beban yang dipikul oleh orang tua Mary dan Jodie sangatlah berat, tetapi setidaknya mereka harus memiliki keputusan untuk menyelamatkan kehidupan salah satu anak mereka. Cinta memanglah segalanya bagi kehidupan, tetapi mengorbankan cinta dengan menganggap hal itu adalah rencana Tuhan bukanlah cinta untuk kehidupan. Kehidupan hanya sekali di dunia ini dan orang tua Mary serta Jodie tidak boleh putus asa untuk menyelamatkan salah satu kehidupan anaknya.
Mohon maaf bila ada kata - kata yang kurang berkenan dalam komentar saya ini.

Michael Davin mengatakan...

Michael Davin A.P /XI-IPS2 /20 CC’21
Menurut pandangan pribadi saya mengenai kasus ini, saya setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh dokter untuk menyelamatkan 1 bayi daripada harus kehilangan 2 bayi sekaligus. Karena bila tidak diambil tindakan cepat yakni pemisahan antar 2 bayi tersebut, maka berpotensi sangat besar bahwa kedua bayi tersebut akan meninggal bersama. Memang keputusan ini adalah keputusan yang sangat berat bagi orang tua yang harus merelakan 1 bayi kembarnya dikorbankan, saya 100 % yakin, mereka pasti mengasihi kedua anak mereka yakni marie dan Jodie, dan tidak ingin sebetulnya jikalau harus memilih, yang mana yang harus mereka korbankan, karena bagaimanapun, Mary dan Jodie adalah anak kandung mereka berdua. Dengan kondisi yang seperti ini mereka dituntut untuk memilih salah satu, menurut pengetahuan saya “Hidup itu merupakan sebuah pilihan” kita diberi suara hati oleh Tuhan untuk menentukan jalan yang terbaik yang harus dilakukan. Intinya jika salah satu dikorbankan untuk kebaikan dan kehidupan Jodie, maka pengorbanan yang dilakukan oleh Mary tidaklah sia-sia, mungkin dalam hal ini kematian Marie sudah menjadi kehendak Tuhan, dan kita sebagai manusia harus menerimanya dengan Ikhlas.

Marcell mengatakan...

Menurut saya orang tua Marie dan Jody tidak bisa disalahkan sama sekali. Begitu juga dengan keputusan dari pihak rumah sakit. Saya pun juga akan bingung jika dihadapkan dengan dilema seperti itu. Menurut saya membiarkan Marie dan Jodie dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan adalah rindakan yang kurang tepat karena seakan akan tidak menghargai nyawa yang diberikan Tuhan
jika dibiarkan dan akhirnya hidup pun akan membuat mereka sengdara dengan kelainan kelajnan yang dimilikinya. Menurut saya dengan memisahkan Marie dan Jodie walaypun salah satu harus menjnggal lebih baik karena menghargai nyaea yanng fiberikan Tuhan.

Antonio Marcell Janova XI-8/7/CC'25

Yarra Wiryadenta mengatakan...

Kehidupan merupakan sesuatu yang berharga. Melihat persoalan ini tidak mudah diputuskan. Akan tetapi, menurut saya tidak ada keputusan yang "benar" dalam persoalan ini. Karena kebenaran menurut pihak rumah sakit dan orang tua dalam kasus ini bisa dikatakan objektif. Gesekan nilai-nilai yang terjadi di sini bisa dikatakan dilematis.
Apabila saya berada diposisi orang tua Marie dan Jody maka saya akan mempertanyakan diri saya terlebih dahulu. Apakah saya menginginkan seorang anak demi memiliki kehidupan berkeluarga (mengorbankan seorang anak)? Atau saya memilih untuk menghargai rencana Tuhan, sehingga membiarkan mereka hidup seperti itu.
Persoalan ini tidak bisa dilihat dari posisi Jody dan Marie, karena pada akhirnya makhluk hidup akan selalu berjuang untuk hidup. Seperti yang dikatakan oleh Arthur Schopenhauer bahwa setiap makhluk hidup memiliki "Wille zum Leben." Atau dalam kata lain will to live. Wille zum Leben yang dimiliki setiap makhluk hidup akan selalu menolak kematian. Apalagi kondisi Jody dan Marie yang baru lahir.
Untuk itu, sebuah kehidupan yang dimiliki Marie dan Jody tidak bisa kita ambil begitu saja. Diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang jelas. Pada akhirnya, kedua keputusan dari pihak rumah sakit dan orang tua bisa dikatakan sah.

Yarra Wiryadenta mengatakan...

Kehidupan merupakan sesuatu yang berharga. Melihat persoalan ini tidak mudah diputuskan. Akan tetapi, menurut saya tidak ada keputusan yang "benar" dalam persoalan ini. Karena kebenaran menurut pihak rumah sakit dan orang tua dalam kasus ini bisa dikatakan objektif. Gesekan nilai-nilai yang terjadi di sini bisa dikatakan dilematis.
Apabila saya berada diposisi orang tua Marie dan Jody maka saya akan mempertanyakan diri saya terlebih dahulu. Apakah saya menginginkan seorang anak demi memiliki kehidupan berkeluarga (mengorbankan seorang anak)? Atau saya memilih untuk menghargai rencana Tuhan, sehingga membiarkan mereka hidup seperti itu.
Persoalan ini tidak bisa dilihat dari posisi Jody dan Marie, karena pada akhirnya makhluk hidup akan selalu berjuang untuk hidup. Seperti yang dikatakan oleh Arthur Schopenhauer bahwa setiap makhluk hidup memiliki "Wille zum Leben." Atau dalam kata lain will to live. Wille zum Leben yang dimiliki setiap makhluk hidup akan selalu menolak kematian. Apalagi kondisi Jody dan Marie yang baru lahir.
Untuk itu, sebuah kehidupan yang dimiliki Marie dan Jody tidak bisa kita ambil begitu saja. Diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang jelas. Pada akhirnya, kedua keputusan dari pihak rumah sakit dan orang tua bisa dikatakan sah.

Yarra Wiryadenta XI-7/34/CC'25

Timothy Evan mengatakan...

Kembar menempel tersebut menghadapi situasi moral yang sangat sulit. Sebagai ayah ibu yang baik, secara pertimbangan sudah benar bahwa ayah ibu tersebut tidak ingin ada satu pun anaknya mati, sehingga mereka memilih menunggu. Mereka menunggu selama mungkin, karena ayah ibu tidak sanggup melihat salah satu dari mereka lebih cepat. Tapi, dalam hal ini, perspektif realistis dari dokter lebih masuk akal. Tidak akan berguna untuk menunggu hanya untuk mlihat keduanya mati. Sehingga, masalah ini harus dilihat dari perspektif kedokteran/realistis, bukan perspektif kasih sayang saja. Dengan menyelamatkan salah satu dari mereka, ayah ibunya berkesempatan untuk merawat salah satunya dan menjadi ayah dan ibu yang baik. Tetapi, dengan membiarkan keduanya tetap bergabung, kedua anak tersebut akan meninggal dan ujung - ujungnya kedua orangtua akan bersedih juga. Dengan satu anak ada, setidaknya orangtuanya masih bisa bahagia. Selain itu, egois jika memaksakan keduanya bergabung, dikarenakan pasti keduanya akan mati, tidak ada yang berkesmpatan hidup.
Timothy Evan P.H XI-3/34/CC'25

Gabriel Lionel Wito/XI-4/11 mengatakan...

Menurut saya, peristiwa yang dihadapi oleh pasangan suami dan istri ini adalah suatu peristiwa yang sulit untuk dicerna, serta dipenuhi dengan pengambilan keputusan yang penting. Di suatu sisi suami dan istri tersebut tidak ingin melihat salah satu anaknya untuk meinggal dunia dan di sisi lainnya apabila kedua kembar ini tidak dipisahkan mereka akan meninggal dunia. Pertimbangan dari kedua orangtua adalah mereka adalah seorang pemeluk agama yang saleh dan dengan meninggalkan kedua anak mereka dalam kondisi tersebut dihadapan Yang Maha Kuasa, segalanya akan berjalan baik-baik saja. Suatu pilihan dan dilema yang sulit dihadapi oleh kedua orang tua tersebut. Saya tidak bisa mengkondisikan diri saya dengan kondisi yang dihadapi oleh mereka. Ini bukanlah keputusan yang mudah, melainkan sulit dan penuh dengan pertimbangan.

Suatu keputusan sulit dihadapi oleh kedua orang tua, tetapi ditengah kesulitan tersebut jika saya memposisikan diri saya. Menurut saya keputusan tepat adalah untuk memisahkan kembar tersebut. Lebih baik menyelamatkan satu nyawa dibandingkan kehilangan keduanya. Tetapi ini saya berada di dalam kondisi yang tidak terikat secara emosional, orang tua tersebut terikat secara emosional. anak-anak tersebut adalah hasil dari usaha mereka, maka dari itu. Keputusan akhir adalah milik orangtua

Gabriel Lionel Wito/Xi-4/11

Russell mengatakan...

Menurut saya, dilema ini cukup membingungkan. Dari perspektif saya, saya lebih cenderung mendukung keputusan dokter, tetapi keputusan orang tua juga tidak dapat disalahkan. Saya berpendapat dengan dokter dikarenakan walaupin iya, salah satu dari mereka akan mati, seminimalnya satu masih bisa hidup. Anak yang bertahan bisa tumbuh menjadi orang hebat yang membantu sekitarnya. Tetapi di waktu yang sama, kita sebagai manusia dan ciptaan Allah tidak berkehendak untuk menghentikan rencana Allah. Jika memang Allah berkehendak demikian, maka kita hendak mengikutinya.

Kedua aksi ada benar salahnya. Dalam dilema seperti ini, tidak mudah menilai apa yang benar dan salah. Secara aspek manusiawi, pasti akan merasakan sedih besar menghilangkan nyawa anaknya yang susah payah diperoleh. Tetapi karena Mary dan Jodie adalah orang tua, mereka berhak mengambil keputusan terakhir.

Russell Darren Wikaysono/XI-1/35/CC 25

Dhammananda Justin Yu mengatakan...

Dalam hidup banyak hal akan bertahan sebagai sebuah dilemma. Tidak pernah ada keputusan yang benar sempurna, tetapi secara bersamaan tidak ada keputusan salah yang sepenuhnya jahat.

Inilah yang menjadi cara pandang Sains dan cara pandang Religius. Bagi saya, kedua cara pandang sama-sama baik. Kedua cara pandang bisa membuat seseorang hidup dengan lebih berarti, tetapi terkadang banyak hal yang sulit diputuskan. Kisah kembar ini merupakan peristiwa yang menyedihkan, dari sudut pandang apapun. Ada 2 keputusan yang bisa diambil dan didasari 2 hal mendasar.

Keputusan pertama adalah Sains, bahwa apabila bisa menyelamatkan setidaknya 1 nyawa saja, maka itu patut dicoba walaupun nyawa yang lain terpaksa meninggal dunia. Keputusan kedua adalah Religius, bahwa lebih baik adil kepada setiap anak dan tentunya menerima apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kedua keputusan sama-sama bermakna dan tidak salah.

Tetapi, bagi saya, keputusan tim medis dari segi sains merupakan keputusan yang saya percaya mampu membawakan dampak terbaik. Benar adalah jalan Tuhan bahwa kedua anak terlahirkan demikian, tetapi saya merasa bahwa menyelamatkan siapapun itu pasti kehendak Tuhan juga. "Keadilan", "agar kedua anak menerima yang sama" menurut saya tidak menjustifikasi untuk membuang kesempatan salah satu tetap hidup.

Sekali lagi, ini keputusan yang mungkin tak mudah, mengingat bahwa Jodie bisa saja tidak selamat ketika dipisahkan. Tetapi ada peluang, bahkan kemungkinan kecil itu bisa berarti ada seseorang yang hidup. Apapun kondisinya, saya akan memilih itu.

Dhammananda Justin Yu/XI-6/5/CC'25

abilius nurwaskito mengatakan...

Setiap manusia memiliki keunikan dan pribadi sendiri-sendiri. Semua orang memiliki kisah dan jalan hidupnya sendiri-sendiri. Tidak ada nyawa manusia yang lebih penting dari manusia lain. Semua nyawa manusia berharga apalagi nyawa tersebut masih nyawa anak-anak yang tidak bersalah. Maka dari itu saya setuju dengan orang tua yang memilih untuk melepaskan kedua anaknya. Meski secara medis lebih baik menyelamatkan satu orang tetapi jika untuk menyelamatkan satu orang tersebut terdapat nyawa orang yang perlu dibayarkan, hal tersebut tidak boleh dilakukan.

Abilius Erlanggga Ardiprasetyo Nurwaskit/XI-8/01/CC'25

jojo adrianto mengatakan...

Hidup ini adalah kesempatan. Mungkin saya rasa membiarkan Mary meninggal dan Jody untuk tetap hidup, bertahan, dan menjalankan kesempatannya adalah hal yang saya pandang benar dan bijak.

Saya percaya bahwa Tuhan Maha Adil dan Maha Pengasih, semua diberi kesempatan yang sama. Mungkin dengan kondisi Mary yang tidak dapat bertahan sendirian akibat ketidaksempurnaan pada dirinya harus kita relakan. Kita harus memberikan kesempatan ini pada Jody, biarlah yang hidup tetap hidup. Biarkan yang meninggalkan dunia untuk memperoleh kesempatan di waktu lain.

Jantung dan paru-paru Mary memang sudah tidak bisa berfungsi lagi, dan Jody masih bisa berfungsi dengan baik. Seharusnya membiarkan Mary untuk beristirahat dengan tenang dan Jody untuk terus hidup adalah pilihan yang terbaik. Bagaimanapun pengorbanan tetap harus dilakukan karena kita hanyalah manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Apabila mereka diberi kesempatan yang sama untuk menjalani hidup sebagai 2 individu yakni Mary dan Jody, tentunya Mary memang tidak mendapatkan kesempatan ini. Mungkin bukan waktunya bagi Mary untuk mendapatkan kesempatan ini.

Saya percaya jika Mary akan mendapatkan kesempatan di waktu lainnya. Rencana Tuhan itu besar, luas, dan diluar apa yang manusia mampu untuk perkirakan. Ini bukan hal yang harus disesali, bahwa jalan hidup Mary yang memang terbatas dan jalan hidup Jody yang terus dilanjutkan adalah bagian dari rencana Tuhan itu sendiri.

Saya sendiri bingung dengan keputusan orangtuanya yang lebih memilih mereka berdua untuk mati. Jika cinta mereka sama besarnya, saya berpikir jika mereka seharusnya membiarkan apa yang seharusnya terjadi dan terbaik untuk dilakukan. Benar apa kata dokter, biarlah yang bisa ditolong untuk ditolong dan yang tak tertolong kita hanya bisa merelakannya.